Rumah utama milik Bima masih gelap saat Arimbi menapakkan kakinya di sana. Dia langsung menyingkap gorden, dan membiarkan berkas-berkas cahaya menerangi istana yang sangat Arimbi sayangi ini. Dua belah daun pintu yang masih tertutup rapat itu, sontak membuat Arimbi mengukir senyum lebar. Ingat pada Salsa, si kecil yang menggemaskan. Juga Om-nya. Pria tidak peka yang ternyata cukup handal meninabobokan gadis kecil itu dalam gendongan.
Dalam satu waktu yang sama, kedatangan Salsa dan kejutan yang Bima buat membentuk semacam de javu tersendiri. Arimbi jadi melihat dirinya sendiri, saat Salsa membongkar isi tasnya yang tidak lain hanya berisi satu boneka kelinci dan satu barbie. Boneka berambut blonde, yang dua menit kemudian mampu membuat seorang Arimbi dan Salsa berasa jadi teman lama yang nyambung dengan mudah. Duduk berdua, lalu bermain dengan kain perca untuk disulap jadi gaun-gaun cantik yang akan dikenakan si barbie. Salsa memuji keahlian Arimbi soal jahit-menjahit, dan entah kenapa itu membuat Arimbi merasakan panas di matanya.
Entah. Arimbi mungkin sedang diserang rindu pada sosok Bunda yang kian detik kian jelas dalam ingatan. Mungkin sebatas itu.
Dan Bima. Pria itu memang selalu jadi sebab untuk Arimbi mendapatkan kilasan-kilasan masa lalunya. Dimulai saat Bima membawanya pulang, lantas memberinya sebuah rumah tempat ia menghabiskan waktu. Lalu disusul dengan dapur yang boleh Arimbi kuasai ini. Kemudian maket showroom juga mobil-mobilnya yang kecil. Dan semalam, cara pria itu membujuk Salsa untuk tidur mengingatkan ia pada seseorang.
Iya. Ayahnya. Memangnya siapa lagi?
Meski amnesia masih jadi penghalang, tapi samar-samar Arimbi yakin dia tipikal gadis kecil yang selalu menunggu kecupan Ayahnya bertengger di kening untuk bisa tertidur nyenyak. Melihat Bima dan Salsa, lagi-lagi membuat Arimbi makin digulung oleh rindu.
Ck. Adakah yang terlupa dari jajaran de javu milik Arimbi?
Tak sengaja gadis itu terkikik. Melemparkan potongan sosis ke atas nasi yang yang bercampur dengan bumbu. Arimbi sangat ingat apa yang terlupa--atau mungkin sengaja tidak ingin--disebutkan.
Ciuman?
Aduh. Mengingatnya saja membuat Arimbi bergemetar. Ia masih tidak menyangka itu pernah terjadi kepadanya di tangah suasana teater yang cukup ramai. Arimbi jelas linglung, ada beberapa sarafnya yang putus hanya sebab menyadari kedekatan yang teralamat tanpa lebih dulu permisi. Arimbi sempat ingin marah pada kekurangajaran Bima, tapi kilasan yang tiba-tiba datang telah menghanguskan kemarahan Arimbi dengan mudah.
Gadis itu tidak berbohong soal bayangan ciuman yang hadir bersamaan dengan lingkupan hangat milik Bima. Dia memang melihat seorang pria dan wanita sedang melakukan keintiman itu. Tempatnya tidak terlalu jelas, waktunya apalagi. Yang pasti ia melihat setengah wajah dan rambut berpotongan serupa dengannya berada dalam kuasa seorang pria. Jadi, wajar kan, jika Arimbi sangat penasaran pada pria masa lalu yang pernah menciumnya?
Siapa dia? Siapa dia untuk Arimbi.
"Masaknya sambil ngelamun? Ekspert banget kayaknya, ya?"
Arimbi terhenyak, kalang kabut memastikan nasi gorengnya tidak gosong. "Bita? Astaga, untung kamu buruan datang. Kalau enggak, entah deh jadi apa ini nasi."
"Nasi mah sepele. Kalau dapurnya yang kebakaran gimana?"
Arimbi terkekeh, "itulah. Untung kamu segera datang."
"Hm. Aku bantuin apa nih?"
"Apa ya? Ini udah mau mateng, siapin piringnya aja deh, Ta. Ngomong-ngomong, Salsa suka telur dadar apa ceplok."
Bita bergerak mengambil beberapa piring, "ceplok. Aku juga ceplok. Tapi yang beneran mateng ya, Rim. Salsa langsung nggak selera makan kalau lihat telur setengah mateng."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kotak Memori
General FictionBima membuat kesalahan. Mencuri dengar obrolan orang lain, lantas jatuh hati pada kedipan pertama. Bima membuat lebih banyak kesalahan. Membawa gadis itu masuk lebih dalam, bukan alih-alih mengangkat kaki untuk menyelamatkan hati. Besar kemungkinan...