04

2K 76 2
                                    

Hari ini hari Minggu dan Guanlin tidak melakukan apapun. Dia merasa bosan karena teman temannya tidak ada bersamanya. Mereka travel ke Rusia dan dia harus menetap disana demi gadis yang jarang keluar kamar itu.
Guanlin tiba tiba merasa penasaran. Apa yang gadis itu lakukan di kamar? Guanlin menatap pintu mahoni itu lekat. Dia sudah sangat penasaran.
Guanlin mengambil kunci cadangan dari laci dapur, dia menderap agar langkahnya tidak diketahui. Dia memasukkan kunci secara perlahan.
Setelah kuncinya terbuka, dia membuka perlahan dan mengintip keadaan gadis itu. Ternyata gadis itu sedang duduk di beranda kamarnya sambil membaca.

Guanlin membuka pintu lebar lebar dan melangkah masuk kedalam
"Kau hobi membaca rupanya" ucap Guan dan duduk di sofa yang tersedia di ruangan itu.
"Aku hanya ingin menggunakan waktu kosong ku untuk membaca. Aku tidak sekolah, maka aku harus membaca" ucapnya tanpa mengalihkan perhatian dari Guanlin
"Apa ayahmu sangat miskin sampai dia tidak bisa menyekolahkanmu?"
Seren menatap Guanlin tajam. Guanlin hanya mengendikkan bahu santai.
"Aku tidak sekolah karena ayahku tercinta sudah menjualku kesini" balas Seren.
"Kalau begitu, kenapa kau tidak sekolah??" Tanya Guanlin membuat Seren muak.

Seren tidak menjawabnya dan melanjutkan membaca bukunya.
Guanlin yang merasa terabaikan mulai kesal.
"Hey!! Kau tuli?" Guanlin mengayunkan tangannya di depan wajah Seren yang dengan segera ditepis oleh Seren.
"Pergilah" ucap Seren ketus.
"Aku tidak mau!! Kau tidak punya hak mengusirku"
"Apa? Karna kau yang punya rumah? Biar aku yang pergi" ucap Seren hendak pergi

"Eh.. eh kau mau kemana??" Guanlin menghalang jalannya terlebih dahulu
"Aku mau pergi" jawab Seren
Guanlin berkacak pinggang
"Memangnya kau pikir ini daerah rumahmu, maka kau bisa pergi sesukamu??"
Pertanyaan Guanlin membuat Seren terkesiap.
"Aku tidak peduli" ucapnya dan pergi melewati Guanlin
"Dasar bocah sinting"

---
Pria itu benar, jalanan disini masih sangat asing bagiku. Perumahan tempatku tinggal dulu tidak seperti ini. Rumah tempatku tinggal sekarang juga cukup luas dan aku juga kesulitan mencari gerbangnya.

Dan sekarang aku berada di sebuah toko yang bisa kupastikan adalah toko roti.
Mereka memamerkan roti mereka yang begitu lezat. Perutku berulah lagi. Ah, aku ingat belum makan selama sehari.
Aku disadarkan dari lamunanku ketika seorang wanita paruh baya keluar.
"Ada perlu apa nona??" Tanyanya padaku. Untung saja aku fasih berbahasa Mandarin.
"Saya tidak apa apa" jawabku ramah.
"Kau lapar??" Tanya wanita itu. Aku ingin menolak, tapi perutku dengan tidak sopan menjawab pertanyaan wanita itu. Aku sangat malu. Tapi wanita itu hanya tersenyum.
"Masuklah, tokoku baru saja buka dan rotinya masih hangat" tawar wanita itu dan menarikku masuk kedalam tokonya.

Saat aku masuk, aroma roti langsung memenuhi Indra penciumanku. Aku menduga roti disini pasti sangat lezat. Sudah terbukti dari aromanya. Itu membuat perutku semakin memberontak didalam. Dia membawaku duduk di salah satu kursi dan dia membawakan ku segelas susu dan beberapa roti dan selai.
"Maaf,Bu tapi saya tidak memiliki uang. Saya hanya lewat saja" ucapku memperingatkan.
"Saya tahu. Kamu tersesat??" Tanya wanita itu.
"Ah sebenarnya iya. Saya baru saja datang ke negara ini." Ucapku jujur.
"Sudah kuduga. Aku tahu wajahmu bukanlah wajah Taipei. Tidak apa apa. Ini gratis untukmu, ayo makanlah" ucapnya dan mendorong nampan makanan tadi ke arahku.
"Terima kasih bu, kau sangat baik hati" ucapku dan aku mulai makan.
"Astaga, ini sangat enak" ucapku riang dan melahapnya rakus. Ibu itu terlihat senang saat aku memuji rotinya.

Setelahnya kami banyak berbincang. Ibu itu ternyata tinggal langsung ditoko itu dan dia membuat roti itu sendiri, terkadang ia dibantu anak tunggalnya yang sekarang bekerja di perusahaan keren di Taipei ini. Usaha toko roti ini sudah buka sejak 15 tahun yang lalu, dan cukup sukses sejak pertama buka.
"Kenapa ibu tidak mempekerjakan orang lain??" Tanyaku penasaran
"Aku, hanya ingin mencari orang yang Kusuka dan aku sendiri yang menawarinya. Karena bekerja dengan orang yang menyenangkan menurutku lebih menarik." Jawab bibi Ong .
"Lalu kau sendiri? Kenapa kau bisa tersesat disini?? Sedang liburan??" Aku terdiam sejenak.
"Aku dibuang oleh ayahku" ucapku
"Astaga" pekik bibi Ong terkejut
"Apakah ada alasan kenapa kau dibuang??" Aku kembali diam. Terlalu malu jika aku menjawab bahwa ayah terlilit hutang.
"Baiklah, aku tahu kau sangat terluka. Lalu, kau tinggal dimana? Bersama siapa?" Tanya bibi, aku berfikir. Menerawang siapa nama depan keluarga tempatku tinggal, aku tidak pernah bertanya siapa mereka.
"Ah aku lupa, kau tersesat kan,, aku akan menyuruh anakku untuk membantumu mencari rumahmu"
"Ah tidak perlu, Bi.... Aku terlalu merepotkan" cegahku.
"Tidak, tidak masalah. Anak itu sekarang sedang bermalas-malasan di kamarnya"

Bibi ong pergi kearah belakang. Aku merasa tidak enak sudah menyusahkan keluarga yang baru saja kukenal ini.
Tak lama, bibi Ong kembali bersama seorang pria. Dia terlihat seperti orang baru bangun tidur. Terlihat dari kaos longgarnya yang masih tersingkap dan boxer serta rambut acak acakannya.
"Anak ini!! Sopanlah! Ibu memiliki tamu" tegur bibi Ong memukul pelan lengan anaknya.
Dia seperti tersadar mulai melihatku.
"Astaga, siapa yang ibu bawa?? Ibu mencurinya dari negara lain??" Tanyanya antusias, aku hanya tersenyum untuk merespon ramah.
"Halo, namaku Serena, anda bisa memanggil saya Seren" ucapku formal.
"Santai saja, aku masih muda, berapa umurmu??" Tanyanya
"17 tahun" jawabku. Mereka berdua kompak terkejut.
"Bukankah anak sepertimu seharusnya sekolah???" Tanya Ong
"Dia dibuang ayahnya," jawab bibi. Aku merasa sakit saat orang menatap ku iba. Aku merasa malu dan benci pada diriku saat ini.
"Lalu kau tinggal dimana? bersama siapa?" Tanya pria itu lagi.
Belum aku menjawab, dering ponsel terdengar nyaring dan itu berasal dari handphone pria itu.
"Sebentar, ada telepon" diapun beranjak menjauhi kami.

"Seren" bibi Ong memegang tanganku.
"Jika kau tidak memiliki jalan untuk pulang, jika kau kembali tersesat, datanglah ke toko kami, aku dan anakku siap menerimamu kapan saja." Ucap bibi Ong dan mengelus tanganku.
"Aku sangat mendambakan anak perempuan dalam hidupku, dan aku sangat menyukaimu." Air mataku keluar saat bibi mengatakan hal itu.
"Terimakasih,bi. Aku juga sangat menyukai bibi. Bibi sangat baik hati dan ramah. Aku juga ingin bibi menjadi ibuku. Aku sudah lama tak memiliki ibu" ucapku jujur.
"Tinggallah bersama kami" ucap bibi.
Aku ingin sekali berkata iya, tapi seperti sedang teleportasi, pria menyebalkan itu muncul dihadapanku.

"Seren??"
Aku hanya menatapnya tajam.
"Guanlin? Ah kau cepat sekali, aku baru saja mencuci muka." Ucap anak bibi Ong,
"Guanlin, kau mengenal Seren??" Tanya bibi Ong.
Pria bernama Guanlin itu tidak menjawab, dia hanya diam menatapku dengan amarahnya.
"Ikut aku pulang!! SEKARANG!!!"
Hancurlah aku... Dia pasti akan meledak...
BOOOMMM!!
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Seong woo for you guys 😘😘Still read and vote this story' guys

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seong woo for you guys 😘😘
Still read and vote this story' guys
.
.
Maaf banget kalo ceritanya gaje banget, ini masih kreativitas pemula di wattpad ini,
.
.
Semoga kalian semua suka ya 😄

INNEFABLe[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang