24. Canggung

116 29 0
                                    

Yeri hampir mengeluarkan semua isi lemari pakaiannya. Ia sendiri bingung, kenapa ia bisa sampai seperti ini. Padahal ia hanya pergi bersama Jian.

Di ambang pintu, Windy menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kamar adiknya yang benar-benar seperti kapal pecah.

"Mbak, aku cocok gak sih pake ini?" tanya Yeri sambil mengambil kemeja berwarna merah marun polos.

" Bagus, pake jeans polos," respon Windy. "Mbak tebak, kamu gak pergi sama Lugas Martin, ya?"

Yeri mengangguk kecil.

"Pantes," kata Windy. "Jadi, kemarin kamu galau gara-gara cowok ini?"

"Gak tau," jawab Yeri ragu. "Dari kelas sepuluh kita sekelas, tapi baru sekarang deket. Aku jarang ngobrol sama dia, tapi ternyata dia gak terlalu buruk. Tapi aku takut, ini kayak terlalu cepet dan tiba-tiba."

"Lho, sekarang dia bukannya lagi biasain buat deket sama kamu? Kayak sekarang, dia ngajak kamu jalan. Mbak malah ngiranya dia tuh memang pengen deket sama kamu."

Tiba-tiba terdengar keributan dari bawah membuat kakak-beradik itu turun menuju lantai bawah.

Tak perlu kaget, sejak dari atas Yeri sudah mengira jika itu adalah sahabat-sahabatnya. Suara Lugas yang besar dan tawa Martin, bisa dengan mudah Yeri tebak.

"Ngapain lo berdua kesini?" tanya Yeri tanpa menyapa keduanya.

"Mentang-mentang punya cowok baru, kita dilupain. Gak usah minta jemput lagi lo," ancam Lugas.

"Cowok baru darimana, jadian aja belum."

"Jadi lo ngarep? Jangan gitu dong, Na. Di sebelah gue ada cowok yang berusaha rela lo sama cowok lain," kata Lugas  dihadiahi pukulan dari Martin.

Windy pun tertawa melihat kelakuan mereka. "Jadi Martin udah relain Rina buat yang lain? Udah ada yang baru, ya?"

Martin mengelak, "Gak ada, Mbak. Udah mau UAS, aku mau fokus dulu. Kali aja ada keajaiban aku pindah kelas nanti."

"Kok gitu?" protes Yeri pada Martin.

Laki-laki itu tertawa gemas. "Lo, kan, mau punya cowok, masa sama gue mulu?"

"Cowok darimana? Kok lo jadi ikutan nyebelin, sih?"

"Iya, Na. Ntar kalo Jian nyakitin lo, lo gue rebut lagi, oke?"

"Ini nih, Mbak. Kenapa aku males kalo main sama mereka," cerita Lugas pada Windy.

"Cari cewek dong, Gas," saran Windy.

"Males, Mbak. Ntar aku lagi berduaan sama pacar, Rina nangis minta jemput," canda Lugas.

Yeri menatap Lugas sebal. "Kapan gue nangis minta jemput? Gak pernah."

"Lo dijemput jam berapa, sih, Na?" tanya Lugas. "Kalo mau nonton keburu ngantre."

"Ngomel mulu lo. Yang mau jalan gue, kok yang protes lo sih? Gue aja santai," sungut Yeri.

Martin menahan Lugas yang akan membalas ucapan Yeri. "Udah, bro. Lo bakal kalah sama Rina. Diem aja."

Fauzian: Yer, gue udah di depan

Begitu pesan Jian beberapa detik yang lalu. Namun Windy malah menahan adiknya yang akan berjalan.

"Kamu tuh, suruh dia masuk dulu. Mbak mau liat orangnya kayak gimana," kata Windy.

"Gak mau. Lagian dia cuma temen doang. Udah ah, kasian dia nunggu," ucap Yeri tak mau mendengarkan kakaknya.

Tak lama, Jian menelepon Yeri dan langsung diangkat oleh Windy.

[I] Tentang Yerina✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang