Chapter 24: Terpenjara.

25 14 5
                                    

Suara bising membangunkannya, seperti suara aliran udara yang deras berputar dan ditabrak oleh mesin-mesin berat.
Baling-baling Helikopter?
Kejanggalan itu mengejutkan, membangunkannya dari kantuk yang melemahkan. Han terbaring lemas di sebuah kasur tipis, sakit dan perih terasa di sekujur tubuhnya. Ia mendorong tubuhnya untuk bangkit, ingatan berkelebat saat ia berusaha mengenali sekelilingnya. Ia meraba tubuhnya, terasa hangat dan berat. Aku masih hidup, batinnya, tetapi dalam sebuah sel.

Han mengamati tempatnya berada, sebuah sel dengan desain praktis. Selembar kasur tipis, toilet dan bilik pancuran terbuka. Tanpa jendela dan pintunya berupa jeruji yang cukup tebal, sel itu menghadap ke lorong yang diterangi lampu neon. Han memeriksa tubuhnya, seseorang telah melucuti pakaiannya, tetapi setumpuk pakaian yang rapi telah dilipat di sebuah kursi disamping ranjang.

Ia menyingkirkan selimut yang menutupi tubuh setengah telanjangnya dan mencoba berdiri, tetapi rasa sakit di kepala membuatnya mengurungkan niat itu, sehingga terasa mual efek dari sisa-sisa pengaruh kehilangan banyak darah. Han juga merasakan nyeri di bahu kirinya, terlihat rembasan darah di perban yang menempel, kini ia teringat taring dan gigi tajam Serigala yang menancap di bahunya. Pasti begitu dalam, mengingat betapa besarnya taring yang dimiliki monster itu.

Tak hanya di bahu, hampir sekujur tubuhnya dibalut perban hingga terlihat seperti semi mummy. Ia meraba beberapa luka memar di paha, lengan kanan serta dadanya serta menemukan beberapa titik bekas suntikan. Selembar plester menempel di nadi kedua tangannya, bekas infus. Rupanya seseorang telah merawat dan menyelamatkan hidupnya, seseorang yang belum ia kenali. Rekankah ato musuhkah?

Han tidak tau berapa lama ia tak sadarkan diri, jam tangan G-Shock yang dia kenakan di pergelangan tangan kirinya telah hilang, ada yang mengambilnya. Kini tak ada sesuatu untuk mengecek waktu, terlebih lagi mengetahui hari. Namun, ia menduga tak lebih dari satu hari berlalu, janggut di dagunya membuktikan bahwa ia belum terlelap terlalu lama. Kini ia mencoba berdiri, mengabaikan rasa sakit di kepala dan tubuhnya yang lemas, ia meraih pakaian dan mengenakannya satu persatu.

Sebuah kaos berlengan pendek polos berwarna hijau gelap dengan celana berkain tebal sebatas lutut berwarna hitam pekat. Dia harus mengenakannnya pelan-pelan agar tak merasakan sakit dan perihnya luka yang diderita. Han terlihat meringis menahannya, terkadang umpatan keluar pelan dari mulutnya ketika tak sengaja menyenggol luka-luka yang masih basah itu.

Han menghela nafas panjang, ruangan itu begitu pengap dengan penerangan yang begitu minim sehingga harus jeli melihat sekeliling ruangan itu. Dengan keadaan seperti itu malah membuat Han merasa belakang bola matanya tertusuk jika dipaksakan untuk berkonsentrasi menatap disekitarnya. Dia lebih memilih tak terlalu serius untuk mengetahui lebih banyak dalam ruangan remang-remang tersebut.

Blok sel itu kemungkinan besar diawasi, hal itu terbukti ketika terdengar sebuah pintu dibuka di ujung lorong. Walau tanpa suara pada langkah kaki yang mencoba mendekati sel tempat Han berada, tetapi Han yakin dia akan menemui sang penawan sekaligus yang mengobati dirinya dari luka yang parah setelah bertarung dengan monster-monster Serigala raksasa beberapa jam yang lalu. Han berjalan mendekati teralis besi untuk melihat lebih jelas seseorang yang mendekatinya.

Kepalanya bagai dihantam palu, terasa begitu pusing saat dia mencoba melangkah membuat dirinya kehilangan keseimbangan dan membentur sel tersebut. Sebuah besi terjatuh dari kursi dalam sel yang berada disebelahnya, berdenting nyaring memekakkan telinga. Sial pikir Han. Dia menghela nafas panjang, mengutuk dirinya sendiri. Seseorang mendekatinya dengan sebuah tongkat dalam ganggaman tangannya, membuat Han berpikir keras tindakan apa yang harus dilakukannya saat seperti ini.

LOLONGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang