Sinar matahari begitu terang menyinari rooftop siang ini, memberi sensasi silau pada mata Lina yang membuatnya terbangun dari tidur. Dhyas masih tetap pada posisinya memandangi wajah Lina bersama dengan dahinya yang mengerut, dia layaknya tengah memutar otak dan berpikir keras akan suatu hal yang mengganjal di pikirannya.
Lina mengerjap beberapa kali mengumpulkan kesadarannya. Dia seketika melotot saat mendapati Dhyas tiba-tiba sudah ada di hadapannya sembari melamun menatap wajahnya lekat. Jaraknya tak sampai 30 centi, membuat dirinya terlonjak kaget dan tanpa sadar mendorong tubuh Dhyas dengan kasar.
"Mau ngapain lo?" tanya Lina shock, membuat matanya spontan melebar.
Sedang yang ditanya tengah meringis kesakitan karena terjatuh akibat dorongan dari Lina.
"Awww. Apa-apaan sih lo, ngapain lo dorong-dorong gue?" Dhyas pun langsung sewot.
"Elo yang apa-apaan. Ngapain lo deket-deket gue kayak tadi?"
"Siapa yang deketin elo sih, gue cuma liatin muka lo doang.... Nggak boleh?"
"Ya jelaslah, harus ijin dulu sama yang punya muka."
Dhyas mengehembuskan napasnya kasar. "Yaudah gue ijin, boleh kan gue liatin muka lo?"
"Enggak," jawab Lina ketus, membuat Dhyas merenggut sebal karenanya.
"Yaudah nggak jadi, siapa juga yang liatin muka lo?"
"Ihh... yaudah. Gue balik, bye!"
Lina sudah siap akan berdiri, namun saat dia hendak pergi, terdengar suara Dhyas tengah meringis lagi. Lina pun melirik kearahnya.
"Lo... nggak apa-apa?"
"Gara-gara lo nih tangan gue sampai luka kayak gini," rengek Dhyas seraya memperlihatkan goresan luka pada telapak tangan kanannya yang mengeluarkan sedikit darah. Mungkin karena dirinya terlalu kuat menahan diri saat jatuh tadi.
Lina seketika menjadi iba, ada penyesalan terselip dalam dadanya. Dia pun menjadi tak enak sendiri pada orang yang dilukainya itu.
"I-itu karena gue?" tanyanya kikuk.
"Bukan. Ini karena gue sendiri," jawab Dhyas asal. "Ya kali, gue mencelakakan diri-sendiri?" lanjutnya bersunggut-sunggut.
Lina kembali duduk dan berjongkok mendekati Dhyas lalu meraih tangannya yang tergores lantai aspal tak ber-ubin itu. "Co-coba sini gue liat luka lo."
Benar saja, lukanya memang tampak tak serius, namun jika dibiarkan dalam kondisi kotor seperti yang tengah di lihat Lina saat ini, tetap saja bisa jadi infeksi jika tak segera di bersihkan dan di obati.
"Gue anter ke UKS ya?" tawarnya ragu-ragu.
"Ogah ah, nggak usah! Gue nggak mau ntar di kerubungin tu cewek-cewek yang ada di bawah," tolak Dhyas cepat.
"Belum tentu kali, PD amat lo jadi orang." Lina pun reflek melempar tangan Dhyas kasar saat melihat Dhyas dengan narsisnya membanggakan dirinya-sendiri.
"Woy sakit tau... Eh, bukannya gue ke-PD-an atau apa ya, lo liat sendiri kan tadi gimana di kelas mereka ngeliatin gue?"
Sumpah ya ni cowok PD gila, abis makan apaan sih sampe bisa senarsis itu? Emmaknya ngidam apa coba pas hamil dia?
Lina memutar bola matanya malas, ia sudah jengah dan tak mau meneruskan lagi perdebatan yang tak berfaedah itu. Ia lalu mendengus pasrah dan mengalah. "Yaudah, kalau gitu lo tunggu sini! Biar gue ambilin obat bentar!"
Tanpa membuang waktu lagi, Lina pun berlari ke bawah untuk mengambil obat. Sedang Dhyas masih sibuk meniup-niup lukanya agar perih tak di rasakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Twin'kle Love
Teen FictionGue nggak mau jatuh cinta. Gue nggak suka cowok dan gue muak dengan semua orang. Derita gue, adalah bukti atas keserakahan manusia akan harta dan cinta. ~Adlina Lucia Fernanda *** *** Di usahakan Up seminggu sekali, kalo bisa dan mood bagus pasti b...