18. Pertengkaran

139 34 0
                                    

Lugas memastikan Yeri pulang selamat tanpa menerima omongan Martin. Sebenarnya laki-laki itu tidak ingin Martin terlalu melarang Yeri, tidak selamanya Yeri harus selalu bersama dirinya dan Martin.

Ia terkadang kesal dengan Martin yang terlalu melarang Yeri dekat dengan laki-laki. Bedakan dengan Jefry, laki-laki itu memang patut dijauhkan dari Yeri karena mempunyai pacar, akan berdampak buruk bagi Yeri.

Dari belakang, Lugas mengikuti keduanya. Tidak terlihat keduanya mengobrol seperti biasa. Bahkan saat tadi makan pun, suasana tegang menyelimuti meja mereka.

Sesampainya di rumah Yeri, Martin ikut masuk. Begitu pula dengan Lugas. Dan apa yang Lugas khawatirkan benar terjadi.

"Na," panggil Martin.

Yeri menghela napas. "Apalagi Martin? Kita cuma sahabat, gak ada haknya lo ngatur."

"Kemarin gue jujur, gue suka sama lo, Na!" pekik Martin.

"Lo cuma jujur doang!" kata Yeri lebih tinggi. "Martin, gue mohon. Gue gak bakal selalu sama lo, gue juga butuh yang lain. Gue manusia biasa, Martin. Gue bisa suka sama orang lain, dan gue gak bakal terus berputar sama lo dan Lugas."

Lugas yang melihat pertikaian keduanya, menahan keduanya untuk tidak terlalu keras. "Bro, sadar!"

"Lo mau lebih jelas lagi, Na?" tanya Martin. "Ya udah ayo kita pacaran. Ayo kita buat ini jelas. Lo butuh yang jelas, kan?"

"Bro, gak gitu juga!" bentak Lugas.

Rahang Yeri mengeras mendengar ucapan Martin. "Dengan gampangnya lo bilang gitu? Lo terlalu anggap semua enteng!"

"Apalagi, Na?" tanya Martin. "Lo suka sama gue, gue juga suka sama lo. Kehalang karena kita sahabat? Lupain status itu, kita pacaran."

"Lo pikir segampang itu?! Lo bilang lupain persahabatan kita dan pacaran? Lo gila?!"

"Na, Martin lagi emosi," kata Lugas mengingatkan.

"Gue gak mau liat lo lagi, Martin!"

Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Yeri pergi ke kamarnya. Lugas dengan sigap berlari untuk menahan Yeri. Namun ia kalah cepat karena gadis itu langsung mengunci pintu kamarnya.

Sedangkan Martin hanya berdiam diri di tempat. Laki-laki itu sadar apa yang tadi ia katakan membuat Yeri tersinggung.

Akhirnya Lugas turun dengan lesu, menatap Martin datar. "Gue yakin tadi lo cuma kebawa emosi doang," kata Lugas. "Besok Rina biar gue yang anter."

Martin menatap pintu kamar Yeri berharap gadis itu membuka pintu. Dan ia akan meminta maaf. Namun saat Lugas memanggilnya, pintu kamar Yeri tidak terbuka sama sekali.

Saat akan membuka pintu, kedua laki-laki itu dikagetkan dengan Windy yang baru akan membuka pintu dari luar, lengkap dengan pakaian kantornya.

"Lho, Rinanya mana?" tanya Windy.

Lugas dan Martin saling bertatapan. "Euh... Rina udah di dalem sih, Mbak. Kayaknya dia cape," jawab Lugas setenang mungkin agar Windy curiga.

Windy mengangguk. "Hati-hati kalian berdua."

Lalu keduanya pamit pada Windy.

Windy menatap kepergian Lugas dan Martin, seakan-akan ada yang berbeda.

Tanpa masuk ke kamarnya terlebih dahulu, Windy memilih mengetuk pintu kamar Yeri. Memastikan memang tidak ada kejadian lain.

"Na," panggil Windy sambil mengetuk pelan pintu. "Are you there?"

Cukup lama Yeri membuka pintu kamarnya. Windy menatap penampilan adiknya yang telah memakai piyama. "Tadi aku ganti baju dulu, Mbak. Kenapa?"

"Gapapa," jawab Windy. "Tadi aku papasan sama Lugas Martin, dan bingung kenapa kamu gak nganterin mereka."

"Tadi mereka buru-buru dan aku lagi gantu baju, makanya gak sempet," jelas Yeri.

"Yakin?" Windy menatap Yeri curiga.

"Iya. Mbak tumben baru pulang?" tanya Yeri mengalihkan topik.

"Kejar deadline," jawab Windy. "Na, kalo kamu ada masalah, kamu harus hadepin, jangan ngehindar."

Kemudian Windy mengusap pundak adik satu-satunya itu dan pergi keluar kamar. Ia yakin jika adik dan kedua sahabatnya sedang ada masalah.

***

Lugas menemani Martin sampai di rumah Martin. Laki-laki itu terlihat tidak bersemangat.

"Apa yang ada di pikiran lo?" tanya Lugas.

Martin mengacak rambutnya frustasi. "Gue juga bingung. Gue sayang Rina, Bro. Dan gue belum rela kalo dia suka sama Jian."

"Dan emosi lo itu kesalahan fatal. Selama bareng lo, gue gak pernah liat lo marah ke Rina kayak gitu. Dan itu bikin gue sedikit kaget," ucap Lugas.

"Ya, gue tau," kata Martin. "Gue kok bodo banget, sih?"

"Baru nyadar?"

"Tapi sejak kapan sih mereka deket?"

"Sejak Jian bentak Rina kayaknya. Di hari yang sama dia nganterin Rina balik, kan?"

Martin menghela napas. "Jadi, gue telat?"

"Bukantelat. Tapi belum waktunya. Jodoh tuh jorok."

"Besok--"

"Iya gue besok yang ajemput Rina," potong Lugas.

Tak lama keduanya mengobrol, Lugas memilih pulang.

Dan tinggalah Martin sendiri ia mengambil ponselnya lalu membuka percakapannya bersama Yeri.

Martin: I'm sorry[deleted]

Martin:  Tadi gue emosi doang. Maaf [deleted]

Martin tidak berani mengirim pesan pada Yeri.

Ia memang belum rela jika Yeri dekat dengan Jian. Tidak seperti dulu saat Yeri didekati yang lain, seakan-akan Jian lebih berbahaya dibanding Jefry.

Martin menghela napas kasar, lalu kembali membuka kolom percakapan dengan Yeri.

Martin: Sorry.

***

29/08/18

Karena aku takut jumat gak ada waktu. Hehe. Dan maaf jika cringe.


[I] Tentang Yerina✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang