Chapter 9

81 17 19
                                    

Sial. Hari ini benar-benar hari yang sangat sial untuk Lina. Keberuntungan sama sekali tak berpihak padanya. Ingin rasanya dia berteriak dan memprotes akan nasibnya hari ini yang begitu buruk.

Bagaimana bisa setelah seharian disekolah di buat kesal oleh chairmate dan teman sekelasnya, sekarang dirinya malah harus di hadapkan kembali dengan teman sebangku yang semaksimal mungkin ingin ia hindari itu.

Bagai bencana. Ini seperti kutukan bagi Lina. Bagaimana bisa dirinya harus menghabiskan waktu seharian bersama orang yang sudah membuatnya jengkel setiap hari? Bukankah ini waktunya dia beristirahat di rumah tanpa bayang-bayang seorang Dhyas?

Tapi karena sebuah tugas, hanya karena sebuah tugas dari guru yang menyebabkan dia satu kelompok dengan Dhyas yang merupakan satu bangku dengannya, dia harus menguatkan kembali mentalnya dan mengumpulkan kekuatan untuk menghadapi perilaku seorang Dhyas. Belum lagi kalau dia meledekinya tentang masa kecilnya? Menyebalkan. Sangat-sangat menyebalkan. Lina benar-benar tak suka pada chairmate sekaligus 'mantan pahlawannya dulu yang ia sebut sebagai seorang pangeran itu.

Dan disinilah Lina berdiri sekarang. Di depan rumah gedongan yang sangat-sangat mewah. Bisa di bilang mirip istana. Atau mungkin, ini memang istana, istana dalam dunia nyata yang sering di dambakan oleh banyak orang.

Dengan halaman rumah yang sangat luas, mobil mewah berjejer di parkiran, belum lagi desain rumahnya? Uhhh benar-benar membuat iri orang yang melihatnya. Siapa sih yang enggak pengen punya rumah segede dan seindah itu?

*Ting-nong Ting-nong*

Mendengar suara bel bergema di seluruh rumahnya, Dhyas tampak senang dan antusias membukakan pintu. Seperti dia memang sengaja menanti kedatangan Lina.

"Hei. Udah sampe?" tanyanya berbasa-basi.

"Menurut lo?" respon Lina datar.

"Cih. Masiih aja ketus," gumam Dhyas.

"Apa lo bilang?" Lina mendengar dumelannya.

"Enggak. Lo cantik hari ini. Yukk masuk!" kilah Dhyas cepat. Dia pun mempersilahkan Lina masuk dengan senang hati.

Dan benar saja, ini memang istana. Lina sempat terpukau melihat bagian dalam rumah Dhyas yang sangat luas dan penuh dengan gemilang lampu yang memantulkan kilau permata saat terkena sinar matahari dari celah rumah ini. Sangat menakjubkan.

"Koq diem? Ayo masuk!" ajak Dhyas lagi.

Lina pun membenarkan sikapnya lalu berjalan masuk mengikuti langkah Dhyas.

"Rumah lo koq sepi? Lo tinggal sendiri? Orang tua lo mana?" Ekor mata Lina mengitari sekeliling rumah Dhyas. Lalu tanpa sadar dirinya melontarkan pertanyaan untuk pertama kalinya kepada Dhyas. Membuat mata Dhyas membulat seketika.

"Lin. Lo barusan ngajak gue ngomong?" tanya Dhyas ragu-ragu. Dia langsung berbalik arah menghadap Lina.

"Bukan. Gue ngomong sama penunggu rumah ini. Ya sama elo lah. Siapa lagi?" jawab Lina ketus.

Sedang Dhyas tiba-tiba tersenyum senang sembari membuka mulutnya tak percaya. "Wahh... ini bener-bener mukjizat. Harus di abdikan nih moment-nya," ucap Dhyas hiperbolis.

"Apaan sih. Alay lo. Dari tadi juga gue udah ngomong kali."

"Ya bukan gitu. Ini tuh kali pertamanya lo ngajak gue ngomong duluan Lin," timpal Dhyas masih dengan nada lebay yang di buat-buat.

Sedang Lina mulai mengabaikan ucapannya yang menurutnya tak penting itu. "Oh."

"Udah? Itu aja tanggepan lo?"

Twin'kle LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang