Setelah gelap, terbitlah terang. Tak jauh berbeda dengan lampu temaram yang mulai menyinari hati Lina. Hidup Lina seketika mendamai setelah weekend kemarin mengetahui kabar gembira mengenai rencana kembalinya Ayah dan kembarannya dalam pelukan keluarganya.
Meski ia tidak tahu detail bagaimana hal itu akan berlangsung, namun itu sudah cukup mengobati luka dalam Lina secara perlahan. Adlan memilih akan menyelesaikan semuanya sendiri dengan sang Ayah, sebab dinding kini mampu mendengar dan bersuara. Akan sangat berbahaya jika sampai informasi yang selama ini Ayahnya kumpulkan bocor di tangan mata-mata sang Ibu tiri. Itulah alasannya mengapa ia mengajak sahabatnya dan menyuruh Lina memakai topi untuk menyamarkan wajah cantiknya. Toh Dhyas juga sudah tahu semua masalah yang tengah mereka hadapi. Adlan hanya jaga-jaga saja.
"Good morning, Mama." Dengan kondisi cuaca yang cerah, Lina pun menyapa Yumna sedemikian cerianya.
"Good morning, sayang. Sudah mau berangkat?" Tak mau kalah semangat, Yumna pun melebarkan lengkung senyumnya.
Baru kali ini Lina tersenyum segembira itu setelah sekian lama. Wajah cantiknya memancarkan kilau kebahagiaan yang cukup jelas tergambar di situ.
Tin, tin...
Namun sayangnya, cerah wajah itu kian meredup setelah mendengar bunyi klakson mobil yang menggema di depan rumah minimalisnya.
"Ihh. Ngapain lagi sih, dia?"
Saat mengingat semua kejadian beberapa hari yang lalu, pipi Lina jadi merona. Ia jadi malu sendiri dan salah tingkah saat bertemu dengan orang yang akhir-akhir ini mengganggunya.
Dia ingin menghindar, namun selalu saja tak bisa. Tak menghindar pun, cowok itu sudah hadir sendiri dalam pikiran Lina, mengusik hari-hari tenangnya.
Tok tok tok
Yumna berdiri hendak membuka pintu, namun Lina cegat untuk mengabaikan saja.
"Udah, Ma. Jangan dibukain! Lina juga mau berangkat kok." Ia berkata demikian.
Lina mengambil tangan Yumna lalu mencium punggung tangannya berpamitan.
"Sayang, jangan galak-galak sama Dhyas. Bukannya harusnya kamu senang ya ketemu lagi sama pangeran ice cream kamu?"
Blush...
Ini si Mama lagi menasihati apa meledek, sih? Kenapa ekspresinya datar coba? Kalau menggoda kan pasti senyam-senyum seperti biasanya. Ah, bikin Lina malu saja.
"A-apaan sih, Ma? Yaudah Lina berangkat. Assalamualaikum."
"Waalaikum salam."
Hihihi. Melihat punggung anaknya yang mulai menjauh, Yumna cekikikan. Dan Lina, masih bisa mendengar jelas model tertawa sang Ibu.
Sepertinya bukan hanya Dhyas yang menyukai raut muka sebal Lina. Tapi ibunya pun begitu. Oh salah, bukan hanya mereka, Adlan pun begitu. Mungkin Nisa juga. Ah taulah. Pusing Lina.
Tok to-
"Apa?" Datang-datang membuka pintu, Lina langsung menyambut ganas kedatangan Dhyas.
Ya jelas dia tahulah siapa yang mengetuk pintu pagi-pagi begini. Karena Adlan tidak mungkin mempunyai kesempatan menjemputnya. Apalagi setelah adik tirinya bersekolah di tempat yang sama.
"Eh, kirain calon mertua yang bukain pintu. Ternyata calon pacar. Good morning, calon pacar," ujarnya panjang lebar. Dengan seringain jahilnya, ia menanggapi tatapan sinis Lina dengan girang.
"Calon mertua calon pacar mata lo soak?"
Menghentakkan kaki sebal, Lina berlalu menyenggol lengan Dhyas secara sengaja. Melewatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Twin'kle Love
Teen FictionGue nggak mau jatuh cinta. Gue nggak suka cowok dan gue muak dengan semua orang. Derita gue, adalah bukti atas keserakahan manusia akan harta dan cinta. ~Adlina Lucia Fernanda *** *** Di usahakan Up seminggu sekali, kalo bisa dan mood bagus pasti b...