36.

19 5 0
                                    

Maura terus menunggu Dika di halte depan sekolah. Ia bingung, karena tidak biasanya Dika telat menjemputnya.

"Kalo tahu gini, tadi aku terima aja tawarannya Kak Angga buat pulbar."~Maura.

"Duhhhh... aku coba telpon lagi deh. Kalo kali ini nggak diangkat. Aku bener-bener marah."ucap Maura dan langsung menghubungi Dika.

Tidak sia-sia Maura menghubungi Dika lagi. Karena, kali ini panggilannya tersambung.

"Halo kak."

"Bentar lagi kakak tiba Ra. Tunggu aja disana."

"Kakak lagi dimana sih."

"Dik. Biar aku aja yang ngomong."Maura mendengar suara seorang perempuan.

"Halo Ra. Ini aku Geby. Jangan marahin Dika ya. Dia telat jemput kamu. Karena tadi dia nemenin aku urusin sesuatu."ucap Geby.

"O-oh. Yaudah nggak papa kok kak."ucap Maura agak canggung.

"Yaudah kalo gitu, tunggu aja Ra. Kita bentar lagi nyampek kok."

Setelah mengatakan itu, Geby mematikan panggilannya.

"Bukannya kak Geby itu mantannya kak Dika. Kok mereka bisa semobil sih. Wah...nggak bener nih. Dan apa katanya tadi. Kita bentar lagi nyampek kok. KITA"ucap Maura curiga. Dan menekankan kata kita, saking keselnya.

Tidak lama Maura menunggu, jemputannya sudah tiba.

"Maaf ya kakak telat."ucap Dika dan berjalan menghampiri Maura.

"Iya kak."ucap Maura sambil sedikit tersenyum.

"Yaudah. Ayo masuk. Tapi nggak papa ya kamu duduk dibelakang. Soalnya Geby nggak suka duduk dibelakang."ucap Dika pelan sambil menatap kedua manik matanya Maura. Mencoba membuatnya mengerti.

"Shit...apa kabar aku yang liat kamu duduk berduaan didepan huh."~Maura.

"Iya kak nggak papa kok."ucap Maura sambil memaksakan senyumannya.

"Anak baik."ucap Dika sambil mengelus lembut puncak kepalanya Maura.

"Liat aja Ra. Kamu bakalan menderita. Emang sih kamu cantik. Tapi Dika hanya milikku."ucap Geby dalam hati sambil menatap Maura tajam.

Sepanjang perjalanan pulang. Maura merasa menjadi nyamuk diantara sepasang kekasih yang kini sedang tertawa didepannya.

"Eh Dik. semenjak kamu sudah tunangan nggak pernah lagi hubungin aku."ucap Geby sedih.

"Iddihhh...nih orang minta dijambak ya. Yakali dia masang muka sok sedih gitu. Emang imut juga sih. Tapi...arrggghhh. bener kata orang, mereka keliatan serasi banget sih."~Maura.

"Emangnya kamu lupa By. Setelah tunangan kan aku harus menjaga perasaannya dia. Jadi sebelum aku kenalin kamu sama Maura. Aku nggak mau dia salah faham."ucap Dika yang mampu membuat Geby memanyunkan bibirnya.

"Hahaha...mampus. emang enak."ucap Maura dalam hati sambil tersenyum puas.

"Sialan. Kamu cinta banget ya Dik sama nih cewek. Tadi aja kamu kenalin aku ke dia. Pakek embel-embel temen. Dan sekarang kamu juga ngejagain perasaannya dia. Hmmm...liat aja, kamu akan menjadi milikku lagi. Apapun caranya."~Geby.

"Sayang kita kerumah ya. Mama suruh kamu makan siang disana."ucap Dika.

"Iya kak."ucap Maura sambil terus tersenyum.

----

"Ayo kita makan."ucap Citra girang. Karena semua keluarganya sudah lengkap.

"Wahhh...makanannya banyak banget Ma."ucap Naya yang berbinar-binar melihat makanan yang sudah tertata rapi diatas meja makan.

"Ya dong. Ini masakannya Maura, Mama dan juga Geby."ucap Citra.

"Loh. Kak Geby bisa masak."tanya Naya.

"Iya Nay. Di Amrik aku belajar masak. Walaupun cuma sedikit."ucap Geby sedikit malu.

"Yahhh kalau gitu kamu kalah dong sama Maura."ucap Dika sambil tersenyum mengejek Geby.

"Ma liat tuh Dika."adu Geby kepada Citra. Langsung saja Dika dihadiahi lirikan yang mematikan dari Citra.

"Setidaknya dia mau belajar dan tidak menyerah Dik."bela Citra yang menenangkan Geby.

"Yaudah. Ayo kita makan nanti makanannya keburu dingin."ucap Tama yang mencairkan suasana. Merekapun makan siang bersama dengan sangat nikmat.

----

Salsa sangat marah. Karena Santi terus membuat ulah. Gimana tidak. Sekarang Santi ada di kantor polisi dengan anak buahnya yang lain. Dia disana karena Tari, anak buahnya membuat seorang gadis masuk rumah sakit.

"Aku sudah bilang kan sama kamu San. Jangan buat masalah disini. Dan jangan sering keluar. Nanti kalau kalian ketangkep gimana!"ucap Salsa yang dari tadi menahan amarahnya.

"Tapi dia yang duluan Sa. Dia yang menantang kami."ucap Tari yang membela Santi.

"Kamu urus mereka San. Dan awas aja, kalau hal ini terulang lagi. Kamu akan menanggung resikonya."ucap Salsa dan pergi meninggalkan mereka.

Setiap kali mereka bikin ulah. Selalu Santi yang mendapatkan amarahnya Salsa. Padahal dia tidak bersalah. Tapi anak buahnya yang melakukan kesalahan itu.

"DIA SELALU SAJA MARAH-MARAH. AKU MUAK."teriak Santi sambil melempar kursi yang ada disampingnya.

"Sudah lama kita sembunyi guys. Gimana kalau kita jalan-jalan."ucap Santi sambil tersenyum licik.

"Maksudnya."tanya Tari yang tidak mengerti.

"Aku muak dengannya. Lagi pula, kita jadi anak buahnya dia, ya karena hartanya. Dan sekarang aku sudah mendapatkan mangsa baru."ucap Santi serius.

"Tapi San. Kita bisa sekolah, makan dan bersenang-senang itu karena Salsa. Kalo kita tinggalin dia. Kita belum tentu hidup enak kayak gini lagi."ucap Tari.

"Kamu budek. Aku bilang kan kita sudah punya mangsa baru. Lagi pula dia sudah buat aku kesel. Emangnya dia pikir dia siapa. Berani-beraninya bentak kita."ucap Santi dan pergi dari tempat persembunyiannya itu, bersama anak buahnya yang lain.

Santi ada didepan rumahnya Lili. Dia akan menjalankan misinya untuk bisa terbebas dari Salsa.

"Tar. Kamu masuk kesana. Dan bilang sama dia kalau aku tunggu disini."ucap Santi yang menunggu Lili didepan gerbang rumahnya Lili.

Happy readers...

MauraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang