2 minggu telah berlalu, keadaan Zee perlahan-lahan mulai membaik dan ia juga sudah dipindahkan ke ruang perawatan tentu dengan fasilitas VVIP. Aldrian masih setia menanti kesembuhan anak semata wayangnya.
Tiba-tiba matanya menangkap gerakan mata Zee yang perlahan mulai terbuka."Air.." suaranya begitu lirih dan seketika menyayat hati pria di depannya itu.
Aldrian memberikan segelas air putih dengan hati-hati.
"Sudah mendingan? Kamu buat Papa khawatir, Zee" Aldrian menatap khawatir sepasang manik yang persis sepertinya.
"Aku benci Papa" tiga kata itu seketika menusuk hati Aldrian, dia tau kesalahan terletak padanya tapi haruskan dibalas dengan kebencian yang medalam? Ya dari sorot mata Zee sangat menampaknya kebenciannya yang mendalam.
"Maafin Papa"
Zee sama sekali tidak menjawab, hanya menatap kosong ke langit-langit kamar rawat inapnya.
Tiba-tiba pintu terbuka dan terdpaat seseorang di depan sana, Haris yang tidak lain adalah Opa nya.
"Hallo, Cucu kesayangan Opa" Haris melangkah mendekati cucunya.
"Hallo Opa"
"Kau terlihat sangat lemas Zee, Opa punya sesuatu buat kamu" Haris menunjukkan sebuah paper bag dari sebuah toko buku terkenal.
"Apa isinya opa? " Zee meraih paper bag didepannya dan seketika matanya berbinar.
"Opaa... Zee ingin membacanya sekarang" seketika Zee melupakan kepalanya yang mssih terasa sakit.
"Kepalamu masih sakitkan? Istirahat dulu nanti diabacanya. Oh iya kata pegawai tokonya itu serinya kurang satu lagi bukan?"
Zee mengecek paper bagnya lalu menganggukkan kepalanya, "Iya nih, yang kurang itu emang seri yang paling diincer, aku sempat ikut PO nya cuma aku kehabisan" Zee melengkungkan bibirnya kebawah.
"Tenang saja, nanti Opa yang pesan dari penerbitnya langsung, khusus buat kamu" Zee tersenyum lebar lalu memeluk erat opanya sebagai tanda terima kasih.
"Al, dia benar-benar putrimu kalian sangat-sangat mirip, dulu kamu sama sepertinya. Tadinya terlihat lemas karena sakit tapi begitu diberikan hadiah kesukaannya langsung sehat lagi" Aldrian mendekat kearah mereka berdua, dari tadi ia masih sibuk dengan pikirannya tentang Zee.
"Benar-benar seperti ku" ucap Aldrian lalu mengelus dan mengecup puncak kepala Zee.
Zee masih tidak merespon, ia masih merasa kesal dengan Papanya itu dan satu lagi pertanyaan yang ingin ditanyakan Zee. Apa benar papanya harus memilih antara Zee atau calon adiknya?
"Permisi, selamat pagi nona Zee kau sudah terlihat sangat sehat pagi ini" tiba-tiba dokter dan seorang suster yang bertugas merawat Zee datang.
"Pagi Dok" Aldrian mempersilahkan dokter Jerry memeriksa keadaan Zee.
Setelah mengecek keadaan Zee, dokter Jerry memberi sedikit penjelasan, "Keadaanya sudah membaik kemungkinan dua hari lagi sudah bisa pulang, Zee pingin pulang gak? " Zee menganggukkan kepalanya.
"Kalau mau cepet pulang, makannya yang banyak, istirahatnya juga ya. Itu aja sih, sekarang lukanya di bersihin sama suster yaa" lagi-lagi Zee hanya menganggukkan kepalanya.
"Tuan, apa ingin menemani putrinya disini? Atau mau tunggu diluar. Sekarang lukanya mau dibersihkan" ucap suster tersebut.
"Saya tunggu disini aja, Sus"
Suster itu mulai membuka perban yang membalut kepala Zee dengan perlahan, lukanya tidak panjang tapi dalam, sepertinya ujung meja benar-benar mengenai keningnya.
"Hiks.. "
Zee tidak mengeluarkan suara, saat ini hanya air mata yang mengalir dari kedua matanya yang terpejam.
"Sakit tidak? " suster itu tau rasa sakit yang ditahan Zee sangatlah besar.
Zee menganggukkan kepalanya sambil meneteskan air mata.
Beberapa menit kemudian kepalanya sudah diperban kembali, suster tersebut juga sudah meninggalkan ruangan rawat Zee.
"Maafin, Papa. Gara-gara Papa kamu jadi kayak gini" Aldrian sangat sakit melihat bagaimana anaknya menangis dalam diam dan menahan rasa sakitnya sendiri. Seketika Aldrian memeluk erat anaknya yang masih menutup matanya sambil menahan rasa sakit.
"Kalau sakit nangis aja Zee, gak usah ditahan"
"Emang kalau aku teriak-teriak sakitnya bakal ilang? Bakal ada yang peduli? "
"Setidaknya Papa tau seberapa menyakitnya Zee, Papa jauh lebih takut kalau kamu gak bersuara kayak gitu, Papa takut kamu kenapa-kenapa. Papa mana sih yang enggak peduli sama anaknya"
"Papa di depan aku" suara Zee sangat datar tanpa menunjukan suatu kesedihan, kebahagian atau apapun itu.
Aldrian bingung untuk menjawab perkataan anak semata wayangnya itu, nyatanya ia memang melakukan kesalahan.
"Oya, satu lagi Pa. Setelah ini aku mau tinggal sama opa aja ya"
"Hah?! Ngapain sama opa? " tanya Aldrian.
"Aku mau sama opa, Paa" Zee merengek meminta agar keinginannya dipenuhi.
"Papa gak bisa janji Zee, kalau kamu sama opa. Gimana sama Papa? "
"Papa suruh Mama pulang aja, aku yang pergi dari rumah biar gak ada gangguan kedepannya. Aku tau kok Pa kalau adik udah lahir mungkin aku bakal Papa lupain, makanya dari sekarang aku siap-siapa biar gak shock nant--"
"SIAPA YANG BILANG KAYAK GITU?!"
ucapan Zee terpotong dengan teriakan Aldrian."Aku tau Pa! Gak usah hibur aku kayak gitu! Nyatanya Papa memang butuh pewaris, bukan anak yang notabene nya lemah kayak aku! Aku benci itu Pa!" Zee tidak kalah berteriak lebih kencang.
"Siapa yang kasih tau semua ini? Siapa?"
"Liza"
Percakapan mereka berakhir karena Aldrian langsung pergi meninggalkan ruang rawat Zee. Entah kemana ia menuju yang pasti meninggalkan Zee sendirian, tanpa memikirkan bahaya lain yang sedang menanti anaknya itu.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
WELCOME TO MY SCARY HOME(TAMAT✔)
Paranormalsudah 14 tahun aku menempati rumahku ini banyak kejadian-kejadian yang tak wajar ku alami entah kenapa orang tuaku melarangku ke salah satu sudut rumah? hingga pertemuanku dengan seorang perempuan misterius mengakhiri semuanya.... ...