"Ghea cewek itu," kalimat yang terus terulang di pikiran Yeri saat ini.
Yeri tahu dunia itu sempit, namun ia tidak pernah berpikir jika perempuan yang pernah sama-sama disukai Fajri dan Jian adalah Ghea, temannya sendiri.
Tapi ada sesuatu yang janggal. Bagaimana Jian bisa dengan santainya cerita pada Yeri? Apa laki-laki itu tidak berpikir, jika Yeri akan membocorkannya? Namun saat ditanya mengapa ia begitu santai, laki-laki itu hanya menjawab, "Gue percaya kok lo gak bakal cerita ini ke siapa-siapa."
Ketukan pintu kamar Yeri dari luar menyadarkannya. Bukan Windy, melainkan laki-laki berpostur tinggi dengan rambut yang sedikit panjang harus dipotong sambil tersenyum lebar khas laki-laki itu.
"Ngapain lo?" tanya Yeri.
"Kejutan," jawab laki-laki itu.
Yeri memutar bola matanya lalu keluar sembari menutup pintu. Sejak akhir SMP, Yeri tidak memperbolehkan Lugas maupun Martin untuk masuk ke dalam kamarnya. Kecuali darurat.
"Tadi lo dianter Jian?" tanya Lugas saat mereka telah berada di balkon rumah Yeri.
"Martin bilang sama lo?"
Lugas mengangguk. "Gue tadi keasyikan nge-game," jelas Lugas. "Na."
"Apa?"
"What if ... I like you? More than best friend."
Pertanyaan Lugas membuat Yeri terdiam. Ia tidak menyangka Lugas akan bertanya hal itu. Yeri memang tahu yang sebenarnya, tapi tetap saja ia terkejut.
"Itu hak lo," jawab Yeri. "Tapi gue gak bisa. Gue memang anggap lo sebagai sahabat, bakal susah kalo harus berubah pandangan."
Lugas tersenyum. "Apa gara-gara itu juga lo gak berani jujur sama Martin?"
"Euh... kayaknya. Gue terbiasa sama kalian, bakal gak nyaman kalo harus marahan."
"Gue memang suka lo," kata Lugas tiba-tiba. "Waktu dulu. Lihat lo suka sama Martin, bikin gue mundur secara perlahan," jelas Lugas. Melihat Yeri yang merasa bersalah, laki-laki itupun langsung berkata, "Gak. Lo gak salah. Seperti kata lo, itu hak orang. Gue lebih seneng kalo sahabat gue juga seneng."
"Tapi tetep aja, Gas..."
"Itu cerita lama, Na. Sekarang lo gue anggep adik, kayak Nindy. Kalo lo suka sama Martin, gue harap lo bisa jujur sama dia. Atau kalo lo berubah perasaan jadi sama Jian, gapapa kok-"
"Ih! Apaan sih, siapa juga yang mau suka sama dia?"
Lugas mengangkat bahunya. "Apa salahnya sama tuh cowok sih, Na? Ganteng iya, pinter iya, kurang apa?"
"Kurangnya, dia nyebelin!"
"Nyebelin tapi tiap ditawarin pulang bareng diiyain," cibir Lugas.
"Ya siapa yang gak mau? Lo juga kalo ditawarin main ke warnet dua jam gratis juga mau, kan?"
Laki-laki itu tertawa kering. "Cowok itu main game-nya jago, Na. Gila sih gue kalo satu tim sama dia pasti menang."
"Bodo amat!"
Tiba-tiba Windy muncul dengan berkata, "Kalian berdua mau martabak, nggak? Di bawah ada martabak manis sama asin, Tama bawa tadi. Kalo mau ke bawah, ya."
"Eh buset, Mas Tama rajin bener tiap hari ke rumah bawa makanan doang," kata Lugas yang dihadiahi pukulan dari Yeri.
Turun ke bawah, benar saja wangi martabak yang masih panas menyentuh indra penciuman keduanya yang baru saja turun.
"Mas Tama, aku restui Mas Tama sama Mbak Windy nikah secepatnya. Gak usah nyogok terus, Mas, dari dulu udah aku restui," ucap Lugas asal.
Lagi-lagi pundak Lugas dipukul Yeri. "Ngaco mulu lo."
"Dih, Mbak Windy juga kakak gue, ya. Gak usah posesif lo."
Tama menggeleng-gelengkan kepalanya. Laki-laki itu baru saja pulang dari kantor dan sengaja mampir ke rumah kekasihnya.
"Martin kemana?" tanya Tama.
Tama memang mengenal sahabat-sahabat Yeri, karena ia telah lama menjalin hubungan dengan Windy. Dan hapal jika ketiganya sangat dekat.
"Aku kesini dadakan, makanya gak bawa Martin," jawab Lugas. "Kenapa memang, Mas?"
"Gapapa. Cuma nanya doang, tumben banget kalian berdua doang."
"Lagian gak sengaja aku kesini dapet martabak," kekeh Lugas. Sekali lagi Yeri memukul Lugas karena mulutnya yang tidak bisa diam.
***
Seperti biasanya, Martin dan Yeri berangkat bersama ke sekolah.
Namun kali ini ada yang berbeda dari Yeri.
Tiba-tiba saja ia berlari menyusul Jian yang baru akan berjalan. Membuat Martin bingung dengan kelakuan gadis itu.
Sebenarnya Yeri hanya bertanya mengenai tugas, dan takut Jian tidak mendengarnya. Makanya Yeri terburu-buru.
Dari belakang Martin mengikuti Yeri yang sedang berbicara dengan Jian.
Ada pembicaraan dari keduanya yang terdengar nyambung ke telinga Martin. Masalahnya bukan tentang hal tugas, melainkan tentang seseorang. Bahkan Yeri sempat tertawa membuat Martin bingung.
Barulah mereka sampai dekat kelas, Yeri membalikkan tubuhnya menghadap Martin.
"Jian kenal banget sama Ghea, ya?"
Yeri mengangguk. "Temen Ghea dari dia pindah rumah," jawab Yeri. "Gila ya, dunia sempit banget."
"Kemarin Lugas ngapain ke rumah?" tanya Martin lagi.
"Gak ngapa-ngapain," jawab Yeri. "Dia gak sengaja ke rumah, terus ya Kak Tama ke rumah dan bawa martabak. Gak usah cemburu gitu, deh."
"Gue memang cemburu. Kenapa?"
"Eh?"
"Gue kali ini serius," ucap Martin sebelum ia meninggalkan Yeri ke kelas.
Martin selalu membuat Yeri bingung.
Yeri harus rela waktu istirahatnya harus terpakai dengan pendalaman materi untuk presentasi.
Walau telah Jian jelaskan, namun tetap saja Yeri tidak mengerti dengan apa yang Jian jelaskan.
Gemas dengan Yeri yang tidak mengerti, Jian memilih mendekat dengan menjelaskannya lebih pelan.
Tapi bukannya memerhatikan apa yang Jian jelaskan, Yeri malah menatap Jian dengan datar.
Melihat Yeri yang malah melihatnya, Jian menatap Yeri sedikit tajam. "Ngapain lo?"
"Hah?" Yeri pun tersadar dan menjadi salah tingkah.
"Ngerti gak?"
Yeri mengangguk kaku. "Ngerti."
"Coba lo jelasin," titah Jian.
"Euh..."
"Gak usah ngeliatin gue mulu makanya, suka sama gue berabe," kata Jian. "Lihat aja sekarang, gue deket sama lo aja salah satu bodyguard lo udah ngeliatin gue kayak ngeluarin laser."
Berkata hal itu, Yeri refleks melihat ke ambang pintu. Dimana Martin yang baru saja mengalihkan pandangannya.
"Udahlah, lo pelajarin lagi materinya," kata Jian sebelum akhirnya ia bangkit dan pergi keluar kelas.
***
27/07/18
Hai!! Hehe.Semoga kalian suka ya!!!! Terima kasih sudah setia sama cerita ini!!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
[I] Tentang Yerina✔️
Teen Fiction[Seri SKK I] (Complete) Start: 01/06/18 Finish: 12/12/18 Hampir seumur hidupnya, Yeri ditemani kedua sahabatnya. Yeri percaya jika persahabatan antara perempuan dan laki-laki adalah hal yang tidak mungkin, karena ia mengalaminya sekarang. Ia menyuk...