2.6

373 67 14
                                    

Bagiku, diam lebih baik. Daripada harus bercerita, namun tak ada yang bisa memahami.

-Mansy Azalea Ruby-

"... lo suka sama gue, Met?"

Meta mengerjapkan matanya lima kali. Matanya lurus menatap Reynand, bibirnya berkedut samar hingga tawa yang ia tahan akhirnya menggelegar.

"HA-HA-HA, ngebayanginnya aja udah merinding, anjir." Meta masih terbahak, sementara Reynand merengut.

Reynand menyugar rambutnya. "Siapa tau aja lo salah satu cewek yang jatuh dalam pesona gue."

"Mimpi! Gue mah setia sama Aa Juno aja."

Reynand membulatkan matanya tak percaya. "HAH?! LO SUKA SAMA JUNO?"

"Berisik banget anjeng!" Meta memukul kepala Reynand geregetan, "iye, kenape? Cemburu?"

"Emang si Juno-nya mau, Met? Kayaknya dia juga masih suka sama yang waras kali."

Meta merengut sebal. "Lo tuh sama Ruby sama aja, sama-sama ngejatohin gue duluan, ish!"

Reynand terkekeh, ia menepuk puncak kepala Meta. "Bercanda, nyet. Perjuanginlah, siapa tau Juno khilaf terus mau pacaran sama lo."

"Yeu, sialan. Gue bukan elu ye, yang menyerah sebelum berperang."

Reynand merasa tertohok dengan ucapan Meta.

🍁

Langit yang kelabu, seolah mewakili perasaan Ruby yang mendadak sendu. Ruby duduk termenung di balkon kamarnya seraya menatap ke arah jalanan dengan pandangan kosong.

Ruby mempunyai alasan yang kuat mengapa dirinya memilih diam seribu bahasa. Hatinya di ambang keraguan.

Di satu sisi, ia masih menyayangi Reynand. Dan di sisi lain, ia juga sudah mulai terbiasa dengan kehadiran Nadhif.

Namun, hatinya tidak bisa dibohongi. Ia jelas masih menginginkan Reynand. Akan terasa janggal jika ia tetap melanjutkan hubungannya dengan Nadhif ketika hatinya justru lebih memikirkan Reynand.

Bukankah seharusnya saat ini ia senang?  ternyata selama ini perasaannya dengan Reynand terbalaskan, dan ternyata selama ini cintanya tidak bertepuk sebelah tangan.

Sayangnya segalanya sudah terlambat, mengapa Reynand baru mengungkapkannya sekarang?

Ketika kita meninggalkan sesuatu demi mendapatkan sesuatu lagi, kiranya, berapa lama sesuatu itu akan bertahan?

Suatu saat, keadaan bisa berbalik seperti bumerang. Menghancurkan diri Ruby perlahan-lahan.

Namun, apakah bertahan adalah keputusan yang benar? Membiarkan hubungannya ditutupi kebohongan perihal perasaan yang mengganjal?

Ruby mengacak rambutnya dan berteriak kesal dengan suara tertahan, ia tak tahu harus apa lagi. Rasanya ia ingin menangis, namun air matanya seolah tertahan tak ingin keluar. Mengapa ia harus dihadapkan pada situasi rumit seperti ini, sih?

"Kenapa lo, Kak?" tanya Vano yang menyusup masuk ke kamar Ruby.

"Emangnya gue kenapa?"

Vano mendengkus. "Ayok dong cerita, Kak. Lo mah kalo ada apa-apa nggak pernah mau cerita."

Ruby tercenung. Memang selama ini dirinya selalu menyimpan masalahnya sendiri. Enggan berbagi pada orang lain sebelum dipaksa.

"Kak..."

Akhirnya Ruby bersedia bercerita pada Vano. Tentang keraguan yang menggerayangi hatinya.

Air mata yang selama ini selalu ia tahan akhirnya menetes seiring dengan air hujan yang turun membasahi bumi.

Ia menutup wajahnya dengan kedua tangan, pundaknya naik turun disertai isak tangis yang mulai terdengar memilukan.

Bukankah perempuan memang seperti itu? ketika segalanya terasa begitu berat dan tak ada lagi yang bisa ia perbuat, maka ia akan menangis. Walaupun menangis tidak menyelesaikan masalah, setidaknya dengan menangis membuatnya menjadi sedikit lebih lega.

Menceritakan pada siapa pun rasanya percuma, karena mereka tidak akan mengerti apa yang tengah di rasakannya saat ini. Tapi kali ini saja, ia ingin membagi apa yang ia rasakan. Meluruhkan sedikit beban yang ia pendam.

Vano merengkuh tubuh kakaknya ke dalam pelukan, berharap dapat menenangkan Kakak perempuan satu-satunya itu.

"Nangis aja nggak apa-apa, Kak... Semuanya bakalan baik-baik aja, kok." Vano mengusap rambut Ruby untuk menenangkan. Kini isak tangis Ruby justru semakin terdengar memilukan di telinga Vano.

Vano semakin mengeratkan pelukannya karena merasa bersalah atas apa yang ia ucapkan. Padahal niatnya adalah membuat kakaknya menjadi lebih tenang, tapi kakaknya malah semakin terisak.

"Duh, gue salah ngomong ya, Kak?" tanya Vano dengan cemas.

Ruby menggelengkan kepalanya dan menyandarkan kepalanya ke dada Vano. "No, but thank's, my little bro," lirih Ruby.

"It's okey, big sister," jawab Vano dengan lembut.

Ruby masih tenggelam dalam sedu-sedannya. Tangisnya semakin tak tertahankan, tapi ada bagian dari dirinya yang merasa lega, hatinya meringan.

Hening tercipta, yang terdengar hanya suara rintikan hujan yang berjatuhan menyentuh atap rumah. Dan dengkuran halus Ruby pun mulai terdengar, ternyata gadis itu tengah terlelap dalam pelukan.

Vano yang menyadari itu dibuat tersenyum gemas. Walaupun Ruby lebih sering terlihat dingin tak tersentuh, Vano tahu bahwa Ruby hanyalah seorang gadis yang rapuh.

"Good sleep my big sister, semoga mimpi indah. Ya paling nggak lo masih bisa tersenyum di dalam mimpi lo, Kak," bisik Vano tepat di telinga Ruby yang kini telah tenggelam dalam mimpi.

🍁

00.13

Nadhif
Gue nggak tau salah gue apa sama lo By
Maafin gue ya By belum bisa jadi kaya apa yang lo mau
Sleep tight, my princess

06.15

Ruby
Besok sore ketemuan di taman biasa
Ada yang mau gue omongin

RubyBesok sore ketemuan di taman biasaAda yang mau gue omongin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Vano

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Vano

Apakah Nadhif akan menjadi sadboy? Wkwk

INVOLUTE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang