"Mila.. kamu sudah bangun Nak." Ucap Mamaku mengusap lembut wajahku saat aku berhasil membuka mataku dengan sempurna.
"Ma.. Ale dimana Ma?" Tanyaku padanya saat aku kembali mendapatkan ingatanku akan kejadian sebelumnya.
"Ale ada sayang. Dia masih di rawat sama dokter. Kamu istirahat aja dulu, nanti kalau sudah baikan kita liat Ale." Jawab Mama.
"Mila mau liat Ale sekarang Ma. Plisss.." Pintaku memohon padanya. Mama memutar pandangannya melihat Papaku, Papa pun kemudian menganggukkan kepalanya membuatku tersenyum.
"Mama temenin kamu ya." Ucap Mama. Aku menganggukkan kepalaku.
Sesampainya di depan ruangan ICU, aku melihat anakku masih terbaring dengan beberapa alat yang terpasang di tubuhnya. Airmataku kembali mengalir dengan deras.
"Ma.. kok Ale masih belum bangun? Anak Mila gak pa-pa kan Ma?" Tanyaku dengan bibir bergetar.
"Ale anak yang kuat sayang, dia pasti akan bangun. Kita harus mendoakannya." Ucap Mama. Aku yang tadinya berdiri didepan ruangan tersebut langsung terduduk lemah di lantai.
"Kenapa semua ini harus terjadi padanya Ma? Dia masih sangat kecil. Aku membenci wanita itu, karena dia anakku menjadi seperti sekarang ini." Gerutuku dalam tangisku.
"Kamu yang sabar ya Nak, yang tenang. Ale pasti akan sembuh." Ucap Mama menenangkanku.
"Bagaimana aku bisa tenang Ma. Aku yang mengandungnya selama Sembilan bulan, berjuang mati-matian untuk melahirkannya, bekerja keras untuk membuat hidupnya sama seperti anak-anak yang lainnya, memberinya kasih sayangku agar ia melupakan bahwa ia tidak punya Papa. Dengan tangan ini, aku membelainya, aku menggendongnya, menyuapinya makan, mengusap air matanya, aku menuntunnya berjalan. Aku bahagia setelah ia bertemu dengan Dave, karena saat itu aku merasa bahwa Ale akan mendapatkan kasih sayang dari Papanya. Tapi Dave menghancurkan semua kebahagiaannya. Ia malah menghamili wanita itu, aku tidak perduli dengan hubungan mereka. Tapi aku peduli pada anakku, dan wanita itu malah menyiksa anakku, lalu sekarang ia membuat anakku terbaring disana." Lirihku, tangisku semakin pecah. Di selah tangisku disana, aku merasakan seseorang memelukku dari belakang. Mendekapku dengan erat. Aku pun dapat mendengarnya terisak.
"Maafkan aku Mila..." Ucapnya pelan dari balik telingaku. Mendengar suaranya, emosiku semakin bertambah. Aku melepaskan tangannya yang mendekapku dan berdiri menjauh darinya.
"Maaf? Kamu bilang maaf? Setelah semua yang kamu lakukan padaku kamu bilang maaf? Setelah anakku terbaring tak berdaya didalam sana, kamu bilang maaf?"
"Mila..." Dave meraih tanganku. Aku menepisnya.
"Jangan menyentuhku! Aku merasa jijik disentuh olehmu. Lebih baik kamu urus calon istri dan anakmu sana."
"Dave.. pergilah. Biar Mama yang menenangkannya." Ucap Mamaku.
"Tidak Ma, aku memang sudah melakukan kesalahan yang sangat besar. Jika bukan karena kebodohanku, maka Ale tidak akan mengalami hal ini. Tapi kamu harus tahu kebenaran ini Mila." ungkap Dave.
"Kebenaran apa lagi? kebenarannya adalah bahwa kamu adalah laki-laki brengsek. Sama brengseknya dengan wanita itu." Umpatku mencaci makinya.
"Jangan mencacinya lagi Mila." Ucap Dave pelan.
"Mama lihat kan? Bahkan disaat seperti ini pun, setelah apa yang wanita itu lakukan pada Ale. Dave masih membelanya." Aku semakin emosi dibuatnya.
"Dia sudah meninggal Mila." Ungkap Dave, membuatku membeku seketika.
"A..apa?" Ucapku tidak percaya.
"Iya, dokter tidak bisa menyelamatkannya." Jelas Dave.
"Itu artinya, kamu juga kehilangan anakmu yang belum sempat lahir? Aku turut berduka untuk itu." Ucapku membuang muka padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cintailah Aku...
Storie d'amore"Cintaku saja sudah cukup untuk kita berdua." Kata-kata itu yang akhir-akhir ini sering aku dengar. Bahkan keduanya mengatakan hal yang serupa, aku juga tidak mengerti bagaimana mereka memiliki pemikiran yang sama. Aku terjebak dalam permainanku sen...