"Nis, Nisa!" Adlan berlari menyusul sahabatnya yang tengah berjalan santai seraya senyam-senyum sendiri tidak jelas. Nampaknya cewek itu tengah berbunga-bunga setelah berhasil memulai langkah awalnya untuk PDKT dengan si doi.
"Ada yang mau gue omongin sama lo."
"Kenapa Lan? Ngomong aja!" jawab Nisa tanpa menghentikan langkahnya yang sudah berhasil Adlan dahului.
"Nggak di sini Nis."
"Terus?"
"Ikut gue!" Adlan menarik tangan Nisa. Namun belum sampai tergenggam, cewek itu menepisnya pelan.
"Eits, kemana? Kan udah bel."
"Palingan juga guru belum dateng. Ujan."
"Ya tapi, kan-"
"Penting," potong Adlan. Ia meminta dengan wajah melas, "please!"
Nisa pun mendengus pasrah. "Yaudah deh. Bentaran doang, kan?"
Adlan mengangguk. "Sepuluh menit."
Mereka sama-sama berbalik arah. Namun ternyata rencana Adlan mengajak Nisa pergi gagal. Di ujung tangga sana sudah ada guru mapel yang akan mengisi kelas mereka.
Jangankan bicara sepuluh menit. Satu detik saja tak bisa terluangkan untuk mereka. Padahal ada hal penting yang ingin Adlan tanyakan pada Nisa. Ini perihal perasaan. Tak bisa ditunda. Tapi...
"Yaudahlah, ntar istirahat lo bisa kan ikut gue bentar?"
Nisa menoleh. "Pasti bisalah. Udah biasa kan kita barengan pas istirahat?"
Adlan tersenyum hambar. "Iya sih."
Semua murid kelas XII pun mulai berhamburan masuk ke dalam kelas, tak terkecuali dengan satu orang yang tengah bersembunyi di balik pintu dengan memakai kacamata beningnya. Cowok itu tersenyum sinis setelah mendengar percakapan antara Adlan dan Nisa di luar kelas tadi.
Cowok cupu berkacamata itu pun mengambil ponsel dari saku bajunya lalu mengetikkan sebuah pesan. 'Bener-bener waktu yang pas. Kayaknya Boss emang berjodoh sama dia.'
***
Waktu istirahat pun tiba. Karena di luar masih gerimis, udara pun terasa dingin. Para siswa enggan meninggalkan kelas. Mereka memilih untuk menghabiskan waktu di dalam ruangan, kecuali beberapa murid tertentu yang memiliki keperluan sendiri termasuk Dhyas."Emang nggak bisa nanti dikit ya?" Lina tiba-tiba merajuk. Ia merasa berat hati harus Dhyas tinggal pergi ke Korea untuk beberapa hari ke depan.
"Nggak bisa sayang. Aku harus pergi sekarang." Dhyas mengusap pipi Lina dengan punggung tangannya. "Aku pergi ya?"
Lina diam saja tak merespons. Malah, ia membuang muka.
"Nanti aku bawain oleh-oleh deh. Kamu mau apa, hmm?"
Lina tetap bungkam, ia bersedekap tak mau menatap sang lawan bicara.
"Ntar aku bawain ice cream limited edition khusus dari sana, mau? Sekalian sama boneka, aksesoris. Semuanya deh. Aku bawain sama oppa-oppa-nya juga bila perlu." Dhyas mencoba bercanda, ingin mencairkan suasana hati Lina yang mulai membeku.
"Hmm?" Cowok itu menoel dagu Lina, berusaha mendapatkan perhatiannya. Tapi Lina tetap tak goyah.
"Nggak perlu. Udah pergi aja sana! Tau gitu mending nggak usah masuk sekolah sekalian." Lina seketika merasa badmood. Ia pun menelungkupkan kepalanya menghadap tembok.
"Kok gitu? Sayang, aku kan pengen ngabisin banyak waktu sama kamu biarpun cuma sebentar."
"Harusnya nggak usah. Percuma."
KAMU SEDANG MEMBACA
Twin'kle Love
Teen FictionGue nggak mau jatuh cinta. Gue nggak suka cowok dan gue muak dengan semua orang. Derita gue, adalah bukti atas keserakahan manusia akan harta dan cinta. ~Adlina Lucia Fernanda *** *** Di usahakan Up seminggu sekali, kalo bisa dan mood bagus pasti b...