Harusnya, dengan kekuatan mereka masing-masing rasanya akan sangat mudah untuk melepaskan diri dari para prajurit-prajurit yang membelenggu tangan mereka, dan mendorong tubuh mereka agar lebih cepat berjalan mengingat sekarang sudah semakin malam.
Harusnya, Maxime bisa melelehkan belenggu perak di tangannya dengan mudah, kalau saja dia tidak menangkap kode dari Axel agar mereka mengikuti para prajurit itu seperti seorang tahanan.
Untungnya, Maxime bisa membaca situasi dengan baik kali ini.Dia berpikir bahwa dengan cara ini, mereka bisa masuk ke Kastil Elios dengan mudah. Ya, tanpa disangka penyusup atau semacamnya, meskipun datang ke kastil sebagai tawanan juga bukan pilihannya.
Setelah berjalan cukup lama di dalam hutan, mereka sampai di sebuah gerbang layaknya pintu masuk sebuah kerajaan. Dinding-dinding batu mengitari seperti melindungi bangunan di dalamnya.
River berhenti melangkah, dia mengenal gerbang itu, dia mengenal dinding batu itu, panji-panji yang berkibar di atas dinding batu. River pernah melihatnya, dalam mimpinya. Jadi, benar di sini?
Seorang prajurit mendorong River dengan tidak sabar agar kembali berjalan,mereka melewati gerbang itu, beberapa prajurit lain membuka pintu ganda besar yang sepertinya lumayan berat. Arsen sedikit melirik Rex seolah mengerti kalau Rex sedang memikirkan akan mengukur tenaganya dengan membuka gerbang itu nanti.
Kastil Elios, menjulang di depan mereka. Mereka melewati taman yang luas dengan kebun bunga lilac di sekitarnya, semerbak wangi bunga itu menyentuh penciuman mereka. Entah kenapa, wangi itu mengingatkan River pada mimpinya, di mimpinya dia sering mencium wangi ini. Seperti ada kerinduangan dan kehangatan yang menjalar di hati River, membuat matanya memanas.
“Siapa yang kalian bawa itu?”
Hampir saja mereka menaiki undakan tangga, suara lembut namun terkesan tegas itu mengintrupsi para prajurit. Mereka berbalik ke belakang, seorang perempuan berambut hitam panjang dan ikal tengah berjalan mendekat, memakai celana berkuda serta kaos ketat tanpa lengan berwarna abu-abu, mata perempuan itu menatap tajam pada mereka.
Ingatkan Arsen bahwa dia masih berpijak di tanah, karena untuk beberapa saat, tepatnya saat matanya bertatapan langsung dengan sepasang manik mata berwarna cokelat kehijauan di sana.
Arsen seperti tidak sedang berpijak ke tanah, seolah hanya ada dia dan perempuan itu di alam semesta ini. Dadanya berdesir seiring detak jantungnya yang tidak beraturan, Arsen nyaris terjatuh kalau saja seorang prajurit di belakangnya tidak memeganginya.
“Sialan!” desisnya pelan.
“Puteri Irene.” Sang Komandan memberi hormat diikuti prajurit yang lain.
“Siapa mereka?” perempuan itu –puteri Irene, kembali bertanya. Namun matanya menatap lekat pada ketujuh pemuda yang menatap balik padanya penuh tanda tanya, terkecuali si pemuda bermata biru tajam yang menatapnya dengan cara berbeda.
“Kami menemukan mereka di dalam hutan, puteri. Mereka tengah melukai beberapa warga sipil.” Lapor sang komandan.
“Tidak! Bukan begitu!” Rex buka suara,
“Kami hanya membela diri, orang-orang itu mau merampok kami. Mereka mengikuti kami dari kota sampai ke hutan.”
Kening Puteri Irene berkerut, sementara itu, Arsen terlihat gelisah, pasalnya semakin dekat Puteri Irene berjalan kenapa Arsen seperti bisa mencium wangi lilac dan vanilla dari tubuh perempuan itu? Ini tidak benar!
“Kenapa kalian masuk ke dalam hutan itu? Tidak ada yang diperbolehkan masuk ke sana, kecuali mereka yang mau menyusup ke dalam kastil.” Tatapan Puteri Irene sangat mengintimidasi tiba-tiba saja, dengan kecepatan yang tidak terduga, Irene menarik pisau dari belakang punggungnya, mengarahkannya langsung ke leher Axel yang berdiri paling dekat dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Constantine #2 : Bangkitnya Illuminati ✔
FantasyOriver pikir dia sebatang kara, sampai sebuah simbol iluminati muncul di lehernya saat melawan Vernon Armstrong sang pegkhianat. Simbol yang dipercaya hanya dimiliki oleh mereka yang memiliki garis keturunan Count Vladimir, sang Vampire penguasa per...