015

5.1K 786 44
                                        


Mata Jungkook bergetar ketakutan. Keberadaan Namjoon di sampingnya, bersama pertanyaan yang dilontarkan membuat diri Jungkook semakin tertekan. Apa dia akan kembali bersembunyi, atau lari dan pergi dari semua fakta mengerikan ini. Kalau anak yang Namjoon maksud adalah benar dirinya.

Tapi berita itu sudah lama sekali hilang. Papa sudah memblokir semua berita mengenai Jungkook yang menembak mati ayahnya sendiri hingga tidak menyebar keluar Busan. Lantas, bagaimana Namjoon bisa tahu?

"Melihat dari ekspresimu yang ketakutan. Tentu saja aku benar."

Sebenarnya siapa Namjoon?

"Bagaimana kau bisa tahu?" tanya Jungkook, menatap Namjoon yang duduk tenang di sampingnya. Pria itu tersenyum lebar, tanpa ada gurat beban di wajahnya.

"Beritamu muncul bagai luncuran bom atom, tapi kemudian hilang—layaknya angin menerbangkan asap. Tidak ada jejak sedikit pun. Usiaku sepuluh tahun, ketika aku mencoba mertas sebuah sistem. Beritamu muncul di hari itu, aku tertarik dan mencoba menggalinya lebih dalam, tapi seseorang membuat dinding tebal dan menarik semua informasi tentangmu. Dia menggunakan sistem keamanan serupa informasi rahasia kenegaraan. Itu pertama kali aku mencoba meretas sistem, kemudian dihadapkan dengan sesuatu yang tidak aku mengerti. Hingga sekarang, aku tidak mendapat apapun. Kecuali identitas barumu dalam kartu keluarga Inspektur Kim Saejoon." Namjoon melanjutkan. Dia berbisik, "Tenang saja Jungkook, aku hanya warga sipil biasa. Aku bekerja di sebuah club di Gangnam jika kau membutuhkanku. Setelah Inspektur Kim ditemukan tewas, informasi mengenai dirimu kembali berkeliaran di internet. Entah polisi itu yang terlalu bodoh atau mereka sengaja memancing Ibumu untuk keluar?"

Jungkook terpasung oleh perkataan Namjoon. Bahkan saat Namjoon mencoretkan nomor handphone pria itu di atas telapak tangannya, Jungkook masih juga bergeming. Hingga Namjoon keluar dan menutup pintu dengan keras barulah Jungkook tersadar dari semua lamunannya, dia memandang sekilas Namjoon yang melangkah menjauh, pergi ke kerumunan penonton di pinggir arena balap.

Kemudian Jungkook memutar mobilnya, kembali pulang. Wanita yang sempat menempel pada mobil Jungkook berjengkit menjauh disusul decakan sebal. Dalam pikiran Jungkook sekarang ini terbayang wajah Taehyung. Jika ibunya mengincar dirinya, maka tentu saja Taehyung adalah sasaran utama untuk dijadikan umpan agar Jungkook keluar.

-ooOoo-

Taehyung masih terlelap sewaktu Jungkook tiba di kediaman nenek Taehyung. Posisi Taehyung berbalik memunggungi pintu, selimutnya merosot sampai sebatas pinggang. Punggung yang selalu melindungi sewaktu kecil, kini terlihat rapuh. Menjadikan Jungkook terus ingin melindunginya. Memeluk Taehyung untuk selamanya. Seperti janji yang pernah dia ikrarkan pada almarhum papa. Tepat sebelum papa meninggal. Namun, jika Taehyung justru menjauh setelah tahu seluruh penderitaannya—penyebab papa terbunuh berpusat pada diri Jungkook, apa yang harus dia lakukan?

Jungkook ikut berbaring di samping Taehyung, dan memeluk Taehyung. Wajahnya tenggelam di bahu Taehyung. Dengkuran halus Taehyung, justru membuat air mata Jungkook jatuh. Perasaan anak remaja ini dikuasai oleh kekalutan, tidak tahu bagaimana cara mengungkap seberapa menderitanya dia. Bagaimana mengatasi semua masalah yang datang bertubi. Besok, kala terbangun dari tidur lelap, lari sejenak dari masalah. Mereka justru datang semakin kisruh, mericuhkan mimpi indah yang semalam dibangun.

Ayahnya pergi karena kecerobohannya. Ibunya pergi karena kenakalannya. Papa pergi karena dirinya—orang jahat itu membunuh papa karena mengincar dirinya. Jika memang benar Taehyung menjauh, tidak ada lagi alasan bagi Jungkook untuk menjadi anak baik yang selama ini papa nasehatkan padanya. Tidak ada keputusan lain yang Jungkook pikirkan selain menjatuhkan diri dalam jurang dan merusak dirinya. Lantas, kemudian juga tidak ada alasan Jungkook untuk bertahan di sisi Taehyung. Tentu juga tidak ada alasan baginya untuk hidup.

-ooOoo-

Esok paginya adalah jadwal kembali ke Seoul. Jarum jam sudah menunjuk angka Sembilan lebih lima belas, tapi Jungkook dan Taehyung tidak menunjukkan tanda bahwa mereka telah terbangun. Bibi Hyera bangkit dari sofa ruang tengah, menaiki undakan tangga dan memutar knop pintu kamar Taehyung dengan perasaan kesal.

Tidak biasanya Jungkook bangun telat, pikirnya. Teriakan bibi Hyera terbungkam melihat apa yang terjadi di hadapannya. Dalam kamar yang masih disinggahi keremangan cahaya lampu karena tirai jendela yang belum dibuka. Taehyung tidur meringkuk rapat dalam pelukan Jungkook. Wajah keduanya terlihat begitu nyenyak mengarungi mimpi. Bibi Hyera sampai tidak tega membangunkannya, mengingat kedua anak itu memang tidak tertidur sejak papa meninggal.

Taehyung tidak pernah berhenti menangis. Selalu menolak untuk makan. Tubuh Taehyung jadi terlihat lebih kurus dan lingkar hitam di kantung matanya yang membengkak membuat Taehyung tampak begitu menyedihkan. Jungkook mungkin terlihat baik-baik saja karena tidak pernah menangis, makan teratur seperti biasanya. Tapi bibi Hyera cukup peka untuk menyadari bahwa sinar kebahagian di wajah Jungkook meredup. Jungkook memendam perasaan sedih dalam dirinya sendiri, tidak melampiaskan seperti apa yang Taehyung lakukan. Ini membuat bibi Hyera lebih khawatir pada Jungkook. Anak itu sulit untuk membuka perasaan, terlalu menyalahkan diri.

Bibi Hyera juga tahu Jungkook semalam menyelinap keluar menjelang tengah malam, lalu pulang dini hari. Jungkook melakukan apa yang diucapkan padanya, jika papa pergi, jika Taehyung pergi. Jungkook akan merusak dirinya dan mati perlahan. Lantas apa yang bisa diperbuatnya untuk memperbaiki semua masalah yang dihadapi Jungkook? Yang masih terlalu muda untuk menanggung beban ini sendirian.

Bibi Hyera membekap mulutnya yang hampir mengeluarkan isak tangis tanpa dia sadarai, air matanya sudah jatuh.

Tetapi, tempramen Jungkook saat sedang membumbung penuh amarah tidak bisa dilawannya. Anak itu memiliki sisi keras kepala yang tidak bisa dibantah oleh siapapun.

Kalau Jungkook sudah berkata, maka dia akan melakukannya tanpa peduli resiko yang akan dihadapi kedepannya. Termasuk melakukan hal yang sama pada pembunuh papa. Jungkook berencana membalaskan, yang artinya membunuh ibunya sendiri.

.

.

-tbc-

Ditulis dalam perjalanan arus balik mudik Madura-Surabaya-Tulungagung

Maaf untuk words yang sedikit, menulis di bus ternyata sulit juga ya, wkwk

With Love, Jae ( Leettlestar )

Leave Out ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang