Daegu
Tidak ada yang bisa Jungkook lakukan selain berdiri diam, memandangi punggung Taehyung, yang bergetar karena menangis di hadapan guci abu papa. Taehyung menangis usai mengirim doa untuk papa. Suara tangis yang memilukan, menyakiti hati Jungkook.
Jari panjang Taehyung tampak rapuh menyentuh foto papa di balik kaca. Wajah papa yang tersenyum hangat, membuat mereka rindu akan pelukannya. Tiap katanya yang penuh semangat, tidak pernah menyerah bahkan di sisa napasnya selalu untuk melindungi mereka.
Kini papa telah terbebas dari sesaknya dunia. Lepas semua sakit yang ia derita. Tidak perlu khawatir akan kedua anaknya yang telah beranjak dewasa. Setidaknya begitu, bukan?
Jungkook mencoba meyakinkan diri bahwa keputusan yang telah dia ambil adalah benar dan akan baik-baik saja kedepannya. Sekalipun Jungkook tidak tahu dimana jasad ibunya dimakamkan. Karena Jungkook hanya meninggalkannya begitu saja dengan kecupan selamat tinggal di kening. Setelahnya, dia tidak tahu apa yang terjadi pada ibunya.
Diam-diam Jungkook juga ikut menangis. Dada mereka sama sesaknya. Jerit tangis Taehyung menjatuhkan semua air mata Jungkook. Penyesalan membumbung tinggi dalam dirinya. Jungkook melangkah pergi, keluar dari rak-rak penyimpanan abu. Berlari cepat menuju mobilnya dan menjerit keras di sana. Berkali-kali memukul stir kemudi dengan keras, dan menjenggut kasar rambutnya. Jemarinya terkepal kuat, mencari pelampiasan untuk penenang sakit hatinya.
Berapa kalipun Jungkook berkata dia baik-baik saja. Sebanyak apapun Taehyung berucap tidak apa-apa. Walaupun mengatakannya sambil tersenyum. Nyatanya, kehilangan seseorang yang sangat kamu sayangi. Dalam satu waktu selalu ada dirimu yang merasa tidak pernah baik.
Tidak pernah rela untuk melepas, dan selalu menyalahkan takdir. Merutuk pada pecipta semesta. Mengapa tidak aku saja yang Kau ambil? Mengapa tidak manusia brengsek di luar sana saja sebagai gantinya? Kenapa harus papa?
Selalu seperti itu.
Ada yang bilang bukan waktu yang abadi, karena dia selalu bergerak. Kitalah yang abadi karena ada di setiap waktu. Tetapi apa yang aku lihat? Di waktu itu papa meninggalkan kami semua. Di waktu itu, Jungkook kehilangan ayah dan ibunya. Di waktu itu pula Jungkook direnggut kebahagiaannya. Dia seakan dibuat sengaja untuk menderita dan merasakan luka agar terus hidup. Seolah kebahagiaan adalah ajal kematian jika ia tidak merasakan sakit di kemudian harinya usai badai kebahagiaan menyerangnya.
Bukan kegelapan yang menemukan cahaya, tetapi cahaya yang meredup dan meninggalkan Jungkook sendirian dalam kegelapan.
Jungkook tersentak dari lamuman, dirinya sudah lebih tenang saat Taehyung mengetuk kaca mobil. Jungkook tersenyum menyambut Taehyung yang masuk usai ia membuka kunci pintu.
"Merasa lebih baik?" tanya Jungkook, memerhatikan wajah lesu Taehyung dengan linangan air mata yang masih membekas di pipinya. Mata Taehyung bahkan masih merah dan berkaca-kaca dan kantung matanya bengkak.
"Sedikit," jawab Taehyung pelan, "Jungkook sendiri bagaimana?"
"Aku? Baik-baik saja. Akan lebih lebih lebih baik jika hyung juga begitu." kata Jungkook, masih dengan memandangi wajah Taehyung. Menatap dalam ke sana, "Hyung, bukankah kita berencana untuk kencan hari ini? Hapus air matamu sebentar saja. Ayo buat momen bahagia kita. Dan, bagaimana kalau itu dimulai dari pantai?"
Taehyung mengusap air matanya yang menggenang di pelupuk. Dia kemudian tersenyum dan mengiyakan ajakan Jungkook.
"Call! Tapi ini bukan kencan, Jungkook! Kita sedang melakukan perjalanan liburan."
"Liburan? Tapi kelas hyung besok tidak libur. Sebaiknya kita pulang saja."
"Jungkook, ish! Putar arah kemudimu ke pantai sekarang juga!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Leave Out ✅
Fanfiction[ KookV - Fanfiction ] "I'm strong on the surface. Not all the way through." ㅡLinkin Park 'Leave Out All the Rest' Genre : Romance; Hurt/Comfort; Crime Rate : T - M