33.

17 5 0
                                    

"Dika Raka mana?"tanya Citra yang bingung karena tidak melihat Raka. Padahal baru aja mereka keluar berdua.

"Aku pikir dia sudah disini. Soalnya tadi Raka pergi duluan."tanya Dika yang juga bingung.

"Yaudah Cit, nggak papa. Lagi pula Naya sudah pergi buat cari mereka. Siapa tahu Naya ketemu sama Raka."ucap Indri.

"Emangnya kenapa Naya cari kita Ma."tanya Dika sambil duduk disofa samping Mamanya.

"Oh itu. Ada pengumuman penting buat kalian semuanya. Sebenarnya sih cuma kamu sama Maura yang belum tahu. Tapi biar lebih resmi aja. Makanya Mama mau umumin didepan semuanya."ucap Citra sambil tersenyum girang.

"Tentang apa ya Ma."tanya Dika penasaran.

"Makanya tunggu Raka sama Naya aja Dik."

"Sekarang aja Ma. Lagi pula kan cuma Dika sama Maura aja yang belum tahu."ucap Dika yang bersikeras membujuk Citra.

"Duh..kenapa jadi tegang gini ya."~Maura.

"Yaudah kalo gitu. Sebenar..."

"STOP. Hhhh"teriak Raka sambil ngos ngosan karena nafasnya yang tidak teratur.

"Raka. Kamu apa apaan sih teriak-teriak kayak gitu. Nggak sopan."ucap Citra sambil melototi Raka yang berdiri diambang pintu.

"Ini penting Ma. Raka mau ngomong sama kedua orang tuanya Maura sekaligus sama Mama Papa."ucap Raka tegas.

"Mau ngomong apa emangnya. Ini lebih penting Raka. Mama mau kasi tahu Dika sam..."

"Ma ini lebih penting."ucap Raka yang lagi-lagi memotong ucapannya Citra.

Citra pasrah adu mulut dengan anaknya yang keras kepala itu. Iapun menurut dan mengikuti Raka keluar ruangan bersama kedua orang tuanya Maura dan Tama.

Mereka pergi ketaman belakang rumah sakit. Karena disana selain terbilang lumayan sepi. Tempat itu juga sangat indah karena banyak bunga yang tumbuh disana.

"Raka mau ngomong penting. Ini tentang perjodohannya Raka sama Maura."ucap Raka pelan dan sangat serius. Walaupun sebenarnya didalam hatinya yang terdalam, ia sangat gugup.

"Sebenarnya, Dika sama Maura saling mencintai. Dan mereka sudah pacaran."ucap Raka memberanikan diri. Karena ini demi adiknya. Ia tidak mau Dika mengalami apa yang pernah Ia alami sebelumnya dengan Bila mantan tunangannya yang pergi meninggalkannya untuk selama lamanya.

"Jadi mereka...sudah lama pacaran dibelakang kita."tanya Citra penasaran.

"Raka...Raka nggak tahu Ma."ucap Raka khawatir. Karena Tama dan Indra tidak memberikan respon apapun.

----

Dika hanya diam sambil mengutak atik ponselnya. Sedangkan Maura hanya menatap Dika kesal. Dan sesekali mendengus kasar.

"Kak yang lainnya mana."tanya Naya yang baru saja datang dan duduk disampingnya Dika.

"Nggak tahu."

"Ih ngomong sama kakak mah makan ati."ucap Naya kesal karena mendapatkan respon yang tidak baik dari Dika. Diapun beralih ke Maura.

"Kak. Kakak pasti tahu yang lainnya kemana."

"Nggak tahu jugak Nay. Soalnya kak Raka nggak bilang mau pergi kemana tadi."

"Oh. Yaudah deh, kalo gitu Naya cari mereka aja."ucap Naya dan pergi meninggalkan mereka berdua.

Suasana diantara mereka masih hening. Tidak ada yang mau membuka suara sedikitpun.

Karena merasa haus. Maura mencoba meraih gelas yang ada disamping kanannya.

Melihat Maura yang kesusahan. Dika berdiri dan berjalan kesampingnya Maura.

"Butuh bantuan."tanya Dika.

"Nggak"ucap Maura cepat dan masih mencoba meraih gelas itu.

Karena usahanya sia-sia. Maura mencoba untuk menahan rasa haus yang menderanya.

"Hahaha..."suara tawa Dika yang menggelegar dan memenuhi ruangan itu.

Maura hanya menatapnya datar. Merasa horor dengan tatapannya Maura. Dika mencoba untuk berhenti tertawa.

"Yasudah. Kakak minta maaf Ra. Kakak cuma bercanda kok."ucap Dika sambil menyodorkan minuman kepada Maura.

Maura hanya menatap minuman itu dan Dika bergantian.

"Kenapa?"

"..."

"Ini minum. Kamu haus kan."

"Itu tadi, sekarang udah nggak."

Melihat raut wajahnya Maura yang masih kesal kepadanya. Iapun menghabiskan minuman itu dan menuangkannya kedalam mulutnya Maura.

Cup

Yap... seperti yang kalian tahu. Dika memberikan minuman itu menggunakan mulutnya.

Maura masih diam mematung ditempatnya. Padahal Dika sudah melepaskan ciumannya itu semenit yang lalu.

Maura yang tegang dan gugup mendapatkan perlakuan itu, iapun mengeluarkan air yang ada didalam mulutnya.

"Pmmmmmtttt...."Dika hanya memasang tampangnya tanpa dosa itu sambil terus melihat Maura yang mengeluarkan air dari mulutnya.

"Kakak apa apaan sih."ucap Maura lemah, karena kondisinya yang masih belum pulih. Sama jantungnya yang belum stabil.

"Kenapa?"tanya Dika memasang wajah datarnya itu.

"Hah?"ucap Maura yang memasang wajah merahnya saking keselnya.

"Anggep aja itu hukuman buat kamu. Dan lain kali jangan ulangi lagi."maura masih bengong sambil terus berfikir. Siapa yang salah diantara mereka berdua.

----

"Pa, Om Indra. Gimana kalau perjodohan ini Dika yang menggantikan Raka. Karena menurut Raka. Dika juga bisa mendampingi Maura dengan sangat baik. Dan Raka bisa menjamin itu semua."ucap Raka yang mencoba membujuk Indra dan juga Tama.

"Kalau Papa sama Mama terserah Indra saja. Karena yang terpenting Maura bisa menjadi keluarga kita."ucap Tama bijak.

"Apalagi dengan Maura sama Dika tunangan. Dika bisa menjadi jauh lebih baik lagi."ucap Indri yang setuju dengan hubungan mereka.

Kini semua mata menatap Indra dan berharap cemas. Semoga Indra juga menyetujui hubungan mereka.

Setelah berfikir lumayan lama. Indra akhirnya mengangguk setuju. Merekapun senyum sumringah sambil berpelukan.

"Jadi semuanya disini."ucap Naya yang lelah keliling rumah sakit.

"Eh Nay. Ayo sini."ucap Raka.

"Kok semuanya ada disini. Ada yang Naya tinggalkan."tanya Naya penasaran.

"Ya adekku yang bawel."ucap Raka sambil mengelus puncak kepalanya Naya gemas.

Naya hanya memanyunkan bibirnya.

"Apa. Kok Naya nggak diajak ajak."ucap Naya yang masih memanyunkan bibirnya.

"Entar juga tahu."ucap Raka dan pergi menyusul semuanya yang pergi menuju keruangannya Maura.

Happy readers...

MauraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang