20

32 3 2
                                    

•Arasely pov•

Brukkk!

Aku menabrak seseorang saat sedang menunduk, mengingat barang yang perlu kubeli.

"Abrizan?"

"Hey, Arasely? Kita pernah bertemu dua kali dirumah sakit kan?"

"Ah, iya benar."

Sesuatu mengganggu pikiranku, "Emm, apa kau.. kemari dengan Jack?"

"Kau tak tau? Beberapa bulan yang lalu ia menghilang dari rumah sakit."

"Menghilang?"

Lelaki itu menggigit bibir bawahnya ragu, "Bagaimana kalau kita bicarakan itu sambil minum kopi? Kurasa ini akan sedikit lama."

Tanpa pikir panjang aku menyetujuinya dengan satu anggukan.

~

Kami sudah duduk dengan kopi masing-masing di sebuah Coffee corner di dekat lobi.

"Jadi?"

"Aku tidak tau apa yang terjadi diantara kalian. Aku juga tak ingat kapan tepatnya. Tapi belakangan sebelum ia menghilang, ia memang sedikit aneh."

"Aku tidak mengerti."

"Hari itu adalah hari terakhir dia datang kerumah sakit. Aku melihat luka yang besar di telapak tangannya, seperti disengaja. Bukannya di perban, ia malah membiarkan luka itu mengering darahnya. Tidakkah aneh? Ia dokter, tapi ia tidak memberi perban pada luka selebar itu."

"Lalu?"

"Kantung matanya memang sering hitam belakangan sebelum ia menghilang, tapi hari itu kantung matanya lebih hitam lagi. Dia bahkan tak menjawab saat aku memanggilnya."

Di sesap kopinya sebentar, kemudian ia melanjutkan. "Pernah aku kerumahnya, sekali. Karena aku penasaran. Tapi bukannya membukakan pintu, ia malah mengirimiku pesan setelah aku menekan bel rumahnya."

"Isinya?"

"Aku baik baik saja. Jangan membuat keributan. Sana pulang!"

"Dia kelihatan baik baik saja dengan mengirim pesan seperti itu."

Beberapa saat hening, karena aku tidak tertarik untuk bertanya lagi. Baru saja akan kubuka mulutku untuk mengakhiri pertemuan ini, tapi ia kembali bersuara.

"Eng, Arasely.."

"Hm?"

"Apa kalian baru saja putus?"

"Ya, beberapa bulan yang lalu."

"Lalu, apa kebetulan kau tau poster fotomu dengan ukuran abnormal yang ia pajang didalam rumahnya?"

"Fotoku? Entahlah. Aku lupa kapan terakhir kerumahnya."

"Poster itu besar sekali, hampir memenuhi tembok kamarnya."

"Kau menakutiku, Abrizan."

"Apa ia pernah melakukan kesalahan besar padamu?"

Aku tersentak," Hey, sepertinya kau baru saja melanggar privasi."

"Maaf, tapi kuharap kau sudi mengunjunginya meski sekali. Aku takut keadaannya tidak sebagus perkiraan kita."

~

Mengunjunginya?

Cih.

Apa itu masuk akal?

Keremas kertas dengan design abal-abal itu kemudian aku melemparnya ke sembarang arah. Aku tidak ingat itu kertas ke berapa, mungkin lantai ruanganku sudah penuh kertas sekarang.

CHAOSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang