Chapter 7: Tempat Berlindung

30 15 2
                                    

"Buggh!!"

"Argh!!!"

Sosok hitam itu tersungkur, tak ingin membuang kesempatan sebelum makhluk itu bangkit. Balqis dengan segera hendak memukul kembali.. senjatanya bersiap diayunkan. Tetapi....

"Balqis, Tunggu!!!, ini aku"

Balqis terkejut ternyata bukan lawan yang ia lumpuhkan tetapi seseorang yang mengenalnya. Dia mengurungkan niat untuk memukulnya kembali, segera dia mendekat dan berlutut.

"Ya Tuhan... Bintang, kau masih hidup?"
Balqis memeluk Bintang, lututnya menopang beban berat tubuhnya, tak perduli rasa perih luka di paha kiriñya yang kini menyerañg. Bintang mendekap tubuhnya erat hingga dia dapat merasakan kelegaan atas deritanya.
"Maafkan aku Bintang, aku tidak tahu kalau itu kamu" tak terasa air matanya mengalir di pipinya. Tubuhnya terus memeluk Bintang,

"Sudahlah aku tidak apa-apa, syukurlah kamu selamat." Bintang melepaskan pelukannya, tetapi tetap menggandeng tangan Balqis. Ibu jarinya menghapus air mata dipipi Balqis. Jemari Balqis menyambut, menggenggam tangan Bintang. Dia bahagia setelah mengalami kejadian yang hàmpir merenggut nyawanya, kini dia masih bisa menemukan seseorang yang bisa menemaninya. Bersyukur ia tidak sendirian sekarang.

"Bagaimana sekarang, apa yang harus kita lakukan?"
Balqis mencoba duduk di antara paha Bintang. Kedua tangannya menyilang di depan dadanya. Bukan bermaksud memasang pertahanan, tetapi lebih untuk mengurangi rasa dingin yang kini menyerang.
"Sebentar lagi malam, sebaiknya kita istirahat dulu disini untuk memulihkan kondisi kita yang kelelahan. Besok pagi-pagi, baru kita pulang."

Balqis memungut tas punggungnya yg tergeletak di samping mereka duduk. Teringat tas itulah yang menyelamatkan nyawanya setelah dipukulkan ke moncong monster saat mencoba lepas dari cengkramannya. Sebagian robek tetapi tidak sampai membuat isinya tumpah.

"Kita cari tempat yang aman buat beristirahat" Bintang berusaha berdiri walau kepayahan akhirnya dia mampu, disusul Balqis. Kali ini meringis menahan perih lukanya.
Matanya mulai mencari tempat untuk melepas lelah,
"Lihat, disana ada celah. Mungkin bisa kita jadikan tempat sembunyi."

Mereka berjalan diatas jalanan berbatu, menimbulkan bunyi gesekan kerikil-kerikil tempat mereka berpijak. Hampir saja Balqis jatuh memijak batu yang lebih besar diantara kerikil, tubuhnya hilang keseimbangan, beruntung tangan Bintang menangkap pinggangnya. "Hati-hati" Bintang membantunya berdiri tegak lagî.

"Biar aku periksa dulu ke dalam." Bintang menyalakan senter pena di tangan dan menyelinap ke dalam menghilang. Balqis mengintip lewat celah itu.
"Kelihatannya aman. Kita bisa menunggu pagi datang disini." Balqis menyusul masuk.
"Kita buat perapian untuk menghangatkan badan kita." Bintang mengumpulkan ranting-ranting kering sebagai bahan perapian.

Balqis membuka tas punggungnya. Dia menemukan sebatang cokelat, wajahnya berbinar. "Aku menemukan cokelat di tasku, ini mampu mengisi perut kita yang kosong karena belum makan"
Bintang meraih dan mematahkannya menjadi dua, setengah untuk dirinya, setengah untuk Balqis.

Disaat seperti ini harusnya ada handphone untuk meminta pertolongan atau memberitahukan keadaan mereka dan juga kejadian-kejadian yang sedang mereka alami. "Seandainya handphone kita tak dijadikan satu tempat di tas Lasmi mungkin kita sedang tidur dikasur empuk."
Bintang masih ingat Lasmi di terkam dan menyeretnya ke semak belukar, Tasnya yang berisi hand phone ikut terbawa monster tersebut.

To be continued...

LOLONGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang