Bab 12

2.8K 432 21
                                    

"It takes a great deal of bravery to stand up to our enemies, but just as much to stand up to our friends."

- Albus Dumbledore -

Bukan Draco Malfoy namanya jika dia tidak mengabaikan perhatian orang-orang padanya, tapi Irish pengecualian.

Setelah mengenakan setelan hitamnya sesudah mandi sore ini, Malfoy melengang keluar kamar. Pansy sudah mengingatkan dia agar istirahat saja, lantaran ia baru keluar dari rumah sakit siang tadi. Namun Malfoy tak menurutinya, karena Pansy bukan Narcissa ataupun Irishana.

"Professor Snape. Apa yang inginkan dia, sampai-sampai melarangku untuk pergi ke Pesta Dansa?" tanya Malfoy setelah bapa-baptisnya itu menutup pintu ruangannya.

"Pangeran-Kegelapan berpikir jika itu adalah waktu yang tepat untuk kau memikirkan cara mencelakai Dumbledore lagi. Karena saat itu semua ada di Pesta Dansa, jadi siapa yang peduli?" jelas Professor Snape.

"Bagaimana jika aku tetap pergi kesana?" kata Malfoy sedikit bergetar.

"Maka kau akan mati. Percayalah, Draco, jika itu sudah menjadi tugas barumu."

Malfoy menghela nafas pelan. "Kau bisa membuat ramuan, bahkan mantra, bukan?"

Snape mengangguk sambil menatap wajah Malfoy dengan tanda tanya. "Apa yang kau inginkan setelah aku membiarkanmu mendekati muggleborn itu?"

Terlihat Malfoy mengeluarkan sesuatu dari kantung jubahnya. Sebuah kalung dengan liontin setetes air mata yang bening. Indah. Lebih dari indah. Malfoy memberikan kalung itu pada Professor Snape. "Kalung pelindung, berikan mantra ataupun ramuan pada kalung itu."

"Darimana kau mendapatkan kalung ini?" Professor Snape memperhatikan kalung di genggamannya itu.

"Bazar Astoria Greengrass di hari kedua kemarin. Bisakah kau melakukan itu untukku, professor?"

"Bukan untukmu, tapi untuk Irish." Snape sambil berjalan ke rak-rak ramuannya.

Malfoy mengikuti langkah pria itu.

"Apapun benda yang diberikan sentuhan ramuan dan mantra, ada konsekuensinya." Snape mengingatkan. Ia mengambil beberapa botol dan meletakannya di atas sebuah meja.

"Apa konsekuensinya, Professor?"

Snape menatap wajah Malfoy. "Jika kalung itu dipakai, kalung itu tidak akan bisa dilepas sebelum ia menemukan cinta sejatinya. Karena pembuatan kalung ini melibatkan amortentia. Bagaimana?"

Sebuah pilihan. Malfoy menghela nafas pelan dan melontarkan keputusannya. "Lakukan, aku akan menyuruh Irish menggunakannya saat ada bahaya besar."

Snape meletakkan kalung itu di samping ramuan-ramuan yang diambilnya tadi. Kemudian ia menatap wajah Malfoy dengan senyuman miring. "Lebih tepatnya saat kau memperbaiki lemari itu, bukan?"

***

Malam ini semuanya mulai semrawut mencari pasangan untuk dansa yang akan diadakan lusa. Mencarinya sesulit membuat patronus, kecuali yang sudah mempunyai pacar sejak awal. Bahkan Irish pun terlihat kesal karena kedua teman lelakinya meledek dirinya yang belum menemukan pasangan, sedangkan Malfoy tak bisa pergi.

"Yang mengajakmu sudah 3 orang, dan semuanya kau tolak. Salahmu sendiri, lah." Ron melerai tawanya.

"Benar, harusnya jangan jual mahal." Harry mendukung opini Ron.

Irish berdecak. "Kalian bayangkan siapa saja yang mengajakku? Marcus Flint, Kenneth Towler, dan Justin Finch-Fletchley."

Seketika itu juga tawa Ron meledak dan Harry hanya mengusap-usap pelipisnya dengan menggeleng-geleng. Irish yang mendengar itu memangku dagunya dengan telapak kanannya, wajah gadis itu terlihat sangat kesal dan pasrah.

Without Choice | Draco MalfoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang