Cuaca begitu terik, membakar kulit dan memantulkan kilauan fatamorgana. Sebuah motor trail melintasi jalanan berbatu di wilayah Watu Kencling. Dari spion kanan dan kiri, dataran itu tampak terbakar hingga menyilaukan di bawah matahari, pinggiran jalanan diselingi semak-semak berduri dan willow semak merah yang berdiri sendiri. Tak jauh di depan, menjulang sebuah bukit rendah, diselimuti tonjolan akasia dan pohon-pohon kayu hitam yang kurus.
"Itukah tempatnya, mas?" tanya Balqis Aurelia kepada sang pengendali trail yang melintasi jalanan berbatu yang kering, debu beterbangan akibat gesekan tanah dan roda laju si kuda besi. Ia melirik wajah samping pria yang memboncenginya.
Balqis Aurelia merenggangkan sedikit dadanya yang sesak menempel dipunggung Bintang Dwika akibat kencangnya laju trail yang menjadi kendaraan pengantar dalam perjalanannya. Terlalu lama menempel sehingga meninggalkan jejak basah keringat di punggung Bintang. Telunjuk Bintang mengarahkan letak tempat yang dituju. "Di belakang sisi barat, ada lembah yang dalam."
Bintang menurunkan gigi dan berputar ke kanan. Diikuti satu motor trail milik temannya juga, Han Septiansyah yang memboncengkan seorang perempuan juga yaitu Lasmi Rumbi. Seperti halnya Han, Bintang merupakan seorang petugas kemanusiaan di daerah terpencil tanah kelahirannya, ia harus mematuhi protokol dan siap siaga menghadapi situasi apapun.
"Apa tidak bisa lebih cepat?" desak penumpangnya.
Balqis Aurelia adalah bidan muda, salah seorang eksponen proyek awal penyelamatan bagi Ibu yang hendak melahirkan. Bintang senang bekerja sama dengannya. Mungkin karena gayanya yang tidak seperti seorang ahli, mulai dari jaket denim, celana jeans yang kusam hingga rambut sebahunya yang diikat ke belakang menjadi buntut kuda sederhana. Atau, barangkali lantaran perempuan itu begitu bersemangat seperti sekarang.
"Jika kita tidak cepat sampai ke lokasi, saya takut kita tidak bisa selamatkan mereka berdua setelah mereka kehilangan sosok suami dan ayah bagi anaknya, akibat musibah yang mereka alami dijalan."
Seperempat jam yang lalu, puskesmas di kota kecil tempat ia bekerja menerima panggilan telepon dari seorang pria yang sekarat diambang kematiannya meminta tolong untuk menyelamatkan istrinya yang sedang berbadan dua tergeletak lemas disampingnya akibat motor yang mereka kendarai mengalami kecelakaan tergelincir dan masuk daerah curam saat mereka menuju kota untuk pergi ke puskesmas.
Minimnya bidan dan peralatan puskesmas di wilayah terpencil Watu Kencling membuat Balqis dan Lasmi ditemani Bintang dan Han mendapat tugas untuk menuju lokasi kecelakaan dan menyelamatkan Ibu dan calon bayinya.
Bintang mengangguk. Ia memlintir gas dan memacu trail, mendaki lereng berbatu. Bagian belakang motor itu berkelok-kelok diantara kerikil, tapi terus melaju. Balqis kembali memeluk punggung Bintang karena makin cepat laju kuda besi. Han mengekor darî belakang.
Setelah melewati bukit, dataran di depan terpecah oleh jurang-jurang yang terbentuk dari aliran sungai-sungai kecil. Tumbuhan disini semakin lebat, pohon ara, mahoni, dan akasia. Tempat itu merupakan satu dari beberapa daerah basah di lokasi yang paling terpencil di wilayah Watu Kencling, cukup jauh dari jejak yang biasa dilalui orang. Hanya beberapa orang-orang yang tinggal di daerah tersebut.
Bintang memandangi kaki langit sambil mengarahkan trailnya ke bawah lereng seberang. Kurang dari dua kilometer, pagar terbentang melintasi dataran itu. Pagar hitam setinggi kira-kira tiga meter itu memisahkan wilayah umum dan wilayah pribadi yang bersebelahan. Wilayah pribadi yang satu ini bukan wilayah biasa.
Wilayah yang menjadi bagian lahan pribadi yang ditinggali keluarga itu bahkan telah ada cukup lama, dimiliki sebuah keluarga non pribumi Watu Kencling hingga kini, klan Akatsuki--salah satu keturunan imigran Jepang yang menetap di wilayah kepulauan Indonesia. Konon di wilayah pribadi tersebut terdapat beragam satwa.
Bukan hanya binatang jinak saja tetapi juga segala macam predator.Namun, selalu ada desas-desus dan cerita yang dikaitkan dengan suaka Akatsuki. Wilayah itu hanya bisa dicapai dengan helikopter atau pesawat kecil. Jalan-jalan yang sempat dibangun di sana telah lama menjadi belantara kembali. Para pengunjung sesekali datang hanyalah orang-orang penting dari beberapa wilayah Indonesia
Bintang bersedia melakukan apa saja untuk kesempatan berada sehari di sana. Namun, kehormatan itu hanya terbatas untuk kepala pengawas Watu Kencling. Bintang berharap untuk meraih jabatan tinggi itu kelak, tapi harapannya tipis karena monopoli kekuasaan penguasa di wilayah tersebut.
Sementara itu...
"Itu dia!" teriak Balqis, menyadarkan Bintang kembali pada jalan tanpa marka yang berliku-liku. Bintang melihat motor butut tua tergeletak di dasar jurang yang tak curam dibawah jalan berbatu tersebut. Tak jauh dari itu, sepasang suami istri terbaring dengan tangan mereka yang saling berpegangan.
Tetapi ada yang aneh...
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
LOLONGAN
Mystère / ThrillerMisi penyelamatan sepasang suami istri yang sedang mengandung pada sebuah kecelakaan di daerah terpencil di sebuah wilayah yang berdekatan dengan lahan pribadi milik keluarga keturunan Jepang, berujung dengan kecekaman yang membuat para penyelamat m...