Satu pekan telah berlalu. Lina akhirnya memberanikan diri untuk kembali bersekolah. Setelah kejadian penculikan waktu itu, Lina mengalami shock yang cukup berat. Ia bahkan sampai tak mau makan ataupun melakukan hal apapun.
Meski hampir setiap hari Adlan, Nisa dan Dhyas bahkan teman-teman perwakilan kelasnya datang menjenguk, gadis itu tetap tak mau menemui siapapun kecuali sang ibu dan... Ferdinan, papanya.
Lina merasa malu dan terpukul. Apa jadinya ia jika saudara kembar dan sahabatnya datang terlambat kala itu? Apa ia akan jadi gadis yang telah ternodai? Atau bahkan lebih buruk?Apa sekarang dirinya juga telah menjadi tranding topic di sekolahnya?
Setelah kejadian penculikan itu, terpaksa kepala yayasan harus men-DO anaknya sendiri karena telah berbuat hal yang tidak senonoh pada salah satu murid di sekolah Puri Anta Bangsa ini.
Meski Kerald menjelaskan bahwa ia hanya main-main saja dan tak pernah berniat untuk melakukan hal rendah itu pada cewek yang disukainya, tetap saja itu sudah termasuk ke dalam perilaku penculikan dan pelecehan seksual. Daripada harus melibatkan polisi dan membuat nama sekolah ini tercoreng, kepala yayasan pun memindahkan anaknya sekolah ke luar negeri.
Dan Elycia?
Tentu saja ia sudah pindah sekolah sendiri sebelum diperintah. Saat ingin memberi laporan, Elycia dan Mamanya tiba-tiba sudah menghilang entah kemana.
***
"Hai, Lin. Udah baikan?" Dhyas menyapa Lina canggung. Tak berani memanggil sayang ataupun menjahili pacarnya seperti biasa.
"Emm." Lina mengangguk lalu mengambil posisi duduk di samping Dhyas seperti biasa.
"Rambut baru kamu bagus. Cocok banget. Jadi makin cantik and fresh."
"Makasih." Lina tersenyum samar.
Ia sengaja memotong pendek rambutnya untuk membuka lembaran baru. Sekaligus membuang kesialan yang telah terjadi. Ia sudah bertekad akan melupakan hal tersebut. Apalagi setelah Kerald terus-terusan datang dan meminta maaf padanya. Cowok itu menjelaskan semuanya. Bahwa ia hanya ingin menakut-nakuti Lina, ia ingin melampiaskan rasa sakit hatinya karena selalu Lina tolak mentah-mentah pernyataan cintanya.
Yah, kini hati Lina mulai melega, karena cowok itu memang cukup menghargai Lina selama ini. Meski terkadang kasar, tapi Kerald tak pernah benar-benar melukai Lina. Kalau ia memang sungguh berniat jahat, sudah pasti dari dulu Lina sudah tak jadi apa-apa, kan?
"Kamu masih marah sama aku?" Dhyas membuka suara lagi. Kepalanya tertunduk. Cowok berwajah tampan itu merasa sangat menyesal karena telah gagal menjaga pujaan hatinya. Ia sudah membuat gadisnya terluka karena kelengahannya.
"Maaf karena aku nggak becus jadi cowok kamu. Maaf karena udah pergi ninggalin kamu. Maaf karena terlambat nyelam-"
Lina menyentuh tangan Dhyas yang mengepal di atas pahanya. Membuat cowok itu mendongak menatapnya. "Meski begitu, kamu tetep dateng dan mengabaikan semua kerjaan kamu. Papa kamu pasti marah, kamu juga mengalami kesulitan karena aku."
"Enggak. Harusnya dari awal aku nggak usah pergi. Harusnya aku jagain kamu. Harusnya-"
"Nggak pa-pa Yas."
Lina bilang tidak apa-apa. Tapi kedua tangannya terlihat bergetar saat menyentuh Dhyas. Gadis bermata almond itu sangat kentara memaksakan diri agar bersikap biasa saja. Ini kali pertamanya ia menyentuh lelaki lain selain keluarganya semenjak kejadian pahit yang lalu. Dhyas tak mungkin kurang ajar, dia bukan lelaki yang seperti itu. Jadi... jadi, Lina harus bersikap normal. Apalagi Dhyas pacarnya, salah satu orang yang Lina sayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Twin'kle Love
Teen FictionGue nggak mau jatuh cinta. Gue nggak suka cowok dan gue muak dengan semua orang. Derita gue, adalah bukti atas keserakahan manusia akan harta dan cinta. ~Adlina Lucia Fernanda *** *** Di usahakan Up seminggu sekali, kalo bisa dan mood bagus pasti b...