Chapter 25

62 10 25
                                    

Mentari pagi akhirnya menyapa setelah melewati malam yang begitu panjang. Matahari yang tersongsong tinggi pun mulai mengusik lelap seorang gadis yang tengah menggeliat malas karena silaunya.

"Duhh pasti Mama nih yang buka gorden pagi-pagi gini. Kan masih ngantuk," omelnya kemudian.

Hoaamm

Ia duduk bersandar seraya menguap dan mengucek-ngucek matanya yang masih asik terpejam. Tak sampai lima detik ia tersadar, tiba-tiba ada sebuah tangan terjulur mengenai pahanya yang tertutup selimut.

"Hmm?" Lina pun mengernyit. Seketika itu juga ia mengangkat tangan itu ke permukaan. Ia memicingkan matanya memperjelas penglihatan.

"Ini... Tangan mainan? Punya siapa?" Ia mengigau, lalu setelah melepas tangan tersebut, ia teringat akan suatu hal yang ganjal.

"Etss. Tunggu-tunggu. Kenapa gue kayak ngerasa ada hawa-hawa nggak enak ya di sini?"

Perlahan Lina pun menoleh ke arah kanannya. Dan... Mejalah yang ia temui di situ. Tak lalu ia menoleh ke samping kirinya. Dan...

Lina membelalak. "Huwa... Bang Nando? Ngapain lo tidur di sini?" Ia berteriak kaget. Membuat seseorang yang dipanggilnya terbangun dari lelap.

"Duhh kenapa si, Deek. Berisik deh. Gue masih ngantuk," jawabnya malas. Adlan tidak membentak atau menyentak ya, dia hanya mengeluh, merajuk dengan model bicaranya yang halus. Ia pun semakin melingkarkan tangannya pada paha Lina seolah ia adalah guling kesayangannya. Ia kembali memejamkan mata.

"Duhh Bang Nando." Lina menyingkirkan tangan Adlan dari pahanya. "Kita tu udah gede, nggak boleh tidur bareng."

"Ngghh."Adlan menggeliat. "Biarin sih. Nggak ada yang ngelarang. Nggak dosa juga. Kita kan saudara."

"Ya Tapi-"

"Sttt. Udah... Diem... Mending lo mandi sana! Apa lo juga pengen mandi bareng gue kayak pas waktu kecil dulu?"

Oh My God. Candaan macam apa itu? Adlan... Bisa-bisanya, nggak ada yang menyangka dia bisa mengeluarkan candaan seperti itu. Tapi ingat, nada menggoda seorang Adlan dengan seseorang yang Lina sebut sebagai cowok tengil berbeda.

Adlan bicaranya tetap datar dan lembut, bukan terkesan menjahili atau bagaimana. Tapi ya begitu, bahasanya saja yang membuat orang salah paham.

"Ihh Bang Nando. Jijay. Ngomong apaan coba?" teriak Lina beringsut pindah. Ia sontak berdiri setelah mendengar hal itu dari mulut Adlan.

Tak segan, ia mengambil bantal dan menampolkan bantalnya tepat pada wajah tampan saudaranya itu.

"Awas aja. Gue aduin Mama."

Lina pun bergegas pergi, meninggalkan Adlan bersama kekehan manisnya.

Ya Tuhan. Terima kasih. Setidaknya Engkau telah mengobati luka rindu ini. Terima kasih karena telah mengembalikan kebahagianku yang sempat menghilang.

***

Tok tok tok...

Ini masih pagi. Masih pukul 6 bayangkan. Kenapa sudah ada orang yang mengusik ketenangan hidup orang-orang yang ada di dalam rumah yang di ketuk coba.

Tidak sopan.

"Halo. Assalamualaikum. Selamat pagi, Tante," sapa pemuda itu dengan sangat ramah.

Tentu saja kalian sudah bisa menebak siapa orangnya.

"Waalaikum salam. Nak Dhyas? Tumben pagi sekali sudah ada di sini?" tanya Yumna sedikit terheran. Namun tentu saja dengan senyuman menyambut. "Sini masuk! Sudah sarapan?"

Twin'kle LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang