42.

29 4 0
                                    

Dika juga ikut terkejut mendengar nama Thomas. Karena Thomas adalah Ayahnya Geby.

"Kenapa om Thomas mengincar om Indra. Dan kenapa om Thomas ada disini, tapi Geby malah ngilang."ucap Dika pelan.

"Kenapa muka kalian tegang gitu. Jangan bilang ini semua karena dia mengenal kalian, dan si Thomas itu mengancamku untuk membuat kalian setuju dengannya."

"Maksud om apa."tanya Raka bingung.

"Karena disurat itu juga. Dia menuliskan dua huruf yaitu TM. Dan maksudnya TM itu Tama kan. Disana tertulis kalau TM dan aku akan menanggung akibatnya, apabila melawan Thomas Christian."ucap Indra yang baru menyadarinya.

"Tenang aja Dra. Kita akan menyelesaikan semua masalah ini secepatnya."ucap Tama.

"Oke. Tapi aku nggak mau, masalah kalian di bawa kekantor."ucap Indra dan dengan cepat Dika sembunyi, karena suara langkah kaki mereka yang akan keluar dari ruangan itu.

Karena penasaran. Dika pergi menemui Thomas dikatornya.

Yup...dia sudah pulang ke Indonesia dengan keluarganya. Kecuali Geby yang entah kemana.

Sesampainya disana, Dika langsung disambut oleh salah satu pegawainya Thomas. Dan menuntunnya masuk kedalam ruangannya Thomas.

"Anehh...kok mereka kayak udah kenal aku ya. Padahal pegawainya om Thomas baru semua."~Dika.

"Akhirnya kamu datang juga."ucap Thomas sambil tersenyum kepada Dika.

"Maksudnya."ucap Dika sambil duduk didepannya Thomas.

"Kamu pasti mau membantu Ayahmu dan calon Ayah mertuamu ya."

"Maksud om apa?"tanya Dika bingung.

"Langsung aja. Kamu kesini mau ngapain."

"Aku kesini, cuma ma tanya sesuatu."ucap Dika serius.

"Apa."

"Kenapa om ngancurin perusahaannya Papa dan om Indra. Bukannya Papa sama Om teman baik."

"Itu dulu, sekarang nggak."

"Maksud om apa, Dika nggak ngerti."

"Gini aja. Kita langsung keintinya. Kamu mau kesini itu buat apa. Kalau cuma nanyak itu sih. Kamu bisa nanyak ke Geby."

"Oh ya. Geby dimana om."

"Dia ada di apartemen yang baru."

"Hmmm...apa ini ada hubungannya denganku."dan Thomas hanya mengangguk.

"Hanya kamu yang bisa menyelamatkan perusahaan mereka. Kalau nggak. Ya liat aja apa yang akan terjadi. Karena, dalam beberapa hari lagi."

Braaakk...

Suara vas bunga yang jatuh karena sengaja dijatuhkan oleh Thomas.

"Seperti itu. HANCUR."

"Tapi kenapa om."

"Aku sudah bilang. Kalau kamu mau tahu. Tanyakan kepada Geby. Dan ini alamatnya."ucap Thomas sambil memeberikan secarik kertas yang bertuliskan alamatnya Geby.

"Oh pasti ini sudah direncanakan."~Dika.

Dengan perasaan yang sulit digambarkan Dika. Dengan kecepatan penuh, ia pulang kerumahnya.

"Dik kamu..."belum sempat Citra ngomong. Dika langsung pergi ke kamarnya.

Nanti sore aku tunggu di Cafe tempat biasa.

Begitulah bunyi pesan yang dikirim Dika ke Raka.

----

Dika sudah menunggu Raka sekitar dua jaman. Tidak lama, Rakapun datang dan duduk didepannya.

"Ada apa sih. Kenapa nggak ngomong dirumah aja."ucap Raka santai.

"Udah...jangan pura-pura lagi. Aku tahu kamu ada masalah."

"Maksudnya"

"Gimana kabarnya Ayah."

"Baik. Kamu kenapa tiba-tiba nanyak kondisinya Ayah."tanya Raka sambil tersenyum.

"Ckk...kelihatannya aku memang benar-benar nggak dianggap."ucap Dika dan bangun dari duduknya.

"Eh maksud kamu apa sih. Kita nggak ada masalah dan Ayah baik-baik kok."ucap Raka yang ikut berdiri.

"Liat aja penampilanmu kayak gimana."ucap Dika kesal dan langsung pergi dari cafe itu.

"Aneh. Anak itu kenapa ya. Masak dia tahu masalah perusahaan."ucap Raka pelan sambil melihat punggungnya Dika yang menjauh darinya.

----

Kini Dika melepaskan semua kepenatannya, dengan cara joget-joget nggak jelas ditempat biasa. Dimana lagi kalau bukan di club malam.

Dika benar-benar mabuk dan gila malam ini.

"Ayahku tidak pernah menganggap aku sebagai anaknya. Hanya Raka. Ya hanya dialah putra kesayangannya. Hahaha..."

"Aku hanya bisa membuat dia frustasi. Aku tidak berguna. Sebagai anaknya aku memang tidak berguna. Makanya kalau ada masalah apapun. Pasti dia tidak memberitahuku. Karena dia takut kalau nantinya aku malah membuatkan masalah baru untuknya."

"Kenapa kamu melakukan hal-hal yang membuatnya marah."tanya seseorang yang duduk disampingnya.

"Itu aku lakukan untuk membuatnya lebih perhatiin aku. Tapi apa. Tetap saja perhatiannya hanya untuk putranya dan putrinya. Kecuali aku."

"Tunjukkan kalau kamu bisa lebih baik dari yang diharapkan Ayahmu itu."ucapnya lagi.

"Buat apa. Mungkin tidak ada pengaruhnya lagi."

"Coba saja."ucapnya untuk meyakinkan Dika.

Tidak lama Dika tertidur di bar. Tapi orang tadi tetap menemaninya. Bahkan sekarang ia menelpon Raka untuk menjemput Dika.

Tidak lama. Raka menghampiri mereka.

"Dasar anak bandel."ucap Raka yang kesal sambil menatap kearah Dika.

"Dia tidak salah."ucap orang itu.

"Eh kamu yang nelpon tadi."tanya Raka yang mengenal suaranya.

"Iya. Aku Riki kak."ucap Riki sambil mengulurkan tangan kanannya.

"Aku Raka. Kakaknya Dika."ucap Raka dan berjabat tangan dengan Riki.

"Dia banyak minum dan sekarang tidak sadarkan diri."ucap Riki sambil menatap Raka.

"Dia memang begitu kalau lagi ada masalah."ucap Raka sambil menatap Dika yang tertidur di bar.

"Kamu temennya Dika ya. Soalnya aku baru liat kamu."ucap Raka sambil menatap Riki.

"Hmmm...mungkin kita baru temenan tepatnya. Soalnya aku juga baru disini. Dan aku juga baru ke club ini."ucap Riki.

"Oh ya. Kamu baik banget. Terus kamu kok bisa hubungin aku."

"Aku bingung mau anterin dia kemana. Makanya aku ambil handphonenya terus ngubungin kakak. Soalnya nomernya kakak yang terakhir kali dia hubungin."ucap Riki.

"Oh yaudah. Terimakasih ya sudah jagain anak ini."ucap Raka ramah dan Riki hanya membalasnya dengan senyumannya.

Happy readers...

MauraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang