Beberapa minggu yang lalu, tepatnya sebelum Arsen dan Ken mengunjungi Lacnos kedua pemuda itu sempat menginap di rumah River dan Axel.
Dengan pembagian kamar Arsen bersama Axel dan Ken dengan River. Sudah dapat dipastikan, kamar siapa yang lebih berisik, tentu saja kamar Ken dan River. Keduanya pasti akan begadang semalam dengan obrolan mereka yang tidak penting. Sampai-sampai Axel harus memperlihatkan taringnya agar kedua pemuda itu mau tidur.
Jadi, kali ini akhirnya mereka memutuskan untuk merubah pembagian kamar. Arsen dan Ken tidur di kamar Axel. Sementara Axel dan River tidur di kamar River. Dengan begitu, River tidak akan berani bicara banyak-banyak, karena pasti hanya akan ditanggapi dengan gumaman atau diamnya Axel.
Makan malam, selalu menjadi saat yang istimewa. Karena pada saat itu, setiap keluarga bisa berkumpul bersama di meja makan, menyantap makanan sambil menceritakan tentang hari yang mereka lalui. Saat-saat seperti ini selalu mengingatkan Arsen dan Ken pada keluarga mereka, sesuatu yang tidak mereka miliki lagi sekarang namun mereka sudah mendapatkan penggantinya, keluarga baru di Constantine.
“Bagaimana Lacnos? Kalian menemukan sesuatu yang menarik di sana?” tanya Anita pada Arsen dan Ken yang sedang menyuap sup ayam mereka.
“Nenek.” Axel menyentuh lengan Anita untuk mengingatkan, Axel tahu itu hal sensitive tidak mudah membicarakan tempat yang memiliki banyak kenangan seperti itu. Karenanya, sedari tadi siang tidak ada yang bertanya apapun perihal perjalanan Arsen dan Ken ke Lacnos.
Ken tertawa pelan, di wajahnya tidak ada rasa tersinggung sama sekali, “Menyenangkan, nek. Mengunjungi kampung halaman sangat menyenangkan, ya walaupun tidak ada yang menyambut kami di sana. Kami bekerja selama 2 hari untuk membereskan puing-puing. Lalu membangun kuil di sana. Untuk persembahan pada Dewi Rhea.” Ken bercerita.
Dewi Rhea, adalah seorang dewi yang memberikan perkamen suci pada leluhur Arsen. Meskipun sekarang mereka berdua sudah mengetahui bahwa Dewi Rhea bukanlah pelindung pegunungan Lacnos seperti yang mereka ketahui turun temurun. Namun mereka tetap memberikan persembahan pada Dewi itu agar selalu menjaga Lacnos sampai suatu hari nanti mereka kembali ke sana, dan membangun kembali suku Lacnos seperti sedia kala.
“Nek, ini untuk nenek.” Arsen merogoh saku dalam jaketnya, mengeluarkan benih pohon ek, memberikannya pada Anita. Anita menerima benih itu dengan tatapan bingung, karena menerima oleh-oleh yang sangat unik dari teman cucunya yang berwajah pucat itu. “Itu benih pohon ek yang tumbuh di dekat mata air suci.” Arsen memberitahu, “nenek bisa menanamnya di halaman belakang.” Ucap Arsen malu-malu.
Anita tersenyum, di matanya Arsen tidaklah seramai teman-teman cucunya yang lain meskipun pemuda itu juga terkadang bisa bicara panjang lebar tapi Anita tahu Arsen sangat perduli dan memikirkan orang-orang di sekitarnya. “Terima kasih.”
***
Malam makin naik, sementara kabut di Constanta Village semakin turun bersamaan dengan hawa dingin yang merambat menusuk kulit. Tapi, sepertinya Arsen tidak memperdulikan hal itu. Dia duduk di undakan beranda sambil bertopang dagu, hanya memakai kaos hitam tipis serta celana jeans pendek serta bertelanjang kaki.
“Kenapa kau belum tidur?” Ken, pemuda yang rambut merahnya sudah berganti warna menjadi cinnamon itu duduk di samping Arsen.
“Belum mengantuk.” Arsen menjawab sekenanya, tangannya merapikan rambut hitamnya yang sudah dia potong undercut sebelum kembali ke Constantine.
“Apa yang sedang kau pikirkan? Sejak kita selesai menonton kau jadi terlihat murung. Apa terjadi sesuatu?”
Arsen menghela napas, “Hanya sedang teringat cinta pertamaku.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Constantine #2 : Bangkitnya Illuminati ✔
FantasyOriver pikir dia sebatang kara, sampai sebuah simbol iluminati muncul di lehernya saat melawan Vernon Armstrong sang pegkhianat. Simbol yang dipercaya hanya dimiliki oleh mereka yang memiliki garis keturunan Count Vladimir, sang Vampire penguasa per...