17

14 3 2
                                    

•Key pov•

-Kemarin saat ponselku berdering

"Halo, siapa?"

"Gps mu terlacak. Alihkan perhatian mereka!", suara itu terdengar aneh dan kaku, mungkin disamarkan dengan sebuah alat.

Aku langsung keluar dari hotel itu dan mencari keramaian di tengah kota. Aku mulai merasakan beberapa orang berbaju hijau lumut mengawasiku. Saat itu aku turun dari mobil, masih dengan membawa ponselku dengan gps aktif. Berharap mereka kebingungan, kucari-cari celah untuk berlari.

Mataku akhirnya menangkap sebuah gang kecil di dekat penjual pizza mini, di pinggir jalan. Aku berlari kesana setelah menarik topiku agar menutupi wajahku dengan sempurna.
Tapi kurasa seorang dari mereka melihatku, karena kudengar suara tembak di layangkan ke udara. Seperti mengancamku.

Suara tembak itu mungkin berhasil membuat panik segerombol manusia disana. Karena aku sempat mendengar teriakan-teriakan histeris sebelum aku berbelok ke gang yang jauh lebih sempit. Aku terus berlari, tak takut tersesat.

Kulihat sebuah gerobak menghalangi jalanku, aku melompatinya kemudian berbelok cepat ke kanan. Gang itu masih penuh belokan. Sebuah pintu di sebelah kiri menarik perhatianku. Aku membuka pintu itu dan masuk.

Tapi aku salah mengambil jalan ini.

Sekitar 300 meter di depanku, sesorang dengan baju hijau lumut mengarahkan pistolnya padaku. Seakan telah menunggu beberapa saat disitu.

Ia tersenyum meski tidak terlihat jelas karena cahaya yang redup. Karena malam itu gelap, dan gang ini minim lampu.

Aku sudah menghindar dengan cepat dan mengambil jalan lain di dalam pintu itu, tapi peluru selalu mengalahkan kecepatanku.

DORR!

Aku tau lengan kiriku tertembak, tapi aku harus terus berlari.

Tidak menyerah, kuseret kakiku sendiri mencari gang yang akan membawaku kembali pada tempat dimana mobilku kuparkir.

Kupercepat langkahku saat mendengar kaki mereka juga berlari sepertiku.

Kemudian aku menemukan gang itu. Aku langsung melompat, mempersingkat waktu.

Dan masuk ke mobilku.

"Argh, sial!",kupukul setir di depanku kemudian kembali melaju.

Kukemudikan mobilku seperti orang gila, semalaman penuh dengan lenganku yang terluka.

Sampai akhirnya aku tiba di sebuah jalan panjang dan sepi. Aku mengingat dengan jelas jalan untuk pulang, tapi aku tak tau ini dimana. Saat itu aku berhenti, dan menonaktifkan gps ku.

"Oke, mari berhenti saja."

Kuputar kemudi, melaju ke hotel itu lagi.

~

Cklek.

Suara pintu kamar hotel kubuka dengan suara seminim mungkin. Jam menunjukkan pukul 5 pagi, dan aku yakin mereka berdua belum bangun.

Benar saja.

Aku melihat Ara dan Ryan tertidur begitu pulas.

Kuseret langkahku yang terasa semakin berat kearah kamar mandi. Aku tidak punya nyali untuk pergi kerumah sakit. Itu termasuk membahayakan identitasku, karena aku sedang tidak berada di kotaku sendiri. Lenganku terus mengeluarkan darah sampai aku lemas sekali.

Kututup pintunya. Kuhidupkan shower dan aku jatuh dibawahnya. Aku bahkan tidak punya tenaga lebih untuk membuka pakaianku. Ini sakit sekali.

Aku menutup mata, merasakan air shower menyentuh lukaku. Kemudian dadaku mulai terasa aneh.

CHAOSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang