Bab 10

2.2K 151 18
                                    

Aurel masih larut dalam kesedihan, sudah meninggalkan area pemakaman pun ia masih menangis. Setibanya dirumah, Kesya membaca surat dari Ani didalam kamar. Tiba-tiba Kesya menangis lagi, kali ini tangisannya amat kencang. Kesya terlihat marah, entah dia marah dengan siapa. Aurel mendekati Kesya, bertanya kenapa dia marah seperti itu?

Kesya diam saja, dia tak mau menjawab pertanyaan Aurel. Dalam dekapan Aurel tangis Kesya mulai mereda.
Welda tak bisa lama-lama dirumah, ia harus kembali ke kantornya, ia hanya izin untuk pulang sejenak menghadiri pemakaman teman dari anaknya. Kini Welda sudah berangkat ke kantor. Aurel membuatkan teh hangat untuk Kesya, suapaya tenang. Saat sudah cukup tenang, Aurel menuju dapur.

Tiba-tiba terdengar teriakan dari atas...

Kamu jahat! Ini semua ulahmu! Kamu bukan teman baikku! Kenapa kamu ini? Dia tidak punya salah sama kamu!

Aurel dengan cemas, menuju kamar putrinya. Melihat putrinya menangis sambil marah.

"Apa yang terjadi?." tanya Aurel cemas.
"Dia jahat Mi. Ani meninggal gara-gara dia." jawab Kesya masih menangis.
"Dia siapa?."

Belum sempat Kesya menjawab, kaca kamar Kesya tertutup sendiri dengan keras. Angin yang kencang memasuki kamar, Aurel mendekap erat Kesya. Terdengar suara tawa wanita yang melengking, membuat telinga Aurel sakit. Gorden kamar Kesya bergerak tanpa arah terkena angin didalam kamar. Mana mungkin ada angin sebesar ini didalam kamar? Ini tidak masuk akal. Suara siapa itu? Hentikan! Hentikan! Suara itu membuat telingaku sakit, kata Aurel dalam hati.

Hanya melantunkan ayat kursi yang ia bisa lakukan. Aurel terus melantunkannya sambil memeluk Kesya. Makin lama angin kencang itu mereda, begitu juga dengan suara tawa wanita itu. Keadaan sudah kembali seperti semula. Semua sudah aman, Aurel bisa bernapas lega kali ini. Apa tadi nyata? Sungguh aneh, Aurel tak bisa menduga hal buruk apalagi yang akan terjadi.

"Kamu gak apa-apa?." tanya Aurel khawatir.
"Engga apa-apa Mi."
"Kita kebawah aja. Biar aman."

Aurel pun mengajak Kesya kebawah, jika terjadi hal buruk mereka bisa langsung keluar rumah, Aurel mendapat panggilan dari sekolah Ali, gurunya mengatakan bahwa Ali pingsan. Kepanikan Aurel menjadi-jadi, dengan cepat ia dan Kesya menjemput Ali.
Setibanya disana, Aurel dan Kesya menuju UKS. Ali masih tak sadarkan diri, Aurel bertambah cemas.

"Kenapa Ali bisa pingsan?." tanya Aurel pada salah satu guru Ali.
"Saya tidak tau, tiba-tiba teman semeja Ali menemukannya tergeletak tak sadarkan diri di kebun belakang sekolah." jawab Guru. "Apa Ali sakit?." lanjutnya.
"Tidak, tadi pagi dia baik-baik saja." jawab Aurel.
"Saya harus kembali mengajar anak-anak dikelas, saya gak bisa lama-lama disini."
"Baiklah. Terima kasih, Bu." ucap Aurel tersenyum.

Aurel dan Kesya duduk di sofa dekat kasur Ali. Menunggu sampai Ali tersadar. Sekitar setengah jam, Ali mengigau tanpa membuka matanya.

Jangan! Jangan dekati aku!
MAMI, TOLONG AKU! DIA MENDEKATIKU! DIA INGIN MEMBUNUHKU!!!

Teriakan Ali membuatnya makin cemas, Aurel menggoyang-goyangkan tubuh Ali beberapa kali supaya Ali membuka matanya. Dengan keringat memancur diseluruh tubuh Ali, akhirnya Ali pun sadar, dengan napas terengah-engah dan wajah yang pucat ketakutan Ali langsung memeluk Aurel.

"Lindungi aku, Mi. Dia akan membunuhku!." kata Ali histeris.
"Bilang siapa yang akan membunuhmu?."
"Wanita itu!."

Ini tidak bisa dibiarkan, Aurel benar-benar harus mengusir makhluk itu, dia sudah meresahkan keluarganya. Hanya Rosalia yang dapat membantunya. Aurel menjemput Ali pulang, mereka pun pulang kerumah. Aurel menyuruh Ali beristirahat di kamarnya sementara Aurel membuatkan makanan dan teh hangat untuknya. Dengan gusar ketakutan Ali masih terngiang-ngiang di pikirannya. Ia merasa kedamaian keluarganya terancam. Suaminya saja tak percaya pada ceritanya mana mungkin dia bisa membantunya?

Aurel mengantar makan siang pada Ali, mata Ali menatap tiap sudut kamarnya. Aurel prihatin pada sikap Ali. Raut wajah yang dipenuhi ketakutan sangat terlihat pada putranya. Aurel membawa makanan di hadapan Ali, mata Ali membelalak melihat hidangan itu. Tangan Ali menyampar semua hidangan itu hingga piringnya jatuh ke lantai dan pecah.

"Ali!." seru Aurel dengan nada tinggi.

Aurel menyadari bahwa dirinya baru saja membentak putranya. Aurel menahan amarahnya dan menarik napas dalam-dalam.

"Tenang Ali, tenanglah. Kamu kenapa?." tanya Aurel.
"Apa yang Mami bawa? Daging busuk dengan belatung?." pekik Ali marah.
"Apa yang kamu katakan? Mana mungkin Mami tega memberimu makanan seperti itu?." Aurel dilanda kebingungan.

Jelas-jelas itu nasi dan ayam goreng kesukaannya.

"Yaudah, sekarang kamu minum teh ini dulu." memberikan teh pada Ali.
"Itu bukan teh! Itu darah!." pekik Ali lagi.
"Lihatlah Ali, ini bukan darah!." sangkal Aurel dengan nada keras.

Ali seperti orang depresi berat, matanya sayup bibirnya menggigil ketakutan rambutnya acak-acakan. Aurel menangis melihat Ali seperti itu, ia pun meningalkan Ali di kamar karna tak tahan melihatnya. Aurel menangis didepan kamar Ali, kebisingan tadi membuat Kesya takut, lalu mendekati Aurel.

"Mami kenapa nangis?." tanya Kesya.
Aurel menghapus air matanya. "Gak apa-apa kok. Kamu masuk kamar ya."
"Kak Ali kenapa?."
"Kak Ali lagi butuh istirahat, kamu jangan ganggu dia." pesan Aurel.

Aurel mengantar Kesya ke kamarnya. Aurel mengambil kresek dan sapu untuk membersihkan kekacauan tadi. Syukurlah saat itu Ali sudah tertidur, mungkin ketakutan membuatnya letih.

Hari sudah larut malam, Welda sudah pulang dari kantornya. Welda melihat Aurel duduk merenung di sofa. Kini mereka duduk saling berhadapan.

"Ada masalah?." tanya Welda, memecahkan renungan Aurel.

Mata Aurel sangat lembab, sudah berapa lama ia menangis hati ini, Welda berpikir jika Aurel menangis karna kepergian Ani tadi. Dia masih larut dalam duka. Ani bukan siapa-siapanya mengapa rasa dukanya masih terbawa hingga saat ini?

"Masih nangisin Ani? Sudahlah, Ani itu anak orang lain, kenapa kamu sangat sedih?." tanya Welda santai.
"Bukan itu." jawabnya singkat.
"Terus?."

Aurel tak yakin akan menceritakan insiden siang tadi. Ia benar-benar bingung harus menjawab pertanyaan Welda dengan jawaban apa.

"Kalo aku cerita pasti juga kamu gak percaya." ketus Aurel.

Welda menghela napas.

"Kalo ceritanya masuk akal aku percaya." balasnya ketus.
"Yasudah, aku gak akan cerita."

Welda pergi ke kamarnya. Telinganya mendengar suara tangisan dari arah kamar Ali. Saat memasuki kamar Ali, Welda melihat Ali meringkuk disudut kamar. Welda mendekati Ali, pemandangan yang buruk, wajah Ali memucat dengan mata yang sayup.

"Apa yang terjadi padamu?."
"Tolong aku Papi, dia tidak akan membiarkan aku hidup." kata Ali lirih dengan nada gemetar.
"Apa yang kamu maksud? Papi gak paham."
"Wanita itu selalu mengikutiku."

Welda bingung dengan perkataan Ali, apa sebetulnya yang dia maksudkan? Welda kembali menemui Aurel dibawah. Memaksa Aurel untuk berterus terang. Aurel hanya tersenyum mengejek.

"Kamu yakin? Mau denger cerita ku yang gak masuk akal?." Aurel mengernyit.

Awalnya Welda malas mendengar cerita tak masuk akal itu, namun setelah melihat Ali seperti itu ia pun ingin mendengarkan cerita Aurel.

~0~0~0~

Tbc :))

Keluarga Aurel makin diganggu oleh wanita itu😱😱

OMG klo terjadi sesuatu gimana? Siapa yg akan menolong keluarganya?
Jangan pindah channel ya guys😂😂 jiahhh channel emang TV apa?

Ikuti lanjutan ceritanya sob😁 jangan lupa kasih vomment kawan 😋😋

AnastasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang