Chapter 10: Suatu Kegilaan.

47 14 2
                                    

"Serang mereka!!!!"

Monster Serigala itu berteriak keras, siap menerkam. Bintang dan Han bergegas berdiri dan membalikkan badan lari menuju lembah. Bintang melirik sahabatnya, terlalu banyak luka di tubuhnya yang mulai mengering, bahkan luka di lengannya begitu dalam hampir terkoyak dagingnya dan tak ada apapun untuk menutupinya. Kakinya sedikit pincang saat dia berlari, terlihat rembasan darah di celana cokelat bagian kiri paha begitu jelas, tapi ia masih kuat berlari.

Han adalah sahabat saat masih remaja, ayahnya seorang polisi dari Medan yang dipindah tugaskan di wilayah terpencil Watu Kencling tempat kelahiran Bintang. Perawakan yang tegap dan tinggi warisan dari orang tuanya menjadikan Han pribadi yang kuat, sikapnya tegas dan tidak takut menghadapi situasi apapun. Kegemarannya bersepeda masuk keluar hutan membuat dia mampu bertahan hidup berhari-hari jauh dari pemukiman dan rumahnya. Persahabatan Bintang dan Han terjalin sudah begitu lama, semenjak sekolah sampai sekarang bekerja di Departemen Dinas Kemanusian.

"Bintang sebaiknya kita menuju kesana?" telunjuk Han mengarah ke lembah bawah sebelah kiri menyadarkan Bintang dari lamunannya.
"Kenapa kita harus kesana Han?" ujar Bintang mencoba mengimbangi lari Han yang begitu cepat dan gesit.
"Di sana ada aliran sungai deras di bawah tebing yang curam." jawab Han.
"Aku telah membunuh salah satu monster sialan itu di sana" penjelasan Han membuat Bintang terkejut dan takjub dengan sahabatnya itu. Sementara jeritan monster di belakangnya semakin dekat dengan mereka, derap berat langkahnya begitu cepat, tidak sepadan dengan tubuhnya yang besar.

Han yang berlari memimpin di depan berbelok arah kiri tiba-tiba, perubahan arah Han yang mendadak membuat kaki Bintang tersandung sehingga laju larinya menjadi timpang dan kepayahan, beruntung dia masih bisa seimbangkan tubuhnya hingga dapat menguasai tubuhnya kembali.
Bintang mulai mendengar deras arus sungai di depan tempatnya berlari. Han menerobos masuk ilalang yang tinggi sekitar 2 meteran. Gesit dan cepat larinya Han membuat Bintang kewalahan mengejarnya, dia berusaha fokus agar tetap melihat punggung Han diantara lebatnya ilalang itu.

Setelah cukup lama menerobos ilalang yang lebat itu, akhirnya mereka keluar menuju tanah lapang yang landai turun menuju tepi jurang. Han tetap berlari di depan dengan kaki pincangnya.
Saat kakinya terlukapun dia bisa berlari secepat dan selincah itu, bagaimana jadinya kalau kakinya normal. Batin Bintang melihat Han dari belakang. Seolah dapat mendengar apa yang dipikirkan Bintang, Han menoleh ke belakang dan berkata.
"Kencangkan lari kaki malasmu, jika tidak mau menjadi santapan monster-monster itu." Han tersenyum dalam pelariannya. "Dan bersiaplah menghadapi adrenalin pertaruhan nyawamu, kawan." lanjut Han.

Adrenalin pertaruhan nyawa? batin Bintang Apa maksud Han?
Saat Bintang mencoba bertanya, tiba-tiba Han melompat tinggi masuk ke dalam jurang, Bintang hentikan laju larinya sehingga dia tersungkur jatuh dengan lutut sebagai tumpuannya, terdengar teriakan kepuasan dari mulut Han dan akhirnya mendarat di aliran deras sungai membawanya pergi meninggalkan Bintang yang mematung di bibir jurang.

LOLONGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang