Bab 6

2.6K 158 12
                                    

Ali tak mau melanjutkan belajarnya, ia selalu terbayang-bayang wanita itu. Ia bergidik ngeri, untuk sekedar bercerita pada Maminya pun ia tak mampu. Ia langsung naik keatas kasur, menutupi tubuh dan wajahnya dengan selimutnya. Dan berharap ia aman didalam sana.

Sang fajar tlah tiba, sinar matahari menerangi bumi. Tempat yang paling aman saat ini adalah disekolah. Kenapa begitu? Karna disana tak ada kejadian-kejadian aneh seperti dirumah. Ali ingin segera berangkat kesekolah. Mata Ali tampak sayup, karna kurang tidur semalam, Ya Tuhan kini aku benar-benar dilanda ketakutan, katanya. Ia menjadi paranoid semenjak insiden semalam.

Saat sarapan Aurel bertanya pada Ali, kenapa dirinya terlihat tak sehat seperti biasanya. Ali hanya menggelengkan kepalanya beberapa kali dan hanya menjawab 'Gak apa-apa Mi'.

(Saat disekolah Kesya)

Ia mendapat kabar dari wali kelasnya jika Ani tidak dapat masuk sekolah hari ini karena demam tinggi. Kesya merasa sedih mendengarnya, bagaimana tidak? Ani adalah satu-satunya temen yang ia punya. Selain Ani, ia tak memiliki teman lagi. Hari-hari ia lewati dengan kebosanan. Ketika pelajaran berlangsung, Kesya hanya memainkan bolpennya, memutar-mutarnya dimeja. Dirinya merasa prihatin dengan temannya itu, apa mungkin gara-gara kemarin? Apa Sia yang membuat Ani sakit?

Sementara itu..

(Disekolah Ali)

Ali duduk paling belakang, ia tak suka duduk depan sendiri. Kebiasaan buruk Ali dikelas adalah suka menjahili teman-temannya. Ali terkenal sebagai anak yang ceria dan mudah berbaur. Tapi hari ini, Ali menjadi sangat pendiam. Tak ada canda gurau ataupun jahilan dari Ali.

Teman-teman Ali menatapnya dengan heran.

"Kamu kenapa, Li?." tanya Reno(teman semejanya).
"Gak apa-apa kok." jawabnya tanpa menatap Reno.
"Kok tumben sih diem aja. Biasanya kamu paling heboh." kata Lutfi, duduk di hadapannya.

Ali masih terbayang wanita itu. Benar-benar ia sulit menghapus dari memorinya. Suara jendela terbuka membuat dirinya ketakutan, tangannya gemetar. Untuk sekedar menoleh pun tak punya nyali. Suara itu nyaring sekali, Ali menutup kedua telinganya.

"Hei, ada apa Li?." tanya Lutfi keheranan melihat sikap aneh Ali.
"Apa kamu mendengar sesuatu? Yang membuat telinga mu sakit?." tanya Reno.

Ali melirik kearah jendela itu, tak ada apapun disana. Itu hanya suara decitan jendela tua yang rusak, ekselnya mungkin saja sudah karatan, dan menimbulkan bunyi itu.

Saat jam istirahat tiba, Ali dan kedua temannya pergi ke kantin. Tempat itu selalu ramai, antriannya saja seperti kereta api. Hal termalas adalah mengantri pada saat perutnya demo, Ali pun duduk dibangku panjang kantin sembari menunggu antrian berkurang. Tapi sayangnya antrian itu makin panjang, bel masuk berbunyi. Ali belum membeli apapun. Reno mengajak Ali kekelas, dengan wajah kelaparan Ali pun masuk kelas. Saat jam pelajaran dimulai, perutnya tak bisa diajak kompromi, cacing-cacing di perutnya mulai murka, tadi pagi ia hanya makan beberapa sendok nasi nafsu makannya berkurang saat dirumah.

Ali mengalamai kesakitan pada perutnya, bagaimana pun caranya ia harus memakan sesuatu. Ali izin ketoilet, namun ia menyelinap ke kantin diam-diam. Membeli sebungkus mie cup yang diseduh. Ali membawanya keperpustakaan, nasib baik untuknya karna penjaga perpus sedang rapat. Tak ada siapapun disana, Ali duduk dibangku perpus, membuka tutup mie cup-nya, uap mie itu menguap memberi hawa panas pada wajahnya. Ia menunggu mie itu dingin. Tak berapa lama, ia memakan mie menggunakan garpu plastik. Baru satu suapan, kemudian penjaga perpus datang, Ali memberi sapaan hangat padanya. Tapi penjaga itu bersikap dingin pada Ali, ada sesuatu yang aneh pada penjaga itu, mata Ali sesekali melirik kearah penjaga itu, seperti tak biasanya. Biasanya Pak Amar(Penjaga Perpus) membalas sapanya, karna Ali sering keluar masuk perpus untuk meminjam buku.

Ali mencium aroma busuk, aroma itu membuatnya tercekik. Ali melihat ke wadah mie cup-nya, dan mie itu berubah menjadi cacing serta belatung. Perut Ali mual seketika, perutnya tak lagi lapar kini merasa mual. Apakah ini halusinasinya? Ali membawa mie itu ketempat sampah. Lalu Ali segera mungkin ketoilet, dan memuntahkan mie yang ia makan.

Tak lama kemudian, Ali keluar dari toilet. Ia kembali kekelas, di koridor ia bertemu Pak Amar dari arah ruang guru. Pak Amar menyapa Ali.

"Pak Amar abis dari mana?." tanya Ali.
"Abis rapat, Nak." katanya tersenyum.
"Memang rapatnya kapan selesainya?." tanya Ali meneyelidik.
"Baru saja. Nak Ali abis dari mana?." tanya Pak Amar balik.
"Tadi aku abis dari perpus. Tadi juga ada Bapak kok." kata Ali sedikit bingung.
"Kamu jangan bercanda. Saya baru aja selesai rapat. Dan saya baru ketemu kamu ya baru ini." kata Pak Amar membuat Ali merinding.

Ali terdiam.

"Yasudah, saya mau ke perpus dulu ya, Nak." pamit Pak Amar.

Ali masih terdiam mematung. Apa Pak Amar serius? Lalu tadi siapa? Pantas ada yang aneh dengan Pak Amar tadi saat diperpus. Pikiran Ali mengarah pada makhluk tak kasat mata. Ali berlari menuju kelasnya, setibanya disana, napasnya terengah-engah. Bu Laras menanyai Ali, kenapa berlari-lari seperti itu.

"Ha-habis olahraga, Bu." celoteh Ali.
"Ada-ada saja kamu. Yasudah cepat duduk." perintah Bu Laras.

Ali pun duduk.

"Kamu kenapa sih, Li?." tanya Reno.
"Aku gak mau cerita." tolak Ali.
"Halah.. Kok gitu sih! Gak asik ahh!."

Ali masih mengatur napasnya. Kini ia mulai paranoid, tidak dirumah tidak disekolah kini sama saja. Dia mengikutiku? Kini hidupku tak aman lagi, katanya dalam hati. Apa yang harus ia lakukan? Apakah ia harus menceritakannya pada Maminya?

Rasanya Ali ingin menangis. Tapi ia menahannya, ia tak ingin terlihat cengeng didepan temannya.

Ketika pulang sekolah, Ali segera menemui Maminya. Ali memeluk Aurel kuat-kuat.

"Kenapa?." tanya Aurel.
"Aku takut!." masih memeluk Aurel.
"Takut apa?."
"Dia mengikutiku." Ali mulai menangis.
"Siapa yang kamu maksud?." Aurel heran.

Aurel mendudukkan Ali di sofa, menenangkan Ali beberapa menit. Menyuruh Ali mengatur napasnya, dan membasuh air matanya.

"Baiklah. Sekarang kamu cerita, apa yang membuat mu takut?." Aurel mulai bertanya.
"Wanita yang aku liat, sepertinya dia mengintai ku." Ali mulai bercerita.
"Sebenarnya siapa yang kamu maksud wanita itu?."
"Aku sering melihatnya dikamar Kesya. Aku gak kenal dia. Mukanya menakutkan." Ali berkeringat.

Aurel melihat mata Ali penuh rasa ketakutan. Mata Ali berair, tangannya berkeringat. Tak pernah ia melihat Ali setakut ini, ia penasaran dengan sesosok wanita itu. Aurel menenagkan Ali kembali.

"Ceritakan semua yang membuatmu takut." pancing Aurel.
"Memakai gaun hitam, rambut hitam lurus yang panjang, wajah penuh darah..." Ali menghentikan ceritanya.

Ali menghapus air matanya.

"Terus?." desak Aurel.
"Wajahnya hancur tanpa mata. Dia gak punya mata." Ali memejamkan matanya.

Mendengar cerita dari Ali, bulu kuduk Aurel berdiri. Apa Ali tak berhalusinasi? Apa ceritanya nyata? Mana mungkin Ali berbohong. Ia tau betul mana yang bohong dan mana yang jujur, ia melihat mata Ali tanpa adanya kebohongan saat menceritakannya. Ia harus mengambil tindakan, Aurel memeluk Ali dan menenangkannya lagi.

~0~0~0~

Tbc :)

Hehe, jujur ak agak serem juga nih bikin cerita horor, selain bikin cerita ak juga suka baca2 di wattpad ttg horor juga, malem pun ak tekati utk baca😂 ya biar gk boring aja, sebenernya ak agak takut juga sih baca horor malem2 tiap ak baca pasti hampir tengah malem😂✌ biar gereget

AnastasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang