23. Ajakan Jalan

123 33 1
                                    

Kali ini Yeri tidak akan percaya pada Martin. Cowok itu sekarang lebih menyebalkan daripada sebelumnya, menyamai kedudukannya dengan Lugas.

"Kalo bener, lo traktir gue. Gimana?" tawar Martin.

"Ogah!" tolak Yeri.

"Gue gak nyangka Rina bakal secepet ini punya pacar," kata Lugas mengusap pipinya seakan-akan air mata turun.

Yeri memukul Lugas. "Perasaan selama ini gue juga pernah punya pacar, deh. Kenapa lo semua pada lebay gini?"

"Gak tau," jawab Lugas. "Seru juga jailin lo kayak gini."

Lugas mendapat tatapan sinis dari Yeri. "Nyebelin."

Ketiganya sedang berada di balkon rumah Lugas. Bersantai seperti biasanya.

"Tapi gue masih bingung. Sama siapa yang suka nyimpen coklat di loker gue," kata Yeri. "Gue takut dia salah loker. Punya gue kan gak pernah dikunci. Gak pernah gue isi barang penting juga."

"Belum berani nunjukkin kali," kata Martin.

"Lagian ngapain lo pikirin sih, Na? Yang penting makanannya halal, lo gak keracunan pas makan," ucap Lugas.

"Gue mau bilang makasih sama dia," kata Yeri. "Ya soalnya dia baik. Tiap gue lagi down, pasti ada aja makanan di loker."

Lugas dan Martin pun saling tatap satu sama lain, sedangkan Yeri, setelah berkata seperti itu ia mengambil ponselnya untuk membalas beberapa pesan.

Tak lama, Nindy--adik Lugas--datang dengan membawa nampan berisikan beberapa camilan.

"Oh iya Kak," panggil Nindy membuat ketiganya menatap Nindy. "Kak Rina maksud aku."

"Kenapa?" tanya Yeri.

Nindy diam menatap Lugas dan Martin yang terlihat ingin tahu. "Nanti aja deh. Ada mereka berdua."

"Ada apaan lo pada?" tanya Lugas menyipitkan matanya. "Awas aja lo ngajarin adik gue yang aneh-aneh, gak usah main lagi lo sama gue."

"Idih. Nuduh aja. Kepo banget sih. Urusan cewek juga."

Selanjutnya Nindy memilih masuk ke dalam. Kembalilah tersisa tiga orang kembali.

Tadi Martin bercerita bahwa tak lama lagi Jian akan mengajak Yeri jalan. Sejak Martin lebih sering menghabiskan waktu dengan Lugas, kepercayaan Yeri pada Martin berkurang. Masalahnya, Lugas dan Martin sekarang lebih sering berbohong.

Lagipula Yeri tidak mau terlalu dalam dengan Jian. Laki-laki itu masih abu-abu.

***

Ada alasan kenapa Yeri menyukai hari Jumat. Hari terakhir sekolah, karena Sabtu dan Minggu libur. Waktu istirahat lebih panjang. Dan seringnya jam kosong.

Dan jam kosong kali ini, Yeri memilih ke kantin bersama teman-temannya.  Yeri memilih bangkit untuk membeli makanan.

Di sisi lain, Fadhil menatap teman sebangkunya bingung. Bersama teman-teman yang lain, Jian terlihat gelisah.

"Lo kenapa sih?" tanya Fadhil.

Jian yang sedari tadi hanya menggulirkan layar ponsel, mengangkat kepalanya. "Gapapa," jawabnya. "Oh iya, Dhil, lo pernah ngajak cewek jalan?"

"Hah?"

"Lupain aja," ujar Jian sambil mengibaskan tangannya.

"Lo mau ngajak pergi siapa?" tanya Fadhil masih penasaran.

Namun Jian tidak menjawab. Ia lebih memilih kembali berkemelut dengan pikirannya.

Setelah dirasa semakin membingungkan, Jian memilih bangkit dari duduknya. Saat ditanya Fadhil akan kemana, ia malah menjawab asal membuat Fadhil bingung.

Jian memilih pergi ke lorong loker. Bahkan tanpa disangka-sangka, seorang perempuan yang membuatnya kebingungan sedaru tadi sedang berada di tempat yang sama.

Hah masa iya gue harus ngikutin saran Fajri.

Sebenarnya lorong loker cukup sepi, hanya ada dia, Yeri, dan salah satu siswa kelas lain. Ini memang momen yang pas, namun Jian benar-benar buntu.

"Yer," panggil Jian setelah berperang dengan pikirannya sendiri.

Yang dipanggil pun membalikkan tubuhnya ke arah Jian. "Kenapa?"

"Besok lo gak sakit, kan?"

"Hah? Hari ini gue gak ada gejala apa-apa, kayaknya gue besok sehat."

"Lo bisa jalan?" tanya Jian lagi membuat Yeri semakin bingung.

"Ya bisa."

"Oke, gue jemput lo besok."

"Hah?"

Jian mengusap tengkuknya. "Tadi lo jawab bisa, ya makanya gue jemput lo besok," ujarnya. "Buat jalan."

"Oh, gitu maksud lo," kata Yeri yang mengerti maksud Jian. "Oke, besok."

***

"Ada apa sama muka lo?" tanya Fadhil begitu melihat Jian yang baru saja datang ke kelas.

Kening jiat berkerut. "Kenapa sama muka gue? Ada yang salah?"

"Nggak sih," kata Fadhil. "Tapi beda aja gitu. Tadi lo kelihatan bingung sama gelisah. Sekarang udah lega. Udah berhasil ngajak cewek jalan?"

Dan tanpa diduga oleh Fadhil, Jian menjawab dengan tenang dan santai. "Udah."

"Jadi, tadi lo pergi gitu aja abis ngomong sama ceweknya?"

Jian menggeleng. "Gak sengaja ketemu. Tadinya mau gue ajak lewat chat aja, tapi karena gue keceplosan manggil, tanggung juga, kan?"

"Gue penasaran siapa ceweknya."

"Gak perlu tau."

Fadhil sedikit mencibir, namun terhenti saat Yeri bersama Martin terlihat sedang bercanda.

"Ini pasangan akhirnya gimana, ya?" tanya Fadhil tiba-tiba.

"Tumben lo ngurusin orang," kata Jian.

"Gak ngurusin sih, tapi menarik aja gitu mereka. Macem orang pacaran, padahal status cuma temen."

Jian tak lagi menanggapi Fadhil ia diam memerhatikan gadis itu yang masih bercanda dengan sahabatnya.

Namun saat ia mengalihkan pandangan, ia menemukan seseorang yang sama-sama menatap pasangan itu. Membuat Jian sadar akan sesuatu, orang itu menyukai Martin.

***

11/10/18

Jadi, besok aku tidak update ya. Tapi semoga kalian suka dengan ini. Dan terima kasih kalian yang sudah membaca, aku gak promosi ke akun-akun tapi begitu dapet pembaca dan respon positif, aku seneng. Seneng banget.

Aku harap aku gak mengecewakan kalian.

Sekali lagi, semoga kalian suka!!!!

Sampai ketemu di bab selanjutnya, dimana Jian dan Yeri jalan dan mulai deket. Semoga ending-nya sesuai dengan yang kalian mau!!

[I] Tentang Yerina✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang