10 | Perlakukan Bak Merpati

12.4K 2.1K 620
                                    

Sebenarnya tuh, udah niat mau up dari hari rabu. Cuma ternyata, kuotanya habis. Maafkan, molor dua hari ya.

Lalu, saya agak nggak percaya diri nulis Si Bima dan Arimbi ini. Kuganti cerita lain aja gimana?

⬛⬛⬛⬛

S

esekali Arimbi memang perlu diajak jalan-jalan untuk menghidu kebebasan. Untuk menukar sesak yang membelenggu dada. Untuk mengusir jenuh yang merayapi jiwa. Arimbi hanya harus diperlakukan bak merpati. Diizinkan menikmati bentang dunia dan diajarkan untuk selalu pulang.

Sejak punya rumah, gadis itu hanya berkutat dengan rumah kecil serba cantik milik Bima. Dia tak pernah kemanapun. Kalau bukan ke pasar, gadis itu akan berdiam sepanjang hari. Arimbi hanya tahu warna marmer rumah Bima, lupa kalau tempat lain akan memberikan warna lantai yang berbeda.

Seperti merpati yang mudah jenuh, Bima takut Arimbi akan lelah kepadanya. Jadi hari ini, Bima berjanji akan mengajak gadis ayu itu menghirup udara segar. Dia belikan sepasang sepatu kets berwarna merah, untuk mengalasi kaki Arimbi agar tetap terlindung. Arimbi tampak begitu senang, tersenyum tanpa ditahan sembari mengayunkan kakinya. Bahkan dia mengaku tak bisa tidur semalaman, hanya karena digerogoti rasa tak sabar.

"Kita mau ke CFD ya, Bim?" renyah terdengar dari suara Arimbi.

Bima menggeleng, "kita jalan keliling kompleks aja, kalau udah keringetan, kita singgah sarapan di bubur ayam depan gerbang kompleks sana."

"Tapi Nisa bilang, ada CFD dekat sini. Kenapa nggak jalan-jalan ke sana aja? Mumpung hari minggu, kan?"

"Aku nggak suka keramaian, Bee. Desek-desekan banget. Gimana caranya mau lari, orang sekadar jalan aja susah."

"Tapi Randi bilang, kamu dan Randi sering ke sana, kok."

"Bee, kali ini kita keliling kompleks aja."

Arimbi mendesah, "ya sudah. Ayo, keburu siang."

Bima mengangguk, mengeratkan simpul sepatu bagian kanan. Dia berlari kecil, menyusul Arimbi yang lebih dulu berlalu. Bima belum buta. Ia juga belum mati rasa. Ia tahu benar, bagaimana Arimbi tampak kecewa sebab sekadar berlari keliling kompleks lah yang bisa Bima tawarkan.

Mau diapa? Bima punya ketakutan dan kekhawatiran yang sangat. Ia tidak suka Arimbi keluar jauh dari rumah. Tidak suka mengingat Mama mengajak Arimbi pergi, lantas lepas dari pengawasannya terlampau lama. Bima terlalu menyayangi Arimbi. Inginnya, gadis itu selalu dan selalu dalam istananya, dalam jangkauan matanya.

Berkeliaran lalu menari bersama keramaian adalah suatu langkah bodoh. Karena takdir sesekali suka seenaknya sendiri. Beberapa kali malah tidak pernah memihak Bima. Bukan tidak mungkin, dalam keramaian itu Arimbi akan menemukan wajahnya pada tubuh yang lain. Atau kalau bukan Arimbi yang menemukan, maka bisa jadi Arimbi yang ditemukan oleh saudara kembar atau keluarganya. Itu petaka. Sebab Arimbi benar-benar akan dirampas dari Bima.

Jadi maafkan. Selama mungkin, Bima akan menjaga gadis itu untuk dirinya sendiri. Sebut dia egois, Bima tak akan terlalu peduli.

"Loh, Bee?" tanya Bima bingung saat gadis itu tiba-tiba melabuhkan tubuhnya di tepian jalan yang berselimut rerumputan. Bima menghampiri gadisnya yang sebelum ini tampak sangat marah hingga terus berlari kencang. "Kenapa, capek?"

Arimbi tak langsung menjawab. Masih digulung kesal, gadis itu hanya menekuni kakinya. Mengusap-usap sambil lalu tanpa tekanan. Gadis itu tak memandang Bima barang sebentar.

"Kenapa, hm? Capek banget? Makanya jangan cepet-cepet larinya. Coba kupijit."

Tak terduga, gadis itu menyentak tangan Bima hingga menjauh. "Sakit. Jangan disentuh," tandasnya ketus.

Kotak MemoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang