Chapter 5

552 21 0
                                    

Mila's Pov

"Gimana Van? Apa mereka mau memaafkanku? Apa yang kau bicarakan pada mereka?" Tanyaku penasaran saat Vano keluar dari ruang rawat Papaku. Tanpa menjawabnya, Vano hanya mengangkat kedua bahunya. Aku mulai lesu, tidak tahu harus melakukan apalagi agar keluargaku memaafkanku. "Tidak bisakah mereka memaafkanku?" Ucapku pelan.

"Mereka ingin bertemu kita berdua, didalam juga ada Ayah." Seru Vano kemudian.

"Benarkah mereka mau bertemu denganku? Syukurlah, terima kasih ya Allah." Ungkapku kegirangan, lalu segera masuk kedalam ruangan Papa. Saat telah berhasil membuka pintunya, aku langsung menghambur kedalam pelukan Papa yang saat ini sudah bisa duduk di ranjang rumah sakit.

"Papa.. maafin Mila. Mila memang anak yang tidak berguna untuk kalian, Mila hanya bisa membuat kalian malu. Maafin Mila Pa." Sesalku.

"Sejujurnya Papa benar-benar kecewa padamu nak, tapi biar bagaimanapun kamu tetap putri Papa satu-satunya, kebanggaan papa. Meski cara menikahmu yang salah, tapi Papa senang karena kamu memilih suami yang seperti Vano. Dia anak yang baik." Jelas Papa. Aku sama sekali tidak percaya bahwa Papaku akan mengatakan hal ini, Vano sama sekali tidak pernah bersikap baik padaku. Lalu, bagaimana aku bisa mengakuinya bahwa dia laki-laki yang baik. Semua orang mengatakan begitu.

"Apa kamu tidak merindukan Mama?" Ujar mama. Aku menoleh ke arah Mama dan langsung memeluknya.

"Mila kangen banget malah sama Mama. Maafin Mila ya Ma, percayalah Mila tidak ada maksud untuk melukai hati kalian." Aku menangis dipelukan Mamaku.

"Sudahlah sayang, Vano sudah menjelaskan semuanya. Mama mengerti, dia hanya takut kehilanganmu sehingga ia memaksamu menikah dengannya terburu-buru." Jelas Mama. Aku semakin tidak percaya, apa sebenarnya yang telah dikatakan Vano sehingga dengan mudahnya ia menyulap keluargaku hingga dengan begitu mudahnya memaafkanku. Atau mereka memuji Vano, karena disini ada Om Harlan. Entahlah, aku sama sekali tidak mengerti.

"Emm... tapi Mama mau tanya sama kamu, dan kamu wajib jujur sama Mama. Apa kamu benar-benar mencintai Vano?" Tanya Mama. Apa? Cinta? Bermimpipun aku tidak sudi mencintai orang sekejam Vano. Batinku. "Mila? Kok bengong?" Tanya Mama kembali. Aku melirik ke arah Vano, Vano menatapku dengan tajam seraya berkata.

"Katakan saja Mila, tidak perlu takut. Katakan sesuai kata hatimu." Seru Vano tersenyum. Pintar sekali dia ber-acting. Umpatku dalam hati.

Aku tersenyum memandang Mamaku, "Mila sangat mencintai suami Mila Ma. Tidak ada istri yang tidak mencintai suaminya."

"Tapi selama ini kamu tidak pernah mengatakan apapun bahwa kamu mencintai Vano. Tapi gak pa-pa, Mama lega mendengarnya bahwa kalian saling mencintai. Vano sangat mencintaimu Nak, berbaktilah pada suamimu, jangan membuatnya kesal, penuhi semua tanggung jawabmu sebagai istrinya." Seru Mama padaku. Aku menggangguk pelan, tidak tahu harus mengatakan apa pada Mamaku. Aku tidak ingin berbohong terlalu banyak pada Mama.

"Van, Mama titip putri Mama sama kamu ya. Kalo misalnya Mila salah, ditegur aja, dibimbing ya biar dia gak salah terus. Mama percaya jika harus melepaskan putri Mama ini sama kamu." Pinta Mama pada Vano, hohohoho Mama sudah salah besar menyerahkanku pada laki-laki gila itu.

"Iya Ma, Mama gak usah khawatir." Ucap Vano tersenyum. Rasanya ingin muntah melihat acting-nya itu, dan sejak kapan ia menyebut Mamaku dengan sebutan Mama juga. Menjengkelkan sekali.

"Lan, aku titip putriku ya. Maafkan dia jika dia melakukan kesalahan, meski dia sudah dewasa tapi bagiku dia masih tetap seperti putri kecilku. Tolong anggap Mila seperti putrimu juga." Pinta Papa pada Om Harlan.

"Kamu tidak usah mencemaskan hal itu Bi." Ujar om Harlan pada Papa. "Mila, Ayah tidak tahu alasan kalian memilih jalan ini. Yang Ayah tahu, Ayah ikut bahagia jika kalian bahagia." Ungkap Om Harlan. Mila gak bahagia om. Batinku menangis.

Cintailah Aku...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang