2.2

370 79 16
                                    

Keadaan yang membuat kita rumit, apa kita yang membuat keadaan menjadi rumit?

-Involute-

Sejauh mana raganya pergi, hati dan pikirannya tak mampu berhenti. Meskipun kini di sampingnya sudah ada gadis yang bersedia menemani hingga rasanya kian menipis, namun keraguan itu tak mampu ditepis. Reynand merasa apa yang ia lakukan adalah kesalahan.

Apa yang bisa Reynand lakukan agar hatinya lebih tenang?

Jika saja ia sedikit lebih cepat dalam memberi kepastian, maka Ruby tidak akan meninggalkannya.

Sungguh, ini menyiksa pikiran dan batinnya.

Reynand mendengus kasar. Hatinya merasa tak karuan, namun objek penyebab ketidak karuan itu justru tampak tanpa beban.

Hampir setiap hari ia terbakar api cemburu dengan kedekatan Ruby dan Nadhif. Namun, ia bisa apa, selain hanya diam dan pura-pura tidak peduli, padahal hatinya begitu sakit.

"Rey?" panggil Rere berusaha sabar, sudah lebih dari tiga kali ia memanggil Reynand, namun laki-laki itu malah berkelana dengan pikirannya sendiri.

"Eh, iya Re? Gimana gimana?"

"Lo ngelamun aja dari tadi," ungkap Rere dengan nada merajuk.

Reynand tersenyum canggung. "Sorry."

"Ngelamunin apa sih?"

"Nggak."

Rere hanya mengangguk, meski pikirannya menebak-nebak apa yang sebenarnya terjadi.

🍁

Malam ini ditemani rembulan yang membulat sempurna. Reynand berbaring dengan sesekali menghembuskan nafasnya gusar.

Ia nampak tidak tenang di atas tempat tidurnya, berguling ke kanan dan kiri dengan gelisah. Sesekali menatap ke langit-langit kamarnya menerawang.

Ia tidak bisa terus menerus berdiam diri dan membiarkan hubungannya dengan Ruby terus menerus merenggang seperti ini.

Baiklah, Reynand bertekad untuk datang ke rumah Ruby dan meluruskan masalah mereka yang takkan berujung jika salah satu tidak ada yang mau mengalah. Reynand hanya ingin hubungan mereka kembali membaik.

"Mau kemana Rey?" tanya Ibunda Reynand saat melihat anak laki-lakinya sedikit terburu-buru menuruni tangga.

"Rumah Lea, Nda."

"Hati-hati. Salam buat Lea, ya."

Tidak butuh waktu lama untuk sampai ke rumah Ruby. Ia langsung bergegas masuk ke rumah Ruby setelah di bukakan pintunya oleh Vano-- yang sempat mengkerutkan alisnya bingung melihat Reynand yang terlihat seperti terburu-buru.

Reynand langsung berjalan menuju kamar Ruby dengan tergesa-gesa.

"Lea," serunya dengan nafas yang terengah-engah.

Ruby yang sedang di balkon sembari menggoreskan pensilnya di buku sketsa lantas tersentak dan menoleh. Ia terkejut menatap orang yang berdiri di ambang pintu dengan nafasnya yang tersenggal.

"Rey? Ngapain?" Ruby bertanya tanpa minat.

Reynand menghampiri Ruby dengan sedikit ragu. "Lea, gue... gue mau minta maaf."

"Maaf? emang lo ngerasa punya salah apa sama gue?" tanya Ruby tanpa memandang wajah Reynand.

"Lea, please, liat muka gue," lirih Reynand.

"Pergi lo. Gue pengin sendiri."

"Liat muka gue dulu Le."

Ruby tetap bergeming.

Tanpa berpikir panjang, Reynand merengkuh tubuh Ruby ke dalam dekapannya. Ruby tersentak, namun tidak menolak, pun tidak membalas pelukan itu, membiarkan Reynand memeluknya sepihak.

Tak bisa dipungkiri lagi, bahwa Ruby sangat merindukan laki-laki yang kini tengah mendekapnya. Hal nyaman yang selalu Ruby rindukan.

Reynand memeluk erat tubuh kecil Ruby. Mencoba melepaskan segala kerinduan yang selama ini hanya bisa ia pendam dan membuat dadanya kian sesak setiap malam.

Tanpa sadar, Ruby meneteskan air matanya, seolah mewakili perasaannya yang selama ini selalu ia pendam sendiri.

"I miss you, Azalea," bisik Reynand lembut tanpa melepaskan pelukannya.

"... me too."

"Kak, lo di cariin sama--ups!" Vano kontan menutup mulutnya dengan tangan, menghancurkan atmosfer yang ada. 

Ruby dan Reynand sama-sama tersentak dan melepaskan pelukannya. Keduanya terlihat salah tingkah. Diam-diam Ruby memaki Vano yang dengan tidak sopan berteriak dan langsung masuk ke kamarnya.

Reynand menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Gue gak liat apa-apa kok, sumpah!" ucap Vano sambil menggelengkan kepalanya tanpa menatap ke arah Ruby dan Reynand.

"Ah iya! lo di cariin sama bang Nadhif di bawah, Kak." Vano memberi tahu dan segera bergegas pergi.

Seketika tubuh Ruby menegang, untung saja yang memergokinya adalah Vano. Jika Nadhif yang melihat secara langsung, mungkin hati laki-laki itu akan hancur.

Dan Ruby akan merasa menjadi perempuan terjahat di dunia.

"Gue ke bawah dulu, Rey," pamit Ruby dan buru-buru menghampiri Nadhif.

Reynand hanya mengacak-acak rambutnya kesal dan mendengus kasar. Ia bahkan melupakan satu hal, bahwa Rubynya kini sudah menjadi milik orang lain.

Sudah tidak ada kesempatan untuknya lagi, kan?

Sudah tidak ada kesempatan untuknya lagi, kan?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
INVOLUTE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang