18

24 3 10
                                    

•Key pov•

Aku tak tau ada berapa "Gweny" di dunia ini. Tapi dari semua wanita, kenapa Ara harus bernama sama dengan tunanganku? Tunangan? Atau, mantan tunangan?

Pesan itu membuatku berpikir bahwa aku seakan tak ada bedanya dengan Jack. Brengseknya.

Atau jangan jangan, memang benar kalau semua lelaki itu sama?

Hei, apa aku sedang menjelek-jelekkan spesies ku sendiri?

"Hey, memikirkan apa?", Ara menepuk pundakku sampai gelas kopi yang kupegang tumpah sedikit.

"Eh, maaf."

"Aku marah kalau kopinya tumpah semua dan gelasnya pecah. Berhubung cuma tumpah sedikit, jadinya aku sayang."

"Receh sekali kau, Key."

Kuraih pinggang wanita di sebelahku setelah kuletakkan gelas tadi. Maklum, hanya satu tanganku yang bisa berfungsi. Tapi tak akan kubiarkan itu mengurangi ke- gentle an ku.

"Aku? Receh? Yep, benar. Receh receh mempesona, iya kan?", kuberi dia satu kedipan.

"Jangan tersenyum. Kalau kau tersenyum, matamu lenyap."

Kuelus rambut panjangnya yang di ikat kuda ke belakang,"Itu kelebihanku, bukan cacat. Jangan menghina."

Ia tiba-tiba melepas tanganku dari pinggangnya, "Aku tidur duluan ya. Sudah malam. Daa"

"Tidur yang nyenyak sayang, nanti kususul."

Aku memandanginya yang berjalan menjauhiku sambil memilin-milin rambutnya sendiri. Tak bosan, aku tersenyum lagi.

Kubuka ponselku, pesan tadi.

Kupandangi balasanku, berharap itu adalah keputusan paling bijak yang pernah kuambil dalam hidupku.

To : Unknown

Ayah, atau siapapun kau yang sedang membantu sekaligus membuatku pusing. Sampaikan pada Gweny, maafku. Bilang juga padanya, jangan menunggu.

Selamat tinggal, Gweny.
Kau bisa temui aku di lain waktu jika semua sudah usai, sebagai temanku.

~
•Author pov•

Flashback on.

"Gweny Adelin, cincin ini sepertinya cocok kupasang di tanganmu."

Di keluarkannya kotak merah dari saku, kemudian tampak cincin Diamond Cluster saat dibuka.

"Hey, apa tidak terlalu cepat Kyne?", wanita itu tertawa sambil menyelipkan rambut di belakang telinga.

"Aku hanya tidak ingin terlambat."

Dua kutub bibir khas wanita bergaun merah itu menganga, "Tunggu dulu, kau sudah minta ijin pada ayahku?"

"Pakai ini dulu, kemudian kita kerumahmu."

Cincin itu sudah terpasang saat mereka berdua duduk di sofa coklat milik rumah Gweny. Ayahnya memandangi Key penuh selidik. Membuat rasa takut mulai muncul di benak Key.

"Mr. Dave, maaf telah mencuri hati putrimu tanpa ijin."

"Tidak. Kau tidak bisa menyebutnya pencurian jika pemiliknya mengijinkan, Kyne."

Lelaki berjas navy itu tersenyum puas, "Jadi? Bolehkah.."

"Tanyakan padanya, di depanku sekarang."

Key memutar badannya pada wanita di sebelahnya.

"Gweny Adelin, will you be my engagement?"

CHAOSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang