Dalam waktu lima hari kedepan aku akan menjadi istrinya Vano. Sejak hari itu, aku menepati janjiku pada Vano. Aku sama sekali tidak pernah berkomunikasi dengan Dave lagi, bahkan mendengar kabar tentangnya pun juga tidak. Aku ingin fokus pada pernikahanku dengan Vano, dan aku ingin melupakan semua rasa yang pernah ada untuk Dave. Dering ponselku kembali berdering. Aku lihat tertera nama Vano disana. Aku segera mengusap layar ponselku dan ku terima telepon darinya.
"Assalammualaikum. Iya Van?" Ucapku.
"Waalaikumsalam. Sedang apa bidadariku yang cantik?" Tanyanya membuatku tersenyum geli.
"Sedang menceklist persiapan pernikahan kita Van." Jawabku.
"Sayang??" Panggilnya.
"Hmmm.." Jawabku.
"Aku begitu merindukanmu, aku tidak sabar menunggu hari pernikahan kita nanti." Ungkapnya.
"Benarkah? Apa sekarang kamu sedang mencoba menggombaliku?"
"Tidak sayang, aku berkata jujur. Coba tebak aku sekarang dimana?"
Aku mengernyitkan dahiku. "Memangnya kamu dimana?" Tanyaku.
"Saat ini aku sedang diperjalanan." Jawabnya.
"Diperjalanan? Kamu mau kemana Van?" Tanyaku penasaran.
"Ke rumahmu." Jawabnya terdengar bahagia.
"Van, ngapain kamu ke rumah? Jangan macem-macem aah, sebentar lagi kita kan menikah." Ujarku.
"Sayang. Aku hanya merindukanmu, dan ini tidak bisa ditunda lagi. Dan ada lagi, aku juga ingin memberikanmu sesuatu." Ungkapnya.
"Apa itu?" Tanyaku kemudian.
"Kalau aku kasih tahu bukan kejutan namanya sayang. Tunggu aku ya..." Bip teleponnya langsung ditutup oleh Vano.
"Eehh Van.." Vano sama sekali tidak mendengar ucapanku lagi, dia langsung memutuskan sambungan teleponnya begitu saja. Aku tersenyum memandangi layar ponselku, Vano laki-laki yang begitu mencintaiku dengan tulus. Aku bahagia memilikinya.
Aku bolak-balik mengecek halaman depan rumahku, mungkin saja Vano sudah tiba di rumahku. Tapi sudah hampir satu jam lebih aku menunggunya, ia belum juga kunjung datang. Padahal terakhir dia mengatakan bahwa dia sudah diperjalanan. Perasaanku waktu yang ia butuhkan untuk sampai di rumahku tidak selama itu, tapi mungkin juga dia mampir ke suatu tempat terlebih dahulu karena sebelumnya dia juga mengatakan bahwa ia ingin memberiku kejutan.
Ponselku kembali berdering, aku segera mengeceknya dan pastilah itu Vano yang menghubungiku. Dan aku salah, ternyata Indira yang menelponku.
"Hallo assalammualaikum Indi." Ucapku.
"Waalaikumsalam." Jawab Indira.
"Ada apa Dek?" Tanyaku langsung padanya.
"Aku mau Kakak ke rumah sakit sekarang." Serunya padaku.
"Loh kenapa Dek?" Tanyaku penasaran.
"Datang saja Kak Mila." Pintanya.
"Baiklah." Jawabku. Aku pun segera meminta izin pada orang tuaku, setelah mereka memberiku izin aku segera berangkat menuju rumah sakit yang Indira maksud, bahkan aku melupakan janjiku untuk menunggu Vano di rumah.
Sesampainya aku disana aku melihat Indira sedang berdiri di depan ruang IGD. Aku bertanya-tanya apa yang sedang Indira lakukan disana. Aku pun segera menghampirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cintailah Aku...
Romance"Cintaku saja sudah cukup untuk kita berdua." Kata-kata itu yang akhir-akhir ini sering aku dengar. Bahkan keduanya mengatakan hal yang serupa, aku juga tidak mengerti bagaimana mereka memiliki pemikiran yang sama. Aku terjebak dalam permainanku sen...