Chapter 31

400 15 1
                                    

Sejak hari itu aku benar-benar tidak bisa menemui Alesha. Aku tidak percaya bahwa Dave akan melakukannya padaku, memisahkan anak dari Ibunya. Aku kehabisan cara untuk menemui anakku, tapi hasilnya semuanya nihil. Aku menolak beberapa tawaran pesanan busana untuk beberapa event besar, karena aku merasa aku sedang tidak bisa fokus bekerja jika dalam benakku saja selalu mencemaskan anakku disana. Apakah dia sudah makan, apakah dia sekolah dengan baik, apakah dia tidur dengan nyenyak, apakah dia sehat, apakah dia bahagia. Beribu macam pertanyaan dalam otakku, termasuk memikirkan apa Dave benar-benar sudah melupakanku, itu juga menjadi salah satu pertanyaanku dari seribu pertanyaan yang aku punya.

"Nyonya, ada paket untuk nyonya." Seru Bik Na membuyarkan lamunanku sambil mengaduk-aduk sarapanku. Hidupku terasa hampa tanpa anakku.

"Terima kasih." Ucapku padanya lalu meraih amplop yang diberikannya padaku. Aku pun segera membuka isi amplop tersebut. Rasa bagai tersambar petir yang siap membakar hidupku saat itu juga. Tidak cukup dengan menceraikanku dan memisahkanku dari anakku, Dave malah mengirimkan undangan pernikahannya bersama Farah padaku. Aku merobek undangan tersebut lalu membuangnya kesembarang arah.

"Apa kau pikir sekarang kau menang? Kau tertawa diatas penderitaanku. Aku membencimu, sangat membencimu. Laki-laki bajingan!" Umpatku sambil menangis. Emosiku kian memuncak, aku segera meraih tasku dan meninggalkan meja makan bersama dengan sarapanku yang sama sekali belum aku suap. Aku melangkahkan kaki dengan amarah, aku tidak ingin berdiam diri di rumah dan meratapi kehilanganku saja sekarang. Apapun akan aku lakukan untuk mendapatkan anakku kembali.

"Nyonya mau kemana?" Teriak Bik Na terdengar cemas.

"Melakukan yang seharusnya aku lakukan sejak dulu." Jawabku tanpa menghentikan langkahku.

"Nyonya, tunggu. Nyonya mau kemana? Tidak baik menyetir saat sedang marah nyonya." Ucap Bik Na memperingatkanku. Aku sama sekali tidak menghiraukannya.

"Nyonya mau kemana?" Bik Na terus menyusul langkahku dan mencoba menghalangiku untuk pergi.

"Membunuh laki-laki bajingan itu." Jawabku asal lalu menancap gas mobilku dan berlalu meninggalkan Bik Na yang terlihat dari kaca spionku masih berdiri mematung menatap punggung mobilku yang melaju menjauhinya.

Kurang lebih 20 menit kemudian, aku sudah sampai di kediamannya Dave. Tanpa berpikir panjang lagi aku langsung menerobos masuk kedalam rumahnya, aku tidak memikirkan resiko apa yang akan aku terima setelah ini.

"Nyonya, anda siapa? Anda tidak boleh masuk sembarangan." Seru seorang laki-laki yang aku yakin itu adalah Satpam baru di rumah Dave, terlihat dari seragam yang ia kenakan. Aku tertawa tidak percaya.

"Hwwaa.. Bahkan dia sekarang menyewa security untuk mencegahku kemari." Ucapku sambil menyipitkan mataku geram melihat ke dalam rumahnya. Aku kembali meneruskan langkahku tapi Satpam tersebut terus menghalangiku. "Menyingkarlah dari hadapanku, atau aku akan melemparkan bom padamu." Ancamku mengasal.

"Bom? Apa kau kemari membawa bom?" Tanyanya tidak percaya. Aku mulai merasa dia percaya pada ucapanku.

"Tentu saja, aku ingin mengebom rumah ini. Jika kamu masih sayang pada keluargamu, maka pergilah. Jangan ikut campur dengan urusanku." Jawabku mantap. Ia pun menelan ludahnya, lalu menyingkir dari hadapanku. Aku tersenyum miring melihatnya. "Haha.. bagaimana Dave bisa memperkerjakan orang seperti dia." Umpatku nyaris tidak terdengar olehnya. Aku kembali meneruskan langkahku.

Saat aku sampai di dalam rumah Dave, aku tidak menemukan siapapun disana, rumahnya tampak sepi. Aku lupa bahwa saat itu masih jam sekolah, pastilah Ale masih disekolahnya. "Aarrggghhh... kenapa aku bisa sebodoh ini? Untuk apa aku datang kemari tapi tidak bisa bertemu dengan anakku." Umpatku kesal pada diriku sendiri. Aku memutar arahku untuk keluar dari rumah Dave namun langkahku terhenti saat aku sayup-sayup mendengar suara Ale menangis, namun sesaat kemudian hilang, aku tidak dapat mendengar apapun. Tapi sesaat kemudian aku kembali mendengar tangisannya. Aku mencoba melebarkan pendengaranku untuk memastikan yang aku dengar. Aku langsung berlari menuju ke atas saat aku benar-benar yakin bahwa itu adalah suara anakku. Betapa terkejutnya aku saat aku masuk kedalam kamar Ale, ia sedang dicelupkan Farah kedalam bak mandi. Membuat suara Ale yang menangis hilang timbul. Aku dapat melihatnya dengan jelas karena pintu kamar dan kamar mandinya yang terbuka.

Cintailah Aku...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang