8. Mengalah

187 41 7
                                    

Kini Yeri, Lugas dan Martin sedang berada di bandara, mengantarkan Hera ke bandara. Hera telah berada di sini tiga hari dna harus pulang. Yeri sedari tadi lebih memilih dekat dengan Lugas dibandingkan dengan Martin.

Hingga pemberitahuan mengenai pesawat yang akan Hera naiki. Hera tersenyum pada Yeri menampilkan lesung pipitnya. "Kak Yeri," panggil Hera.

"Ya?"

Gadis itu mendekatkan kepalanya pada telinga Yeri, sembari berbisik, "Jangan terlalu buta sama status yang kemarin. Kakak harus liat, dia sebenernya sayang sama kakak. Dan aku gapapa, aku udah anggap dia sebagai kakak aku."

Kemudian Hera menjauh dan melihat Martin dengan tawa jahil. Sedangkan Yeri masih terdiam, mencerna perkataan Hera tadi.

"Yer, gue balik dulu. Salam ke Windy sama Tama, ya." Ucapan Johnny membuat Yeri tersadar kembali dan membalas jabatan tangan laki-laki yang tingginya sedikit lebih tinggi dari Lugas.

"Hati-hati," kata Yeri. "Kalo udah sampe, kabarin ya!"

Setelah Hera bersama kakaknya hilang dalam orang-orang yang mengejar penerbangan sama seperti keduanya, kini Lugas melirik ke arah Yeri. "Lo mau ke sekolah?" tanya Lugas.

Yeri mengangguk. "Lo mau nganterin?"

"Biar sama gue aja." Tiba-tiba Martin menyela pembicaraan Lugas dan Yeri.

Perempuan itupun menatap Lugas, berharap Lugas menyediakan tumpangan ke sekolah. Namun Lugas malah berkata, "Oh, ya udah. Gue balik aja. Nanti sore gue ke rumah lo, Na."

"Mau ngapain lo?" tanya Martin.

Lugas menatap Martin dan Yeri secara bergantian. "Memang kenapa? Gue mau ngabisin stok makanan rumah Rina."

Lalu Martin hanya ber-oh ria mendengar jawaban Lugas.

Selanjutnya mereka berpisah, karena arah ke sekolah berlawanan.

Selama di perjalanan, keduanya banyak terdiam berkemelut dengan pikirannya masing-masing. Hanya satu-dua kali mereka berbicara.

Yeri menyerahkan helm pada Martin kala ia turun di depan gerbang sekolah.

"Makasih," ucap Yeri setelah mengembalikan helm.

Martin mengangguk. Lalu berkata, "Nanti telepon gue aja kalo lo mau dijemput."

"Memang lo gak main?"

"Biasanya juga kalo gue lagi main, lo minta jemput, kan?"

Yeri terkekeh. "Hati-hati."

"Dah, Na."

Yeri menatap kepergian Martin hingga jejaknya hilang ditelan jalan. Namun baru saja ia akan masuk ke sekolah, seseorang memanggilnya.

"Oy, No!" sapa Yeri melihat Dino yang memanggilnya.

"Tadi lo kemana dulu?"

Kedua berjalan berbarengan. "Nganter temen dulu. Latihannya udah mulai?"

"Udah, baru jalan sebagian sih. Anak teater juga lagi istirahat." Yeri mengangguk. "Yer, kayaknya lo bakal dapet kejutan hari ini."

Yeri mengerutkan keningnya. "Kejutan apa maksud lo?"

Dino pun mengangkat dagunya ke arah orang-orang yang sedang berkumpul. Yeri kaget saat melihat laki-laki yang dulu pernah dekat dengannya, yang kini menjadi alumni sekolah ini.

"Mampus," gumam Yeri. "Kenapa lo gak bilang sama gue kalo dia dateng, No? Gue milih gak latihan aja."

Dino malah menahan tawa kala Yeri berkata, sebenarnya ia sengaja tidak berkata apa-apa pada Yeri. Karena minggu kemarin pun sama, Yeri memilih menghindar dibanding menyelesaikan masalah.

[I] Tentang Yerina✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang