019

5K 669 68
                                    


Jungkook menunggu Taehyung yang sedang mandi, sambil dia membersihkan sisa sarapan mereka. Mengambil kotak makan, dan membungkus beberapa makanan dan camilan dari kulkas yang bisa di bawa dan mereka nikmati sepanjang perjalanan menuju Daegu. Mengunjungi papa dan menikmati sisa hari hingga esok kembali tiba. Jungkook tertawa kecil, berpikir kalau ini mirip dengan kencan.

Mengatur rencana dalam kepalanya, kemana sebaiknya dia membawa Taehyung untuk pergi bersenang-senang. Pantai? Gunung? Taman bermain? Kemanapun itu, jika bersama Taehyung maka Jungkook akan merasa bahagia. Bahagia hanya dengan Taehyung selalu berada disisinya, tertawa lepas.

Jungkook menoleh, kala mencium aroma sabun mandi Taehyung. Lelaki cantik yang tengah dia pandangi berjalan menghampiri adalah kakaknya. Taehyung hanya mengenakan pakaian sederhana, namun mengapa tampak sangat menawan dalam pandangan Jungkook.

“Ayo!” ujar Taehyung, Jungkook mengangguk. Mereka mengunci rapat rumah dan gerbang. Jungkook hendak menggandeng tangan Taehyunh tapi kakaknya lebih dulu merangkul lehernya seperti mencekik. Membuat Jungkook kesulitan berjalan, ketikan pesan singkat yang hendak dia kirimkan pada bibi Hani menjadi kalimat rancu yang yang berantakan. Dia berpamitan melalui pesan singkat karena bibi Hani sudah berangkat untuk mengajar, dan paman Haneul juga sudah pergi pagi sekali.

Hyung, lepas dulu!”

“Tidak mau! Aku rindu Jungkookie.”

“Kita bertemu setiap hari.”

“Tapi tidak ada waktu bermain bersama. Kuliahku jika UAS sibuk sekali. Jungkookie juga sibuk belajar menjelang liburan. Dan sering kelayapan lewat tengah malam.”

Jungkook berhasil menekan send pada akhirnya. Dia melepas rangkulan Taehyung dengan sedikit paksaan. Sekarang dia lebih tinggi tiga centi dari Taehyung. Tentu merangkul Taehyung jauh lebih mudah ketimbang, Taehyung yang merangkul dirinya.

“Nah, sekarang sudah bersama. Ayo habiskan waktu libur dengan bersenang-senang. Hyung mau kemana?”

“Menemui Papa, lalu pantai, makan es krim di taman bermain, pergi ke aquarium, menonton film, makan malam besar, dan tidur bersama Jungkookie.”

Jungkook terkejut. Takut telinganya salah dengar.

Tidur bersama?

“Apa hyung? Tidur bersama?”

Taehyung menoleh dan ikut berhenti berjalan. Dia menyadari ucapannya dan menendang tulang kering Jungkook. “Hanya tidur, Jungkook! Astaga! Apa usia legalmu, membuat otakmu menjadi mesum?!”

Hyung, aduh sakit!”

Jungkook berlari dari hajaran Taehyung.

“Adik sialan! Berani sekali berpikiran mesum tentangku!”

“Bagaimana tidak kepikiran kalau semua keinginan yang hyung sebutkan, seperti kita sedang merencanakan kencan!”

“Tidak ada kakak yang kencan dengan adiknya. Ini liburan keluarga. Astaga, Jungkook!”

Nah, kan. Pikiran Taehyung itu aneh.

Bagian mana yang bisa disebut liburan keluarga? Pergi ke pantai dan taman bermain oke. Menonton film. Oke. Tapi tidur bersama.

Jungkook menggeleng cepat. Mengenyahkan pikiran kotor dalam kepalanya.

-ooOoo-

“Paman sedang keluar membeli alat, anda sebaiknya menunggu sebentar saja, Tuan,” ucap seorang gadis muda penunggu bengkel pada Jungkook. Menjelaskan jika pemilik bengkel sedang tidak ada di tempat saat ini dan akan kembali mungkin lima belas menit lagi.

“Tapi aku buru-buru,” balas Jungkook, menarik sopan lengannya yang hendak digeret oleh gadis itu menuju ruang tunggu. “Aku harus pergi karena kakakku sedang merindukan Papa.”

“Kalian bisa menunggu di sini sebentar. Aku akan membuatkan kopi, dan mungkin bisa bertukar nomor handphone, Tuan?”

“Ah, ituㅡ“ Jungkook, menoleh pada Taehyung yang menunggu di samping mobil dan menatap jengah padanya. “Tidak bisa, kakakku bisa marah kalau tahu aku memberikan nomor pada orang asing.”

“Kita tidak akan menjadi orang asing kalau anda mau berkenalan dengan pelan?”

“Noona, tolonglah. Berikan notanya dan biarkan kami pergi. Kami sudah terlambat.” Jungkook sebal juga di goda seperti ini, apalagi wajah Taehyung sudah menekuk sebal. Dia mengigit bibir cemas, ketika Taehyung, akhirnya menghampiri.

“Nota untuk nomor handphone, bagaimana?”

“Hei. Kau ini dibayar untuk menggoda atau untuk melayani pelanggan dengan aturan? Apa meminta nomor handphone masuk dalam prosedur layanan? Berikan notanya dan kami akan membayar, apa sesulit itu? Tidakkah adikku sudah bilang bahwa kami terlambat. Pelayanan di bengkel ini buruk sekali, Jungkookie. Besok jangan taruh mobilmu lagi di sini.” Kata Taehyung, mendengus sebal dan memasuki mobil, lalu membunyikan klakson. “Papa menunggu kita, Jeon Jungkook!”

“Sudah kubilang, ‘kan. Kakakku kalau marah seram. Notanya, juseyo?”

Gadis itu berbalik, wajahnya sama dengan wajah sebal Taehyung. Dia mengambilkan Jungkook nota di meja kasir, dan menyebutkan nominal yang harus dibayar Jungkook. Selepas membayar dan menerima nota, Jungkook berlari memasuki mobil karena Taehyung semakin brutal menekan klakson.

Hyung, apa sih. Berisik.”

“Berisik mana aku dengan gadis itu.”

“Kalau cemburu bilang saja.” Jungkook memundurkan mobilnya dan keluar dari kawasan perumahan.

“Aku mana ada cemburu. Aku sebal karena ada gangguan untuk liburan kita. Ck! Memang apa bagusnya dirimu, sih. Tidak di kampus,  di sini, selalu digoda gadis-gadis.

“Aku tampan, seksi, pintar, dan kaya.”

Taehyung mendelik pada Jungkook, “Terlalu percaya diri,” katanya masih separuh sebal. Menarik kotak makan yang dibuatkan Jungkook. Dia membuka kotak makan dan mencomot sushi di dalamnya, memakannya dengan brutal. Mengabaikan tawa Jungkook yang terdengar mengejek. “Ah, enak sekali.”

“Terima kasih.”

Taehyung kembali mendelik. “Jungkook, ada yang salah dengan sistem kepercayaan dirimu. Saat kau masih kecil sekali, kau itu pemalu. Kemana-mana mengekor padaku. Cengeng. Kalau ketakutan sembunyi di belakangku. Kenapa sekarang kau, jadi seperti ini sih?” Taehyung bertanya heran, sambil terus memakan bekal yang dibuatkan Jungkook.

“Itu, ‘kan karena aku masih kecil dan belum bisa melindungi diri sendiri. Sekarang aku sudah sembilan belas, bisa melindungi diri dan melindungi hyung. Sekarang aku tidak sembunyi di belakangmu, tapi aku akan menjadi temengmu, hyung. Aku bahkan mendahului hyung untuk mendapatkan surat ijin mengemudi.”

“Tidak usah bahas surat ijin. Itu membuatku sebal!”

“Dan saat usia dua puluh, aku akan mendapatkan hak waris dari Ayah. Lebih dari cukup untuk merintis usaha dan menghidupi kita berdua.”

“Jungkook,”

“Ya, hyung?”

“Terima kasih, masih bersamaku. Keluargaku hanya tinggal Jungkookie.”

“Aku juga, hyung. Tidurlah, perjalanan kita masih panjang.”

.

.

-tbc-

.
.

Leave Out ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang