15

24 4 10
                                    

•Author pov•

Siang itu cuacanya terik. Tapi mereka memilih tempat itu, parkiran bawah tanah Ridgemont Apartment. Derap langkah sepatu yang berkejar-kejaran memenuhi telinga. Memacu jantung untuk bekerja lebih keras dari biasanya. Sesekali suara tembak diperdengarkan untuk mengancam yang sedang dikejar.

"Ryan,kau mau kemana?!",Key menghentikan langkah karena Ryan mengambil jalan berbeda.

"Berpencar mungkin solusi terbaik,Key."

DORR!

Suara tembak terdengar semakin dekat. Bersamaan dengan itu,Key menarik tangan wanita di sebelahnya. Tidak lagi peduli dengan Ryan yang mengambil jalan berbeda. Mereka terus berlari sekencang-kencangnya.

Mereka lupa, parkiran ini bukannya tak berujung.

"Key, kita terjebak.", ujar Arasely memperjelas keadaan.

"Jangan banyak gerak,Ara. Berdirilah dibelakangku!"

Wanita itu menurut saja karena ketakutan. Airmatanya yang sedari tadi lupa menetes, akhirnya keluar juga dari persembunyian. Ia pegang lengan lelaki itu erat-erat, berharap semuanya tidak seburuk perkiraannya. Napas mereka memburu mendengar langkah-langkah kasar itu makin dekat.

Orang-orang itu akhirnya tiba.

Mereka tersenyum, merasa menang.

"Ara, tutup matamu."

"Apa yang mau kau lakukan? Jangan aneh aneh, Key!", bisik Ara dibelakang punggungnya.

"Halo,Tuan Kim. Senang akhirnya kita bertemu.", seorang lelaki yang berdiri di paling depan bersuara.

"Jangan libatkan orang lain. Kau cukup membunuhku,kemudian pergi.", Key membuat wanita dibelakangnya menangis lagi.

"Hei. Kau lah yang melibatkan mereka semua,Kim. Jangan salahkan kami."

Beberapa saat terjadi keheningan disana, sampai lelaki suruhan pemerintah itu melangkah mendekati sasaran.

"Baik, siapa yang bersedia pergi lebih dulu?"

"Jangan. Sentuh. Arasely."

"Arasely? Waw. Nama yang cantik."

DORRR!

Peluru itu akhirnya sampai disana begitu saja. Membuat yang menembak tadi tersenyum lagi, puas.

"Keeey!!!!!!"

Arasely terbangun.

Ia sedikit lega karena itu hanya mimpi.

"Hey hey, aku disini.", ditarik lah tubuh yang ketakutan itu ke pelukan.

"Mimpi apa, Ara? Kenapa berteriak memanggilku?"

Arasely menangis mengingat adegan terakhir dalam mimpinya tadi. Darah yang mengenai pakaiannya, dan lelaki yang rubuh tepat di bawah kakinya. Semuanya terasa nyata.

Tapi lelaki itu ternyata masih ada disini dan sedang memeluknya.

"Key, jangan pernah berkorban."

"Untuk siapa?"

"Aku."

Pelukan itu terlepas, "Kenapa aku tidak boleh melakukan kewajibanku?"

Arasely menatap kedua mata lelaki di hadapannya, tak tau harus menjawab apa lagi. Sepertinya Key tak akan mengerti.

"Baiklah, lakukan sesukamu."

Wanita itu beranjak ke kamar mandi.
Kesal.

~

CHAOSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang