Chapter 3: Penyergapan

35 15 0
                                    

"SIALAN!!!." makian Han menandakan dia marah dan menerobos masuk semak belukar dimana Lasmi dibawa makhluk yang hanya terlihat sekilas seperti bayangan karena kecepatannya menerkam mangsanya.

"Han tunggu, jangan mengejar sendirian". Terlambat Han sudah masuk terlalu dalam dan mulai menembakkan senjatanya tanpa memikirkan Lasmi yang menjerit diseret makhluk misterius itu. Balqis dan Bintang mencoba menyusul Han tetapi sepasang mata merah menyala terlihat dengan jelas di gelapnya semak belukar tempat yang hendak dituju oleh Bintang dan Balqis. Tangan Bintang meraih Balqis untuk menghentikan niat menerobos semak itu dan berbalik arah. "Lari." perintah Bintang. Balqis tanpa dikomandopun sudah lari duluan.

Sebuah raungan panjang membelah belantara yang gelap. Huiiiiiiiiiiiiiiah diakhiri dengan lolongan yang melengking. Balqis berlari setengah terseret-seret karena tangannya yang digandeng Bintang dengan kecepatan larinya efek dari kepanikan mereka yang menjadi target mangsa oleh makhluk yang mengejarnya.

Jeritan kesakitan terdengar jauh dibelakang mereka, Han mengerang kesakitan dan berteriak dengan nafas yang tersenggal, meminta Bintang dan Balqis untuk menjauh dan meninggalkannya. "Lari Bintang, Balqis... menjauhlah dan pergi dari sini... Aaaaaarrrgh!!!" hingga tàk terdengar lagi suara Han.

Apapun makhluk yang mengejarnya dan memangsa Han serta Lasmi pasti berpostur raksasa dan terangsang oleh mangsa sebelumnya. Bintang menoleh ke arah tubuh sepasang kekasih yang menjadi korban sebelumnya dengan beberapa luka cabikan dan darah mengalir deras membasahi hingga warna merah pekat dominan melekat dibadan dan sekitar korbannya. Monster atau bukan, ia tidak perlu informasi lain tentang apa yang mungkin tersembunyi di balik labirin hutan yang lebat, aliran sungai dan jurang gelap.

Bintang menoleh ke belakang berkali-kali, memasang telinga untuk suara apapun yang mengejar. Kepakan sayap yang terburu-buru mengundang telinga dan matanya. Gerakannya cepat jauh ke kiri ke angkasa, seekor burung melesat ke udara. Sesuatu membuatnya takut. Sesuatu yang sedang berlari.

"Mereka tidak membunuh untuk makan." Balqis terengah-engah berbicara dibelakang Bintang yang menggandengnya. "Bukan rasa lapar yang mengundang selera makan mereka, nyaris tak ada yang dimakan." Balqis meneruskan ceramahnya, seperti menganggap teka-teki yang mesti dipecahkan "Mereka seperti membunuh demi kesenangan. Seperti kucing rumah memburu tikus."

Bintang pernah mempelajari banyak predator. Alam tidak bekerja seperti itu. Harimau, seusai makan jarang menjadi ancaman, biasanya bermalas-malasan. Ular setelah makan akan tidur beberapa hari untuk mencerna korbannya didalam.

"Di lingkungan manusia, kucing rumah yang diberi makan dengan baik akan lebih sering berburu. Kucing seperti itu punya tenaga dan waktu untuk bermain-main." Bintang menanggapi ceramah Balqis tentang kucing rumah yang berburu tikus.

Bermain-main?...

Bintang bergidik memikirkan kata-kata itu. Predator seperti apa yang membunuh hanya demi kesenangan belaka?. Langkahnya semakin gesit setelah mata Bintang menangkap sekilas sosok bergerak di balik tepi hutan yang gelap. Sosok itu menghilang seperti asap putih saat ia berfokus pada tempat itu.

Ia teringat desas-desus tentang makhluk yang berkeliaran dekat wilayah tersebut dari beberapa warga saat dia masih kecil.

Setengah hewan, setengah hantu...

Kendati udara panas, kulitnya menjadi dingin. Serpihan kerikil dan tanah pasir berderak licin di bawah pijakan larinya. Namun, mereka hampir sampai ke jalan berbatu dimana motor yang mereka tunggangi ditinggalkan disana.

Tetapi, Balqis terpeleset, tangannya lepas dari genggaman Bintang dan menabrak tubuh Bintang yang kembali jatuh kebawah. Sudut lereng dan momentum membuatnya terguling-guling setengah jalan ke bawah bukit sebelum akhirnya menahan tubuh dengan tumit dan pantat senapannya.

Balqis masih terduduk tersungkur di atas dekat jalan berbatu tempat motor trail berada, matanya terbelalak ketakutan, bukan pada Bintang tetapi menatap ke samping hutan atas. Sesuatu bergerak mendekati Balqis dengan cepat.

Bintang berputar, berusaha berdiri; pergelangan kakinya berderak, terkilir, mungkin patah akibat benturan-benturan keras di batu saat dia meluncur ke bawah ketika jatuh tadi. Ia mengawasi sekelilingnya dan tidak melihat apa-apa, tapi ia mengangkat senjatanya. Kembali menatap ke atas tempat Balqis tersungkur.

"Pergi!" teriaknya. "Kunci kontak masih menancap di motor, pergilah dari sini. Jangan menungguku"

Balqis berdiri dan berlari menuju trail. Di atas, gerakan dari balik dahan-dahan pohon baobab mengundang perhatian Bintang. Sosok itu berlari kencang menuju Balqis. Bintang membidik sekenanya dan menekan pelatuk. Suara dor dari senapannya menggetarkan lembah itu. Balqis menjerit terkejut berlari semakin kencang menuju trail.

Tetapi...

"Tidak!" pekik Bintang melihat sosok itu melompat dari bayangan gelap pohon raksasa, sekilas remang-remang menerkam dan memukul Balqis jatuh dan keduanya tak terlihat lagi oleh Bintang. Bintang mendengar jerit ketakutan dari Balqis tapi suaranya menghilang dalam setengah tarikan nafas.

Kesunyian kembali menyelimuti hutan. Bintang menghadap lagi ke tepi hutan. Kematian di atas dan di bawah. Ia hanya punya satu kesempatan. Sambil menahan sakit dipergelangan kaki, Bintang berlari menuruni lereng. Ia membiarkan gravitasi menguasai tubuhnya, lebih tepatnya terjun bebas daripada lari cepat. Dengan kaki yang dirasakan seperti terbakar dan jantung berdegup kencang, ia berjuang agar tegak sampai ke bawah.

Ia melihat atau sekedar merasakan gerakan dari sesuatu yang besar, persis di tepi hutan. Sekilas bayangan yang lebih cepat. Setengah hewan, setengah hantu... Walau tidak terlihat, ia tahu yang sebenarnya.

Dalam benaknya terbesit kematian akan menjemputnya... Jangan hari ini, ia berdoa... jangan hari ini. Bintang menabrakkan diri ke ilalang dan terjun langsung ke dalam mata air di bawah lereng.

To be continued...

LOLONGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang