Baru kali ini Yeri melihat Lugas khawatir pada seseorang yang mungkin tidak terlalu dikenalnya, itu juga sepenglihatan Yeri saja. Bisa saja Lugas sebenarnya telah mengenal Disti lebih dalam.
Yeri memang mengenal Disti. Keduanya pernah berkenalan saat MOS hari pertama. Namun hanya sekadar kenal dan saling sapa saja, tidak terlalu dekat.
"Kenapa lo malah balik?" pertanyaan itu membuat Yeri kaget. Apalagi saat melihat siapa orang yang berucap.
Laki-laki berhidung mancung yang tadi siang membuat Yeri menangis sedang berada di sebelahnya.
Yeri diam. Hanya menatap Jian saja. "Lo cemburu?" tanya Jian lagi.
"Nggak," jawab Yeri.
"Terus? Bahkan lo gak pamit sama Lugas."
"Dia juga bakal tau gue kemana."
"Mau balik bareng sama gue?" Penawaran seorang Jian membuat Yeri terkejut. Bagaimana tidak, tadi siang Jian marah pada perempuan itu, namun kini tiba-tiba saja memberi tumpangan pulang.
"Hah? Bukannya lo bareng sama temen lo?"
Jian menggeleng. "Fajri sama Anye tadinya memang mau pergi dulu, dan gue memang mau balik."
"Memang lo tau rumah gue?"
"Ya lo kasih tau gue alamatnya dimana."
Di parkiran, Yeri mengerutkan keningnya saat Jian membuka jok dan memberikannya helm hitam.
Seakan mengerti, Jian berkata, "Punya pacarnya kakak gue."
"Gue gak nanya," kata Yeri.
"Gue cuma mau kasih tau aja," balas Jian. Dan sebelumnya Yeri membalasnya, Jian kembali berkata, "Mau tau syukur, gak mau tau ya udah."
"Kayaknya mau hujan. Neduh dulu, ya, gue gak bawa jas," kata Jian saat mereka baru seperempat perjalanan.
Sejak di perjalanan keduanya memang diam dengan pikiran masing-masing. Tidak ada yang bersuara hingga Jian mengajak Yeri untuk berteduh dan disetujui oleh perempuan itu.
Jian memarkirkan motor matic-nya di salah satu warung cukup besar.
Keduanya lalu duduk bersebelahan di bangku panjang, dan diam tanpa suara menatap rintik hujan yang jatuh.
"Sorry," kata Jian membuat Yeri mengerutkan keningnya. "Buat tadi siang, udah ngebentak lo."
Senyum tipis terukir dari Yeri. "Gapapa. Gue juga yang salah," ujar perempuan itu.
"Gue bener-bener ngerasa bersalah karena ngebentak lo, bahkan sampe bikin lo nangis."
"Itu... kan gue juga yang salah karena gak bawa makalah."
"Gue bener-bener takut kalo nilai gue sampe turun."
Merasa bingung, Yeri menatap Jian lekat.
"Dari kecil, gue selalu dibayang-bayangi sama kakak gue. Dan selalu dibandingin, makanya gue terlalu ambisi buat sempurna," cerita Jian. "Kayak tadi. Gue takut berpengaruh."
"Gue ngerti," ujar Yeri. Sebenarnya Yeri bingung, respon apa yang harus ia berikan terkait cerita Jian. Dan akhirnya hanya kata itu yang terucap. "Maaf karena gue gak tau."
"Maaf mulu." Yeri pun terkekeh kecil. "Lo laper gak?"
Yeri menggeleng. "Sebelum ke sekolah, gue makan dulu sama Lugas. Masih kenyang."
Kepala Jian mengangguk. Lalu laki-laki itu berdiri membuat Yeri mengerutkan keningnya.
Tak lama Jian kembali membawa dua gelas berisi teh yang asapnya masih mengepul. Lalu meletakkannya di meja. "Dingin, kali aja bisa buat lo anget."
KAMU SEDANG MEMBACA
[I] Tentang Yerina✔️
Подростковая литература[Seri SKK I] (Complete) Start: 01/06/18 Finish: 12/12/18 Hampir seumur hidupnya, Yeri ditemani kedua sahabatnya. Yeri percaya jika persahabatan antara perempuan dan laki-laki adalah hal yang tidak mungkin, karena ia mengalaminya sekarang. Ia menyuk...