Budayakan vote sebelum membaca.
Happy Reading🍁Tetap begini, jangan pernah berubah, apa lagi sampai pergi dan memberi luka.
-Involute-
Agenda Ruby hari ini adalah tidur sampai sore menghampiri. Ruby perlu merefresh otaknya agar mampu berpikir lukisan macam apa yang akan dia lukis sesuai tema lomba kesenian nanti.
Ah, berpikir itu memang melelahkan. Gadis itu merebahkan diri, menatap langit-langit kamarnya sembari ancang-ancang menuju alam mimpi.
"Kak Ruby! Gue mau curhat dong!" seru bocah laki-laki berusia 15 tahun yang sudah mendudukkan dirinya di tepi kasur.
"Jangan asal masuk, bego! Kalo gue lagi ganti baju gimana?!"
Vano meringis. "Ya maaf. Lagian kalo lagi naked kudunya dikunci, kan?"
Ruby berdecak, lantas beringsut duduk dan menoyor kepala adik laki-lakinya dengan geregetan. "Diomongin nyaut mulu lo!"
"Lama-lama lo kaya emak-emak, Kak." Vano bersungut-sungut.
"Daripada kaya bapak-bapak."
"Dih, bener juga ya." Vano menganggukkan kepalanya. "Eh, gue mau curhat, Kak."
"Curhat apa?"
"Ini tentang perasaan semu abu-abu yang menjelma menjadi candu—"
"No, omongan lo enggak usah belibet-libet deh kaya Vicky Prasetyo." Ruby mendengkus malas.
Vano meringis. "Enak aja gue disamain kaya dia."
Ruby menggedikkan bahunya tidak peduli.
Vano lantas berdeham sebelum melanjutkan, "Kak, perasaan cinta itu kaya gimana sih?"
"Cinta?" Vano mengangguk antusias.
"Cinta adalah suatu emosi dari kasih sayang yang kuat dan ketertarikan pribadi. Dalam konteks filosofi cinta merupakan sifat baik yang mewarisi semua kebaikan, perasaan belas kasih dan kasih sayang."
Vano menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dengan tampang bodoh. "Berasa baca wikipedia deh gue, Kak."
Ruby mendengkus. "Lagian lo masih kecil, enggak usah cinta-cintaan."
"Ah, lo mah enggak asik, Kak. Gue kan, udah gede tau."
Ruby menatap Vano yang kini lebih tinggi darinya dengan wajah tanpa ekspresi yang berarti. "Apanya yang gede?"
Vano memalingkan wajahnya. Pertanyaan kakaknya entah mengapa terkesan ambigu baginya. "Badannya lah! Masa kepalanya?!"
"Kepala atas apa kepala bawah?"
"KAK RUBY!"
Ruby akhirnya terbahak, merasa puas telah berhasil menggoda adiknya.
🍁🍁🍁
Kegelapan malam datang berangsur-angsur, menghapus sinar jingga yang kini melebur. Ruby duduk sendirian di balkon kamarnya, menorehkan warna pada lukisan yang baru saja dibuatnya.
"Leale! Main yuk!"
Ruby bangkit dari duduknya dan menoleh pada Reynand yang melambaikan tangan di bawah sana. "Males," jawab Ruby.
"Gue ke situ, ya?"
"Enggak boleh!"
"Oke deh!" bagi Reynand Manggala Hernandez, larangan itu seperti perintah. Maka, laki-laki keturunan Padang-Amerika itu berjalan masuk ke rumah Ruby mengabaikan pelototan yang Ruby arahkan padanya.