010-In thirteen years later

6K 935 63
                                    


Peluit kuarter ketiga dibunyikan.

Di tengah-tengah undakan penonton. Di tengah lapangan persegi panjang seluas dua puluh delapan koma lima kali lima belas meter, Jungkook memajukan langkahnya, satu jengkal masuk ke garis lingkaran di tengah lapangan. Mengedarkan pandang ke tribun penonton. Tidak menemukan Taehyung berdiri di sana—di antara penonton lainnya. Kursi di samping papa kosong, artinya Taehyung belum datang. Jungkook membalas senyuman papa yang dilemparkan padanya. Eunha, temannya sejak di taman kanak-kanak, juga berdiri di sana mengenakan seragam cheerleader khas sekolah mereka. Mengepalkan tangan memberi semangat dan melayangkan senyuman manis seperti biasa.

Jungkook mendongak pada bola yang dilambungkan, lalu dia teringat, apa karena jadwal pertandingan bentrok dengan jadwal kuliah Taehyung dan terlebih hujan hingga hyungnya itu tidak bisa datang kemari. Ah, Jungkook merasa sedikit sedih. Dia ingin Taehyung bisa datang di detik babak terakhir dan melihatnya mendapat piala kemenangan.

Bola yang dilambungkan berhasil diambil alih oleh Jungkook, dia menggiring bola dengan gesit. Point guard berusia delapan belas tahun ini telah mencatatkan rentetan rekor individu panjang. Jungkook memecahkan rekor triple-double terbanyak pada seri regular dalam satu musim. Di pertandingan pekan olahraga semester kemarin Jungkook nyaris membuat triple-double lagi.

Mingyu menerima bola yang dilemparkan Jungkook, saat Jungkook dibekukan oleh dua pemain tim lawan. Mingyu menggiring bola, mendekat pada ring tim lawan. Dia melompat, mendorong bola dengan kekuatan penuh, tapi nyaris sekali, bolanya gagal masuk melewati ring, dan justru memantul keluar.

Jungkook menepuk bahu Mingyu, “Jangan terburu, kita masih punya waktu untuk mengejar ketertinggalan. Ini hanya selisih sebelas angka. Percaya saja padaku.”

Setelahnya bola kembali berada dalam kuasa telapak tangan Jungkook, memantul dengan irama teratur. Di delapan menit terakhir, Jungkook menoleh pada kursi di samping papa. Taehyung ada di sana. Terlihat sehabis marathon, mengejar waktu untuk bisa sampai kemari. Senyum Taehyung mengembang lebar. Ikut berteriak seperti supporter dari sekolahnya.

“Semangat Jeon Jungkook!”

Pada kuarter keempat, Jungkook menggila. Melakukan triple-double seperti apa yang pernah dia lakukan sebelumnya. Membuat tim lawan kewalahan mengejar ketertinggalan. Kewalahan menghadang Jungkook yang terus melompat memasukkan bola ke dalam ring. Hingga tim lawan menyerah kala peluit dibunyikan. Pertandingan berakhir. Dengan perolehan angka 60-38. SMU Seoul kembali membawa pulang piala kemenangan.

Mingyu dan anggota tim lainnya berlari memeluk Jungkook. Sorakan riuh mengisi hingga keseluruh penjuru lapangan.

Jungkook berlari mengejar papa yang berada di tribun, memeluk papa dan Taehyung secara bergantian. Dalam dadanya dipenuhi rasa kebahagiaan. Eunha mengucapkan selamat dengan wajah merona yang begitu manis. Papa berpikir keduanya memiliki hubungan khusus, terlebih saat Eunha meminta untuk bicara berdua di sebuah lorong yang sepi. Jauh dari keramaian.

“Sesuatu terjadi padamu?” tanya Jungkook sedikit khawatir, pasalnya Eunha berubah menjadi pendiam sejak tadi.

“Tidak, Jungkook. Hanya ingin bicara berdua denganmu. Ini tentangku, aku—aku—menyukaimu.”

Jungkook berhenti mengamati ujung sepatunya yang sejak tadi menendang angin. Dia mendongak memandang Eunha dengan raut terkejut. Menyukainya? Dalam artian teman, atau ada makna lain dibalik itu semua. Kemudian, mengamati bagaimana pandangan resah dari Eunha menjadikan Jungkook mengerti semua hal yang gadis ini inginkan darinya.

“Eunha, bagaimana aku mengatakan ini. Aku sangat menyayangimu, menghargaimu sebagai teman. Hanya teman, apa ini menyakitimu? Aku minta maaf. Mungkin perlakuanku selama ini berlebihan sehingga kau salah paham.”

Leave Out ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang