"Sudah waktunya kau belajar perbedaan antara hidup dan mimpi."
- Lucius Malfoy -
Disisi lain, dua gadis berparas cantik mengendap-endap keluar kamar tanpa jubah asrama. Hanya menggunakan piyama seadanya. Mereka berjalan menuju dapur Hogwarts, dan misi berhasil tanpa gangguan Tuan Filch atau semacamnya. Irish dan Ginny sempat bertemu dengan Peeves, namun mereka segera bersembunyi di balik tembok.
Kini, mereka bernafas lega dan masuk ke dalam dapur yang sangat gelap. Ginny mengeluarkan mantra 'Lumos' dari tongkatnya sehingga ada pencahayaan. Irish mulai memberitahu cara pembuatan coklat panas yang spesial pada Ginny, yang sedikit berbeda dengan cara pembuatan yang asli.
"Amazing! Pantas saja Harry menyukainya, ini sungguh enak!" puji Ginny setelah mengeuknya.
Irish tersenyum dan mengucapkan terimakasih. "Sekarang, coba kau lagi yang buat, seperti yang aku contohkan tadi."
Ginny mengangguk dan mulai membuat minuman favorit Harry Potter tersebut. Dulu, Ginny tertarik dengan Quidditch karena itu juga hobi Harry. Dan sekarang, ia melakukan hal yang sama pada minuman. "Nah, sudah selesai!"
"Well, lebih baik kita minum sambil duduk," ajak Irish sambil membawa cangkirnya, begitu pula dengan Ginny.
Mereka berdua duduk berhadapan, Irish mencicipi coklat panas buatan Ginny. "Waw! Ini tak kalah enak," katanya setelah meneguk.
Mata Ginny berbinar. "Benarkah itu?"
Irish tersenyum dan mengangguk. Selanjutnya mereka berdua saling bercakap sambil sesekali minum. Menurut Irish, rasanya sangat nyaman. Bisa berbagi cerita dalam keadaan sunyi dan ditemani secangkir coklat, yeah terlalu puitis ya? Namun, rasa nyaman itu hanya bertahan sebentar ketika terdengar bunyi ledakan besar dan salah satu peri-rumah berteriak.
"Pelahap Maut! Mereka ada disini!" raungnya.
Semua peri-rumah kocar-kacir tak jelas dan beberapa menjetikkan jari, lalu lenyap. Salah satu peri-rumah mendekati Irish dan Ginny. "Jika kalian ada perlu ambil saja di meja sudut! Dah, nona!" Lalu peri rumah itu lenyap dalam sepersekian detik.
Hingga kini tinggalah Irish dan Ginny benar-benar berdua. Keduanya berdiri dari duduk dengan raut wajah cemas. "Apa yang harus kita lakukan?!" histeris Ginny
"Nox!" Irish mematikan penerangan dengan sebuah mantra. "Kita harus menyumput atau bagaimana?" Ia meminta saran.
"Ent--tunggu, bagaimana para Pelahap Maut berhasil masuk ke Hogwarts sementara perlindungan disini sangat ketat?" Ginny bertanya heran.
"Oh, Ginnerva, tak ada waktu untuk memikirkan itu. Kita harus berlindung." Irish menarik lengan Ginny dan membawanya keluar dari dapur. "Sudah pasti para Pelahap Maut sialan itu ingin menghancurkan Hogwarts, kita tak bisa tinggal diam."
Ginny mengangguk setuju. "Lagian mereka juga akan ke dap-"
PRANGG!
Bunyi pecahan terdengar dari lantai atas, sedikit jauh dari pendengaran mereka. Irish dan Ginny bertatapan sejenak, lalu langsung berlari secepat mungkin menuju asal suara. "Kita harus menyumput di sumber suara nanti, siapa tahu itu Pel-"
"Irish, kurasa ada yang mengikuti kita," bisik Ginny.
Dua gadis itu saling diam setelahnya dan terus berjalan dalam kegelapan—karena semua lampu sudah dimatikan oleh Tuan Flich. Hingga Irish memutartubuhnya ke belakang dengan mendadak dan mengacungkan tongkat sihirnya.
"Lumos Maxima!"
Cahaya keluar dari tongkat Irish dan menunjukkan jika ucapan Ginny tadi benar, ada yang mengikuti mereka. Dan dia adalah Wilkes, Pelahap Maut yang gendut dan kini menyeringai kepada mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Without Choice | Draco Malfoy
FanfictionDi Tahun Keenam, hari-hari Irish diisi oleh Draco Malfoy. Namun ada banyak hal yang menghalangi mereka untuk bergandengan tangan, tapi Irish dan Malfoy selalu berusaha mempertahankan hubungan, sampai akhirnya mereka paham bahwa mereka tak punya pili...