Keesokan harinya, Lina, Adlan dan Dhyas tentu saja melakukan rutinitasnya bersekolah.
Di luar halaman rumah Lina sudah siap mobil sedan BMW Dhyas terparkir rapi. Dengan dua set seragam sekolah yang juga di antarkan oleh pelayan dari rumah Dhyas sebagai baju ganti untuk tuannya.
Kemudian setelah semua siap, mereka bergegas berangkat ke sekolah.
Hari ini Adlan menjadi sedikit manja, seringkali meminta bantuan kecil pada Lina dan selalu mencari perhatian kembarannya itu semenjak kejadian kemarin sore.
Dan tentu saja Lina tak bisa menolak, karena ini juga merupakan kesalahannya sampai Adlan terluka. Meski tak parah tapi tetap saja Lina menyesal sudah bersikap kasar.
Seperti sekarang, untuk pergi ke kelas saja dia meminta Lina yang menuntunnya kesana. Sedangkan Dhyas harus rela menjadi pengawal setia yang bersedia membawakan kedua tas temannya itu.
"Huft." Dhyas mendengus sebal, namun dia tetap membantu.
"Yaudah kita balik ke kelas dulu ya pangeran manja," kata Dhyas menyindir halus. Intonasi bicaranya dibuat-buat seperti layaknya benar seorang pelayan.
Dia melempar tas Adlan di atas mejanya asal.
Adlan yang sudah duduk manis pun tersenyum kecil. Bukannya merasa tengah di ejek, dia malah membalas perlakuan Dhyas seolah dia memang seorang pangeran yang tengah di layani.
"Baik, terima kasih pelayanku," katanya tak berdosa. "Hati-hati saat pergi. Jangan lupa jagain tuan putri," lanjutnya semakin menjadi.
Dhyas sudah ingin mengumpat saja sejak tadi. Semalam pun begitu. Sejak kapan Adlan berubah jadi semenyebalkan ini?
Dengan wajah polos dan tutur katanya yang lembut, dia berhasil membalikkan ledekan Dhyas menjadi senjata bagi dirinya sendiri.
Sialan, malah di katain pelayan gue. Awas lo yah.
Dhyas menarik napasnya dalam-dalam menahan emosi. Lalu beralih mengelus dadanya. Dia berkata, "Untung gue pria tampan yang baik hati, coba kalo enggak? Udah jadi perkedel daging lo pagi-pagi."
"Yaudah gue duluan. Kalo ada apa-apa minta tolong ke Nisa aja. Dia udah gue pesen suruh bantuin lo," sahut Lina kemudian. Dia melenggang pergi meninggalkan dua cowok itu.
"Eh tungguin, main ninggal aja ni cewek."
Dhyas menyusul Lina, sementara Adlan menatap punggung Lina seraya menghela berat.
"Belum juga ngomong makasih udah pergi aja. Gue kan maunya di bantuin lo Lin. Lo nggak kangen apa sama gue?" lirihnya sendu.
Sekolah masih terlihat cukup sepi, hanya segelintir murid rajin yang sudah datang siap dengan buku yang akan di baca dan di pelajarinya.
Saat sampai di bangkunya, tiba-tiba mata Lina membulat. Ada pemandangan tak menyenangkan di dapatinya.
Begitu pula Dhyas, dia tak kalah terkejutnya dengan Lina ketika melihat bangku Lina sudah kotor oleh berbagai coretan spidol, bermacam umpatan yang tertulis dengan cat semprot beserta kotoran lainnya. Dan lebih parahnya lagi, kursi Lina sudah basah oleh pecahan telur busuk yang baunya sangat menyengat.
Emosi Lina tersulut hingga ke ubun-ubun. Tangan yang tadinya mengepal kuat, kini bergerak menggebrak meja Dhyas dengan sangat keras.
"Siapa yang ngelakuin ini?" pekiknya hampir berteriak. Dia masih berusaha mengendalikan amarah yang mulai membuncah dalam dirinya.
Sedang murid lain yang terkagetkan oleh gebrakan meja itu mulai tertarik memerhatikan Lina. Ralat, bukan tertarik. Mereka hanya spontan menoleh saat Lina membuat keributan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Twin'kle Love
Teen FictionGue nggak mau jatuh cinta. Gue nggak suka cowok dan gue muak dengan semua orang. Derita gue, adalah bukti atas keserakahan manusia akan harta dan cinta. ~Adlina Lucia Fernanda *** *** Di usahakan Up seminggu sekali, kalo bisa dan mood bagus pasti b...