Bab 17

2.6K 440 13
                                    

"Never trust anything that can thing for itself if you can't see where it keep it's brain."

- Arthur Weasley -

Sepertinya, selain Central Park, dapur juga menjadi tempat favorit Irish di Hogwarts—karena dua tempat itu yang sangat sering ia kunjungi. Namun untuk opsi kedua, ia sering mengunjunginya diam-diam bersama Harry Potter. Irish tak tahu apa itu diizinkan atau tidak oleh para professor, namun Harry meyakinkannya sehingga kebiasaan itu terbawa hingga kini.

Contohnya saat ini. Harry memaksa Irish untuk menemaninya ke dapur, ia hendak membuat teh hangat untuk Professor Slughorn dengan niat ingin merayu professor itu secara perlahan-lahan—agar pria itu bersedia memberitahu Harry tentang masa kecil Tom Riddle, mengingat Professor Slughorn guru favoritnya dulu.

Karena itu urusan Harry, Irish tak ingin menemani laki-laki itu hingga ke dalam, ia hanya menunggu di luar dapur. Otak Irish sedang malas menerima ocehan-ocehan dari para peri-rumah yang cerewet, pikirannya kini sudah pusing memikirkan Malfoy. Tak ada yang tahu jika hati Irish kini sangat mendung, sejenis merasa kehilangan.

BRUKK!!

Irish sedang berada di luar koridor dapur ketika mendengar suara tabrakan. Ia menoleh ke samping dan menemukan dua laki-laki yang posisinya tak begitu jauh darinya, Marcus Flint dan Terence Higgs—mereka berdua terlihat sedang beradu argumen seperti saling menyalahkan, sayangnya Irish tak bisa mendengar percakapan mereka.

"Nah! Dia melihat 'kan?"

"Tidak seperti itu maksudku, idiot."

"Lalu seperti apa maksudmu, Marcus?"

"Aku hanya memintamu menamaniku! Bukan mendorongku untuk mencari perhatiannya!"

"Oh, kau tak mengatakan itu."

"Otakmu terlalu dangkal!"

"Lihat, dia melihat kita sekarang, aku datangin ya?" Terence Higgs mulai berjalan mendekati Irish, Marcus Flint beberapa kali menahan lengan ex-partnernya itu, namun Terence langsung menepisnya. Mungkin ia masih dendam dengan Marcus yang lebih memilih Malfoy untuk menjadi seeker ketimbang dirinya.

Irish segera mengalihkan pandangannya dari dua laki-laki itu, ia menghela nafas pelan ketika melihat Terence Higgs berjalan ke arahnya. "Harry kemana, sih? Lama benar," bathin Irish kesal.

"Hallo, Helena." Tanpa perlu menoleh pun Irish sudah tahu itu siapa, ia terlalu malas untuk menjawab sapaan Terence Higgs yang ditebaknya hanya akan membuang-buang waktu. "Apa murid Gryffindor tak pernah diajarkan sopan santun?" ucapnya murka.

Alis Irish bertaut tak terima, ia menghadap ke samping hingga berhadapan dengan Terence Higgs. "Ucapanmu barusan sudah menjelaskan, kalau sebenarnya Slytherin lah yang tidak diajarkan!"

Laki-laki berwajah tampan dan berhati keji itu menaikkan satu alisnya. "Oh, ya? Setidaknya Slytherin terhomat dengan tidak memelihara mudblood."

Irish tercekat mendengar itu, ia teringat akan kedua orang tuanya dan merasakan sesak itu lagi—kerinduan yang mendalam pada mereka. "Dasar rasis!" ketus Irish dengan suara bergetar.

"Bukankah pacarmu itu juga begitu, eh?" tanyanya yang lebih mengarah pada ejekan. "Ups, aku lupa kalau kalian sudah berpisah. Siapa yang tahan dengan aroma bau Darah-Lumpur Kotor, kan?"

"Sebenarnya, apasih tujuanmu kesini?" Wajah bening Irish sudah berubah menjadi merah padam.

Terence Higgs menoleh ke belakang, kemudian menatap Irish lagi. "Menemani Marcus Flint untuk menghinamu, sangat seru ternyata. Dan, batas mana tadi? Oh ya, aroma Dar—"

Without Choice | Draco MalfoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang