Brakkk
Pintu terbuka. Suara gebrakan terdengar nyaring dari ujung gudang. Hampiiir saja. Jika sedetik pintu tersebut tak terbanting keras, bibir Lina tak akan terselamatkan dari ancaman lumatan cowok bengis yang tengah menatap tajam ke arah datangnya dua orang yang menghampirinya.
"Sialan lo, baj*ng*n."
Sebuah tonjokan keras melayang pada wajah mulus Kerald, membuat salah satu lubang hidungnya mengucurkan darah segar.
"Lo apain adek gue, hah?"
Wajah putih Adlan memerah. Cowok yang terkenal sabar itu tak bisa lagi menahan amarahnya. Ketika ia tahu Lina hilang, Adlan tak bisa lepas dari kata cemas. Ia khawatir setengah mati mencari keberadaan kembaran tercintanya.
"Ternyata bisa marah juga lo, Lan. Hmm." Kerald berkata meremehkan, tidak takut juga tak bingung karena ketahuan telah melakukan perbuatan yang tak baik. Malahan, anak pemilik yayasan sekolah tersebut menerbitkan seringaian miring dari bibirnya.
Sementara mereka bertengkar seraya beradu mulut, Nisa-- yang datang bersama Adlan, lekas-lekas menghampiri sahabat terbaiknya yang tengah terduduk lemas di atas kursi dengan tangan dan kaki yang terikat kencang. Gadis pemberani itu melemah. Air matanya mengering. Ia pun menatap kosong tanpa tujuan.
"Lo nggak pa-pa?" tanya Nisa prihatin. Sembari melepaskan kekangan yang menjerat tubuh Lina, ia bertanya lagi, "Lo nggak di apa-apain kan sam-"
Mata Nisa tiba-tiba membola saat melihat dua kancing teratas baju seragam Lina terbuka. Dengan wajah yang lusuh dan luka lebam pada wajah dan sebagian tubuh sang sahabat, gadis manis itu tiba-tiba menangis. Ia beralih memeluk Lina erat lalu mengganti lirih pertanyaannya, "Kita... nggak terlambat kan nyelametin elo?"
#Flashback.On
Adlan dan Nisa baru saja tiba di tempat sepi dengan napas yang tersengal-sengal. Karena menyadari di mana mereka berada, Nisa semakin bertanya-tanya. Memangnya apa sih yang mau ditanyakan oleh cowok tampan tapi enggak peka ini kepada Nisa sampai ia dibawa ke pojokan belakang sekolah segala?
Nisa pun mengangkat sebelah alisnya, ia akhirnya membuka pertanyaan, "Mau ngomong apa sih Lan? Soal Lina? Kok kayak rahasia banget?"
"Bukan." Spontan, Adlan menjawab cepat. Ia pun mengatur napasnya sekali lagi agar lebih tenang. "Bukan soal itu."
"Terus apa?"
"Emmm..." Adlan memutar bola matanya ragu-ragu. Keringat yang baru saja mengering, kembali mengucur deras pada pelipisnya.
"Apa?" tanya Nisa tak sabaran.
"Anu, itu Nis soal-" Mendadak cowok jangkung bermata almond di hadapan Nisa tersebut menggagap.
"Soal apa?
"Emm...." Adlan terlihat masih berpikir. Karena tak tahan melihat tingkah kikuk Adlan yang sangat lama menjawab pertanyaan, Nisa pun menebak-nebak. Eh, padahal si Nisa yang bertanya, kan?
"Soal apa Adlan? Banyak cincong deh." Nisa menilik tajam pada lawan bicaranya. "Jangan-jangan cuma soal pelajaran lagi?"
"Eh? Bukan-bukan."
"Masalah sekolah?"
"Bukan juga."
"Keluarga?"
Adlan menggeleng keras.
"Rumah tangga saudara tercinta lo?"
"Ha?"
Upss dodol.
KAMU SEDANG MEMBACA
Twin'kle Love
Teen FictionGue nggak mau jatuh cinta. Gue nggak suka cowok dan gue muak dengan semua orang. Derita gue, adalah bukti atas keserakahan manusia akan harta dan cinta. ~Adlina Lucia Fernanda *** *** Di usahakan Up seminggu sekali, kalo bisa dan mood bagus pasti b...