21

24 2 1
                                    

•Author pov•

Semua jendela dan pintu sudah tertutup rapat sejak tiga hari yang lalu. Apartment itu pengap sekali. Tidak mendapat cahaya, tidak juga udara. Lantai putihnya berdebu, sejak lama. Semua perabot terlihat kacau. Sobek,pecah, rusak, dan berantakan. Satu-satunya lampu yang hidup adalah lampu kecil di sebuah meja dekat ranjang.

Sekedar penerangan untuk menulis.

Tangan pucat yang kehilangan banyak sekali darah itu meraih sebuah pena. Sesekali ia usap darahnya ke celana, agar tidak menodai kertas.

Ia tau langit sudah gelap diatas atap, meski tak langsung melihat. Kalau saat pagi tidak ada yang mendengar keras teriakannya, apalagi saat malam. Saat semua orang sedang sibuk dengan mimpinya. Sibuk mengisi daya untuk dipakai esok paginya.

Kemudian ia ditinggalkan lagi, oleh semua kesibukan manusia.

Ia sangat ingin menangis, tapi sudah bosan. Matanya lelah, terlalu bengkak bahkan menghitam.

"Arasely. Sayang, aku menyesal."

~

Ting.

Dua lembar roti panggang keluar dari kotak besi itu. Sementara itu aroma telur menguar dari atas pan yang digoyang-goyang sejak tadi.

"Selyy, kau juga buatkan sarapan untukku kan?", gema suara itu membuat Arasely lekas mematikan kompor dan mengambil dua rotinya.

"Mulai hari ini aku diet, dan hari ini ada tamu di butikku. Kau minta saja masakan Key.", tangannya bergerak lincah menata masakan hambar itu ke dalam sebuah kotak makan.

"Kau diet?", lelaki itu datang dan mencium dahinya.

"Kau selalu mengejekku. Jangan larang aku diet."

Dalam sekejap semua yang ia perlukan sudah masuk di sebuah tas selempang krem kesayangannya.

"Aku berangkat. Bye."

Kedua manusia dengan wajah yang masih bau kasur itu tercengang. Heran dengan keterburu-buruan wanita yang hari ini sedang ulang tahun itu.

"Emm, Key. Apa dia lupa ini hari apa?"

"Sepertinya iya. Dan itu makin bagus untukku."

~

Kedua jarum jam menunjuk angka 12, siang hari. Tamu Arasely yang datang dengan tiga mobil sekaligus itu baru saja pulang. Wanita itu bahkan belum menyentuh kotak makannya.

"Minnie, aku membawa sesuatu untuk sarapan. Tapi ternyata sudah saatnya makan siang."

Sekertarisnya tertawa, "Kau membawa bekal? Terdengar aneh."

"Aku ingin diet. Jadi kuatur sendiri menu makanku mulai hari ini."

"Baguslah, kau jadi bisa pakai semua jenis baju bikinanmu sendiri."

Minnie keluar dari ruangan, kemudian ia masuk lagi.

"Eng, Arasely. Apa kau memesan bunga?"

"Apa?"

"Di depan butik kita ada truk membawa banyak bunga. Kap nya tepat di pintu masuk, aku bahkan ragu bisa membuka pintunya."

Dengan terburu Arasely berlari memastikan apa yang Minnie baru saja bilang.

Benar saja.
Sebuah truk membawa bunga dalam pot dengan warna dan jenis yang bermacam-macam di kap nya. Arasely membuka pintu butiknya pelan, takut akan mengenai kap truk tersebut. Ia memandangi bunga itu heran, kemudian ia mengintip tempat kemudinya.

"Key?"

Si supir truk tersenyum, "Halo nona, anda harus berganti pakaian kemudian bantu saya melakukan sebuah misi."

CHAOSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang