Sinar mentari begitu terik menyinari bumi. Tidak salah jika rasa haus terus saja melanda.
"Bang, Nanda mau ice cream lagi," keluh gadis kecil bernama Lina dengan tampang polosnya.
Bibirnya tertekuk manyun bersama sisa-sisa ice cream yang masih tampak memenuhi seluruh bagian sudut bibirnya yang mungil itu.
"Yaudah nih punya abang buat kamu aja," sahut anak kecil di sampingnya yang menjadi tempat Lina mengadu tadi. Anak laki-laki yang begitu mirip sosoknya dengan sukarela memberikan ice cream-nya yang masih utuh kepada Lina.
Dia tak lain adalah saudara kembarnya sendiri, Adlan Lucia Fernando. Jika saja Adlan adalah seorang perempuan, mungkin akan sangat sulit untuk membedakan keduanya.
Padahal awalnya Adlan bermaksud untuk menyimpan ice cream-nya dan memakannya nanti jika mereka sudah tiba di rumah. Tapi ia tak tega melihat wajah saudara kembarnya itu murung dan cemberut, jadi ia serahkan saja ice cream miliknya agar adiknya itu tak menangis.
"Beneran? Wahh makasih Bang Nando!" serunya begitu gembira. Ia memekik girang dengan tingkahnya yang sangat menggemaskan ketika ia mendapatkan hal yang dia inginkan. Iris mata coklatnya tampak semakin berbinar menatap makanan kesukaannya itu.
Adlan lalu mengusap mulut Lina pelan dengan tangan kosong. Ia membersihkan kotoran yang menempel pada sekitar bibir Lina agar ia tak tampak belepotan. Dan dengan polosnya Adlan kecil mengelapkan bekas kotoran ice cream tersebut pada celananya sendiri, hingga celana pendeknya yang berwarna putih itu terlihat kotor terkena noda coklat.
Mereka berjalan dan tertawa bersama seraya bergandengan tangan mengayunkannya ceria. Mereka menyusuri jalan menuju rumah mereka setelah selesai membeli ice cream.
Tak bisa di pungkiri, seolah mendapatkan hadiah istimewa yang begitu special, sebahagia itu pula Lina ketika sedang menikmati ice cream. Melihat raut wajah Lina yang berseri-seri itu, membuat Adlan kecil penasaran akan sesuatu yang tiba-tiba terlintas di pikirannya. Dia kemudian bertanya dengan lugunya, "Nanda lebih suka Abang atau ice cream?"
***
"LINA... Bangun sayang, kamu nggak sekolah? Sudah jam berapa ini?" Terdengar suara teriakan seorang wanita dari luar pintu kamar Lina. Dia tengah sibuk mondar-mandir menyiapkan makanan lalu menaruhnya di atas meja makan.
"Eng... Bentar lagi Ma masih subuh, Lina lagi nggak sholat kok." Tubuh Lina menggeliat malas, ia masih ingin memejamkan matanya lebih lama lagi.
Wanita paruh baya tersebut tak lain adalah Yumna Aulia, Ibu dari dua anak yang terlahir kembar itu, Adlan dan Adlina. Yang kini hidupnya telah terpisah dengan terpaksa.
Melihat anaknya tak kunjung keluar dari tempat peristirahatannya, akhirnya Yumna menerobos masuk kamar Lina. Ia menggeser dan membuka gorden berwarna hijau yang menghalangi masuknya sinar mentari pagi ke dalam ruangan itu.
Lina pun reflek menyipitkan dan menutup matanya rapat ketika sinar itu tepat mengenai wajahnya. Gadis mungil berparas cantik itu pun merasa tidurnya terusik, dia mengerjapkan matanya beberapa kali agar benar-benar tersadar dari alam mimpi.
Dia terpaksa harus rela beranjak dari kasur yang menurutnya adalah tempat peristirahatan ternyaman baginya untuk segera bangun dan pergi ke sekolah.
"Iya, iya bangun Ma."
Rambut hitamnya tergerai indah ke bawah. Meski terlihat kusut karena bangun tidur, tetap saja dia terlihat manis dengan rambut panjangnya.
"Cepetan siap-siap, habis itu makan! Mama tunggu di meja makan." Yumna pun melenggang pergi dari kamar Lina dan kembali ke dapur melanjutkan aktivitasnya yang tertunda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Twin'kle Love
Dla nastolatkówGue nggak mau jatuh cinta. Gue nggak suka cowok dan gue muak dengan semua orang. Derita gue, adalah bukti atas keserakahan manusia akan harta dan cinta. ~Adlina Lucia Fernanda *** *** Di usahakan Up seminggu sekali, kalo bisa dan mood bagus pasti b...